DNA Panahan Dalam Tubuh Dellie Threesyadinda

DNA Panahan Dalam Tubuh Dellie Threesyadinda

Femi Diah - Sport
Selasa, 10 Apr 2018 10:20 WIB
Dellie Threesyadinda berlatih di lapangan panahan kompleks Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, Jakarta. (Grandyos Zafna/detikSport)
Jakarta - Dellie Threesyadinda. Dia tak bisa berpisah dari panahan. Ada DNA panahan di dalam tubuhnya.

Diambilnya busur compound berwarna emas. Dipasang seuntai tali ke jari tengahnya. Dipilihnya satu anak panah dari kantung kulit yang ada di punggungnya.

Dengan alat pembidik, anak panah itu dipasangkan pada busur. Diangkatnya busur seberat 8 kg itu ke udara. Ditariknya tali busur. Diarahkan ke sasaran dan plas... anak panah pertama tepat di lingkaran kuning papan sasaran.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dinda, sapaan karib Dellie Threesyadinda, mengulang aksi menembak papan sasaran itu hingga anak panahnya habis. Dimulai dari sekitar pukul 09.00 di stadion panahan kompleks Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta, saat matahari masih kaya vitamin D hingga siang tatkala tinggal panas menyengat.

[Gambas:Video 20detik]


Sebagian besar anak panah jatuh di lingkaran kuning, hanya sedikit yang menancap di lingkaran warna lain. Apes bagi Dinda hari itu, satu anak panahnya meleset ke rerumputan. Anak panah itu menembus tanah.

"Kami akan mencari anak panah itu bersama-sama. Segala macam cara kami upayakan sampai anak panah itu ketemu," kata Dinda.

Bukan apa-apa, anak panah itu mahal harganya. Sebuah anak panah yang berumur 6 bulan itu harganya Rp 600 ribu.

"Makanya kalau hilang satu, duh!" ujar Dinda.

Tak hanya para pepanah yang turun mencari. Barisan pelatih pun dikerahkan. Mereka menembak ke arah rerumputan kemudian mengorek-ngorek lapangan rumput.

Dellie ThreesyadindaDellie Threesyadinda (Grandyos Zafna/detikSport)

Bagi yang kehilangan, mencari dengan lebih giat. Rekan-rekannya membantu sembari menggoda dengan meminta upah traktor makan siang kalau menemukan lebih dulu. Teriknya matahari seolah turun beberapa derajat dengan gelak tawa mereka.

Para pepanah dan pelatih di pelatnas memang bukan orang baru bagi Dinda. Mereka, pepanah terbaik Tanah Air itu, sudah bersama-sama sejak awal tahun 2018. Sebagian besar bahkan sudah menjadi rekan satu tim menghadapi SEA Games 2017.

Dinda bahkan beruntung, di jajaran pelatih terdapat dua keluarga dekatnya Deny Trisjanto yang juga ayahnya dan Lilies Heliarti, tantenya sendiri. Diananda Khoirunisa dan Riau Ega Salsabila juga juniornya saat bersama-sama berlatih di Surabaya.

Pelatih pelatnas panahan lain, Nurfitriyana Saiman, adalah rekan satu tim dengan ibundanya, Lilies Handayani, kala mengharumkan nama Indonesia di Olimpiade 1988 Seoul. Dialah anggota trio srikandi, peraih medali pertama untuk Indonesia di olimpiade.

Dellie Threesyadinda bersama ayah dan pelatihnya, Deny TrisjantoDellie Threesyadinda bersama ayah dan pelatihnya, Deny Trisjanto (Grandyos Zafna/detikSport)

"Aku mengenal panahan dan menjadi atlet panahan karena terinspirasi oleh mama. Setiap hari aku ikut lapangan," kata Dinda.

Keluarga Dinda memang keluarga panahan. DNA panahan sudah ada sejak kakeknya, Yahya Buari, yang pun seorang pepanah.

Besar di lingkungan panahan, Dinda mengenal panahan sejak usia balita. Dia mulai berlatih mengangkat busur sejak 1995. Sejak itu, dia rutin berlatih panahan saat bangun tidur dan pulang sekolah.

"Saya, waktu berusia lima tahun, melihat profesi mama sebagai pemanah kok keren. Terus aku bilang ke mama,"Ma ajarin dong," terus mama kasih busur kecil," ujar dia.

Hanya butuh dua tahun, Dinda sudah menjajal turnamen daerah. Waktu itu, dia harus bertarung dengan pepanah di usia yang lebih senior, rata-rata 9-10 tahun.

Kedua adiknya, Della Adisty Handayani dan Irvaldi Ananda Putra, pun tak jauh-jauh dari panahan. Kendati prestasinya tak secemerlang Dinda, mereka punya nama di level nasional. Mereka bersama-sama Lilie memiliki sekolah panahan di Surabaya.

Dellie Threesyadinda dan ibundanya yang anggota trio srikandi, Lilies HandayaniDellie Threesyadinda dan ibundanya yang anggota trio srikandi, Lilies Handayani (Rengga Sancaya/detikSport)

Dinda pun tampaknya mewariskan DNA itu kepada putri semata wayangnya, Nayla. Nayla sudah mulai berlatih memegang busur dan bermandi terik matahari di lapangan KONI Jatim, yang jadi pusat panahan di Surabaya.

Kini, setelah 23 tahun sejak dia mengenal panahan, Dinda belum mau berhenti. Deretan medali di SEA Games dan Kejuaraan Dunia belum membuatnya puas. Dia termotivasi oleh medali-medali ibundanya.

"Saya juga masih memiliki tugas yang belum selesai; medali emas Asian Games dan medali emas Kejuaraan Dunia," ujar Dinda.


(fem/krs)

Hide Ads