Hendrik, seorang pria Indo-Jerman yang telah berganti nama menjadi Hendra Gunawan, antusias menyimak Asian Games 2018. Dia menunggu sebuah cabang olahraga yang melambungkan namanya. Cabang olahraga yang menjadikannya raja Asia. Menjadikannya berkalung medali emas pada 56 tahun silam.
Pria asal Sukabumi itu penasaran dengan penampilan pebalap Indonesia di nomor jalan raya pada Asian Games 2018. Tak bisa menyaksikan balapan dengan jernih, dia menggunakan banyak cara untuk mendapatkan berita terkini.
Tapi saat balapan berakhir, dia kecewa. Dia terluka. Tak satupun pebalap Indonesia meraih emas. Malah, tak satupun naik podium.
Hendrik akan terus menunggu penerusnya. Seorang pebalap sepeda nasional yang mampu meriah medali emas Asian Games. Tak perlu tiga seperti dirinya, cukup satu.
Ya, Hendrik adalah peraih tiga medali emas Asian Games 1962 Jakarta. Dia memboyong tiga medali emas dari nomor perorangan individual road race 190 kilometer, team time trial 100 km, dan team troad race 190 km.
"Dulu itu tidak ada janji bonus dari pemerintah, saya berjuang hanya berbekal rasa nasionalisme dan kebanggan mewakili Indonesia," kata Hendra alias Hendrik yang didampingi Yati Suryati, 67 tahun, di kediamannya, Gang Rawasalak, RW 07 Kelurahan Sriwedari, Kota Sukabumi, Rabu (29/8/2018).
Seharusnya, dikatakan Hendra, dengan berbagai bonus itu mampu memotivasi atlet sepeda untuk mempersembahkan kemampuan terbaik untuk bangsa.
"Fasilitas juga tentunya beda, jauh lebih baik sekarang dibandingkan dulu. Sayang sekali, tidak ada satupun medali yang didapat dulu itu penyemangat saya hanya kedua orang tua yang menunggu di garis finis," ujarnya.
![]() |
Hendra menceritakan saat itu Indonesia tergolong ditakuti soal balap sepeda. Korea, Thailand dan Jepang adalah lawan terberat. Jarak 190 kilometer dalam kategori individual road race dengan raihan waktu 5 jam 58 menit.
Sejak memulai start dari Cipayung (Jakarta Timur) Hendra memulai bersama rombongan, kemudian Bogor lalu melintas di Cianjur tanjakan Gekbrong pada beban lintasan pertama dilalui dengan mulus namun saat itu atlit dari berbagai negara masih dalam satu rombongan.
Ketika masuk ke Sukabumi di tanjakan Cikukulu tim masih bersama sampai Hendra meminta ke dua rekannya yang masih satu tim untuk menahan di belakang bersama rombongan.
"Saya bilang ke Aming Priatna dan teman lainnya untuk nahan di belakang sementara saya mau ningkatin kecepatan," tuturnya.
Hendra kemudian meningkatkan kecepatan sepeda merk Diamant buatan Jerman yang dipakainya saat itu. Kondisi itu melesat sampai di garis finis.
"500 meter jelang finis kecepatan masih standar, saya tengok ke belakang masih ada yang belum ningkatin kecepatan ya sudah saya gowes cepat sampai akhir," ujar dia.
"Ada salah satu foto saat saya menyentuh garis finish di belakang saya ada pebalap sepeda dari Korea dan Thailand mereka yang terberat, tapi buat saya rasa optimis menang mengalahkan ketakutan itu," kata dia.
Hendra, yang saat ini menderita glukoma hingga penglihatannya pudar, akan menanti penerusnya sampai tak kuat lagi. Dua kali operasi dikuatkannya untuk bisa menyakiskan pebalap-pebalap Indonesia menjadi nomor satu Asia.
Hendrick alias Hendra berharap prestasi balap sepeda jalan raya Indonesia tak seperti penglihatannya. Memudar meski sudah dua kali operasi, tanpa ada harapan menjadi terang.
(fem/fem)