Wacana pembubaran Satlak Prima muncul setelah Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan akan memangkas birokrasi di olahraga. Dia mengungkapkan saat countdown Asian Para Games 2018 di JIEXPO Kemayoran, Jakarta, Jumat (6/10/2017).
Rencana itu pun semakin menguat setelah Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga Gatot S. Dewa Broto sudah mengatakan akan mereview ulang satuan tersebut. Menpora Imam Nahrawi merespons dengan menggantung keberadaan Satlak Prima. Dia bilang Satlak prima masih jalan, tapi bukan berarti tidak dibubarkan tanpa bersedia menyebut durasi kerja Satlak Prima.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan waktu yang kurang lebih sepuluh bulan untuk pembinaan atlet sangat kurang. Oleh karena itu, kami menyuarakan untuk memastikan persiapan atlet cukup nantinya tanpa mempengaruhi rencana perubahan Prima itu sendiri," kata Ketua IOA Richard Sam Bera, usai melakukan pertemuan dengan Menpora Imam Nahrawi di Kantor Kemenpora, Rabu (11/10/2017).
"Oleh karena itu, apa yang tersisa atau apa yang dilakukan sebagai pengganti Prima itu tetap fokusnya kepada atlet. Pola pikir itu yang harus kita ubah dari semua lini stakeholder supaya target menuju Asian Games itu tercapai. Karena ini tidak mudah," kata olimpian renang ini.
Apalagi, Asian Games 2018 menjadi titik awal pengumpulan poin menuju Olimpiade 2020 Tokyo. Makanya, jika salah langkah, nama Indonesia menjadi pertaruhannya.
"Lantas mengapa persiapan Asian Games menjadi penting? Karena hubungannya dengan Olimpiade 2020 Tokyo. Perhitungan poin (Ke Olimpaide 2020) dimulai dari Asian Games. Kami berharap lebih banyak lagi ada atlet yang bertanding di sana. Sehingga, atletnya harus diutamakan," dia menjelaskan.
"Kami memberi masukan bahwa cabor harus diajak bertanggung jawab. Jadi, tidak hanya kementerian itu sendiri, tapi cabor ikut bertanggung jawab sesuai dengan target yang mereka sendiri. Tercapai atau tidak pencapaian di Asian Games sesuai dengan target yang mereka tancapkan itu tergantung dari cabornya," ujar Richard.
Singgung Bonus untuk Atlet
Selain membahas soal Prima, IOA menyentil bonus yang berubah-ubah dalam tiap multievent bagi atlet peraih medali. IOA pun mengusulkan adanya undang-undang yang mengikatnya.
"Seperti kita tahu kita punya UU SKN Nomor 3 tahun 2005. Itu kami rasa belum cukup, karena belum menyentuh kepada atletnya. Ke depan kami ingin ada pembentukan UU atlet nasional itu harus ada. Sejalan dengan UU sipil aparatur negara. Dalam arti jenjangnyajelas, status jelas, penerimanya jelas. Sebagai atlet juga mesti jelas," kata Richard.
"Sekarang menjadi atlet nasional jadi jelas. Oke kita mewakili atlet, tapi rewarding-nya masih bergantung pada menterinya dan individunya. Karena itu, dengan adanya UU ini bisa lebih jelas. Kemudian para orangtua yang ingin anaknya menjadi atlet akan jelas," harap dia.
(mcy/fem)