Ketika Erick Thohir memecat Walter Mazzarri pada 14 November 2014, boleh jadi tak ada figur yang lebih tepat untuk menukangi Inter selain Mancini. Dia sudah sangat mengenal klub ini, dan juga sangat berjasa padanya.
Mancini-lah yang mengakhiri puasa gelar Inter di ajang Serie A sejak 1988/1989. Di tangan dia Nerazzurri menjadi juara tiga musim berturut-turut (2006-2008), sebelum ditambah dua musim lagi oleh Jose Mourinho.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Statistik Mancini di musim ini terlihat buruk. Dari 25 pertandingan ia hanya bisa menang 8 kali, namun kalah 9 kali. Persentase kemenangannya cuma 32%, jauh di bawah periode pertama dia menukangi Inter yang mencapai 61,95%.
Eks pelatih Lazio, Manchester City dan Galatasaray itu gagal menyulap skuatnya menjadi "agak bersinar" walaupun tanpa bintang papan atas. Di musim ini hanya segelintir pemain Inter yang dinilai tampil positif seperti Samir Handanovic, Mateo Kovacic, Mauro Icardi, dan pemain baru Xherdan Shaqiri.
Atas performa yang "garing" itu tak heran jika Mancini dan para pemainnya dicemooh tifosinya sendiri usai dikalahkan Wolfburg di Liga Europa hari Kamis (19/3) lalu. Celakanya lagi, Inter kalah juga saat melawat ke Sampdoria hari Minggu kemarin. Bisa dimaklumi betapa frustrasinya Interisti dengan fakta bahwa dari 6 pertandingan terakhir timnya, mereka tidak menang dan kalah 4 kali.
Boleh dibilang, bagi Inter musim mereka sudah selesai. Sebab, untuk masuk ke zona Liga Europa pun mereka masih berjarak 10 poin.
Apapun hasilnya nanti di akhir musim, Mancini hampir dipastikan takkan dipecat oleh Thohir, karena dia memang layak mendapatkan kesempatan kedua dalam comeback-nya ke Appiano Gentile. Cerita lebih penting adalah apa yang bisa dihasilkan Mancini di musim mendatang.
Β
(a2s/cas)