Berkaca Choirul Huda, Pelatnas Diminta Tak Abaikan Pelayanan Medis

Berkaca Choirul Huda, Pelatnas Diminta Tak Abaikan Pelayanan Medis

Mercy Raya - Sport
Selasa, 17 Okt 2017 14:50 WIB
Loncat indah (Grandyos Zafna/detikSport)
Jakarta - Meninggalnya kiper Persela Lamongan Choirul Huda menggugah cabang olahraga lain untuk peduli dengan standar pelayanan medis di arena. Tempat pemusatan latihan nasional (pelatnas) yang terpencar kurang mengindahkannya.

Huda meninggal dunia setelah sempat dilarikan ke RSUD Soegiri, Lamongan. Dia terjatuh di tengah pertandingan Persela dengan Semen Padang di Stadion Surajaya, Minggu (15/10/2017). Pertolongan pertama terhadap Huda dinilai kurang ideal hingga kondisinya makin menurun.

Selain pertolongan pertama, Basuki Supartono, salah satu dokter di Rumah Sakit Olahraga Nasional (RSON), mengatakan panitia penyelenggara harus menyiapkan rumah sakit rujukan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pelatih nasional loncat indah, Harli Ramayani, sudah mengetahui standar tersebut. Meski bukan olahraga yang rawan bertubrukan dengan peserta lain, namun atlet loncat indah berpotensi terbentur air, papan dan papan di ketinggian 10 meter.

"Dengan kejadian kemarin harus jadi pelajaran, artinya lebih dilengkapi dan yang menangani harus sudah mengerti benar dan tanggap. Kami sudah doberi pemahaman soal itu," kata Harli dalam obrolan dengan detikSport, Selasa (17/10/2017).
Berkaca Choirul Huda, Pelatnas Diminta Tak Abaikan Pelayanan MedisFoto: Getty Images/Adam Pretty
Justru masalah muncul saat pelatnas loncat indah harus meninggalkan kolam renang Gelora Bung Karno (GBK), yang dekat dengan dokter jaga di PP IKON dan KONI. Selama mempersiapkan atlet menuju SEA Games 2017, loncat indah pindah-pindah tempat latihan.

"Yang menjadi kendala sekarang mungkin karena tempatnya jauh-jauh dari tempat latihan jadi kami cukup kesulitan. Makanya, semoga (renovasi) Asian Games ini beres, sudah dekat dengan PP ITKON jadi lebih mudah jika terjadi apa-apa," dia mengharapkan.

Belajar dari Korea

Di luar negeri, kata Harli, aturan-aturan soal standar pertolongan pertama, khususnya loncat indah, sangat diperhatikan. Tak hanya saat kejuaraan, tapi juga latihan.

"Maka itu, misalnya terjadi apa-apa kepada atlet pada saat loncat maupun di dalam air, dokter bisa langsung gerak cepat untuk mengatasi. Peloncat indah itu kan setiap latihan bisa 60-70 kali loncat dalam sehari. Jika kondisinya tidak bagus ya bisa terjadi hal-hal yang di luar dugaan. Apalagi, jika mengenai menara taruhannya nyawa," Harli membeberkan.

Pengalaman itu didapatkan Harli saat mendampingi Lina Dini yang tampil di Universiade di Korea 2015. Hanya memiliki waktu satu hari adaptasi Lina harus turun berlomba.

Kondisi fisik Lina yang tak bagus membuat keseimbangannya kurang optimal saat berada di atas papan. Dia jatuh dan membentur papan sampai jarinya patah.

"Dokter di sana langsung sigap dan membawa Lina ke rumah sakit dan ditangani dengan operasi. Dan sampai sekarang sudah clear semua," dia mengungkapkan.

"Tetapi di Indonesia itu kurang dan masih perlu belajar. Dokter mendampingi itu paling standar di level event besar seperti Pekan Olahraga Nasional (PON)," Harli yang juga istri mantan pemain bola nasional, Ricky Yacobi, itu.

"Tapi level Kejurnas itu jarang, bahkan hampir tidak ada. Ini jadi pelajaran buat kita, mau event sekecil apapun itu diusahakan harus ada. Tapi kadang terbentur dana lah dll. Seperti ambulance harusnya standby kan ini tidak," ujar dia.

Saksikan video 3 Kiper Dunia Berduka atas Meninggalnya Choirul Huda:

[Gambas:Video 20detik]

Tonton juga video lainnya di 20detik! (mcy/fem)

Hide Ads