Karier wushu sudah dirintis sejak dia berusia 9 tahun. Dia mengenalnya dari sang kakak, Iwan Kwok. Perempuan kelahiran Medan 27 tahun silam itu tak langsung suka. Lindswell membutuhkan waktu dua tahun hingga bisa menikmati gerakan wushu.
Tapi, tantangan lain harus dihadapi Lindswell saat berusia 13 tahun. Dia diminta tinggal di asrama agar bisa berlatih wushu lebih intens. Kendati sama-sama berlokasi di Medan, namun dia tak bisa pulang tiap hari.
"Bahkan, saat tinggal di Medan, aku jarang pulang," kata Lindswell dalam wawancara dengan detikSport.
Cara itu, lanjut Lindswell, menjadi salah satu langkah pelatih untuk mengasah mental atlet-atlet wushu junior. Beruntung bagi Lindswell, suntikan semangat dari mamanya, Nuraini, membuat dia bertahan.
"Karena, kalau anak kecil sering pulang kan jadi manja. Setiap kali dapat kesempatan pulang, aku bilang ke mama,'Mama aku enggak sanggup lagi, enggak mau latihan lagi.' Tiap pulang setelah 'disiksa' aku selalu ngadu, aku enggak mau latihan lagi deh. Aku enggak sanggup. Terus, mama cuma bilang,'Sabar, jalanin saja'," ujar Lindswell.
 Lindswell Kwok Foto: ist. |
"Kadang-kadang mama juga memberikan pilihan, apakah saya mau istirahat dulu dari latihan dan mengambil libur? Tapi, aku enggak berani dan tetap latihan," kata dia.
Bahkan, Lindswell kerap menambah latihan di akhir pekan, Jika pewushu lain memilih untuk libur, bungsu dari enam bersaudara itu tetap berlatih di sasana.
Kerja keras sejak belia itu membuahkan hasil. Lindswell tak hanya menguasai persaingan wushu di kategori taichi, baik tangan kosong ataupun dengan pedang, pada level nasional, dia pemilik lima medali emas Kejuaraan Dunia. Lindswell juga menutup kariernya dengan manis, meraih medali emas Asian Games 2018 saat Indonesia menjadi tuan rumah.
