Tottenham Gagal Maksimalkan Keadaan

Liga Inggris: Tottenham Hotspur 2-2 Arsenal

Tottenham Gagal Maksimalkan Keadaan

Taufik Nur Shidiq - Sepakbola
Minggu, 06 Mar 2016 11:33 WIB
Getty Images/Shaun Botterill
Jakarta - Tottenham Hotspur, yang sekarang mulai berani membicarakan peluang juara setelah dulu sempat malu-malu, mendapat pelajaran baru. Sekarang mereka tahu bahwa menjadi juara Premier League tidak mudah.

Tidak tanggung-tanggung, mereka mendapat pelajaran berharga tersebut langsung dari ahlinya: Arsenal, yang dalam beberapa tahun terakhir selalu meramaikan perburuan gelar namun tak juga keluar sebagai juara.

Melawan Arsenal yang bermain dengan sepuluh orang sejak menit ke-55, Tottenham tak mampu memaksimalkan peluang. Mereka tertinggal terlebih dahulu, berhasil membalikkan keadaan, namun pada akhirnya kembali kebobolan hingga menyudahi pertandingan dengan kedudukan sama kuat 2-2.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Banyak Kejutan dari Wenger

Tottenham turun dengan susunan pemain terbaik yang bisa dimainkan. Kevin Wimmer masih dipercaya menemani Toby Alderweireld untuk menggantikan Jan Vertonghen yang belum juga sembuh. Eric Dier melindungi keduanya. Moussa Dembélé yang absen dalam dua pertandingan Premier League sebelumnya (Swansea City dan West Ham United) kembali bermain sebagai starter dan dipercayai peran mengatur serangan. Harry Kane menjadi ujung tombak dengan sokongan Delle Alli, Érik Lamela, dan Christian Eriksen. Danny Rose dan Kyle Walker menyokong dari kedua sisi. Hugo Lloris menjadi tembok pertahanan terakhir.
 
Arsenal, sementara itu, tidak. Absennya Petr Čech membuat posisi penjaga gawang utama dipercayakan kepada David Ospina. Per Mertesacker pun berdampingan dengan Gabriel Paulista karena Laurent Koscielny cedera. Francis Coquelin tetap bermain sebagai starter, namun kali ini pasangannya bukan Aaron Ramsey, melainkan Mohamed Elneny.

Berbeda dengan Mertesacker yang berpasangan dengan Gabriel karena Koscielny cedera, Coquelin berdampingan dengan Elneny bukan karena alasan kebugaran Ramsey. Keduanya bermain bersama karena alasan taktikal. Arsène Wenger membutuhkan susunan pemain yang bisa mengakomodir permainan defensif yang ia terapkan, karenanya bermainlah seorang gelandang bertahan (Coquelin) bersama seorang gelandang penjelajah yang lebih kompeten bertahan ketimbang menyerang (Elneny).

Untuk posisi penyerang tengah pun Wenger menurunkan pemain kejutan. Bukan kekuatan Olivier Giroud yang ia pilih, bukan pula kecepatan Theo Walcott. Wenger memainkan Danny Welbeck yang kuat (walau tidak sekuat Giroud) dan cepat (walau tidak secepat Walcott) dan rajin membantu pertahanan. Peran kreator serangan tetap dipercayakan kepada Mesut Özil.

Efek kejutan juga Wenger terapkan di kedua sisi serangan/pertahanan Arsenal. Héctor Bellerín tetap dipertahankan sebagai fullback kanan, namun ia bahu-membahu dengan Aaron Ramsey alih-alih Theo Walcott atau Joel Campbell. Nacho Monreal duduk di bangku cadangan karena yang menjadi starter di posisi fullback kiri pada pertandingan ini adalah Kieran Gibbs, dengan Alexis Sánchez di depannya.



Masalah Tottenham Sama dengan Barcelona

Arsène Wenger, dalam jumpa pers prapertandingan melawan Tottenham Hotspur, mengatakan bahwa Arsenal akan bermain seperti ketika melawan Barcelona dalam pertandingan leg pertama 16 besar Champions League 2015/16; dan memang seperti itulah Arsenal bermain. Tottenham menguasai permainan karenanya. Namun karena Arsenal menerapkan taktik itu pula mereka kesulitan mencetak gol. Tottenham baru bisa membobol gawang Arsenal setelah mendapat keunggulan jumlah pemain usai Coquelin dikartu merah.

Arsenal tidak bertahan di kedalaman, namun mereka jelas bertahan. Pendekatan tanpa bola Arsenal bukan menekan, melainkan menunggu. Arsenal tidak berusaha merebut bola dari kaki lawan, mereka menutup ruang dan memotong umpan. Arsenal bermain rapat di tengah ketika tidak menguasai bola sehingga Tottenham menyerang lewat sayap, di mana tersedia cukup ruang untuk mengakomodir taktik menyerang mereka yang mengandalkan banyak lari dan umpan-umpan mengarah ke depan.

Namun seleluasa apa pun Tottenham di area sayap, mereka harus mengincar gawang Arsenal pada akhirnya. Tottenham melepas umpan-umpan silang yang tidak satu pun menjadi gol karena para pemain Arsenal memenangi duel-duel udara di dalam kotak penalti mereka sendiri. Tidak satu pun penyerang Tottenham yang tubuhnya lebih tinggi dari Per Mertesacker (1,98 meter) serta hanya Harry Kane (1,88 meter) dan Delle Alli (1,88 meter) yang lebih tinggi dari Gabriel Paulista (1,85 meter).

Tidak selalu, memang, pemain Arsenal berhasil menyapu umpan silang yang diarahkan ke dalam kotak penalti mereka. Namun ketika mereka tidak berhasil, padatnya kotak penalti pun membuat para pemain Tottenham tidak leluasa melepas tembakan. Pada beberapa kasus di mana umpan silang Tottenham mencapai target dan berbelok arah ke gawang Arsenal, gol tetap tidak tercipta karena David Ospina bermain gemilang.

Menyerang lewat sayap bukan satu-satunya pilihan Tottenham. Ketika ruang tersedia di daerah tengah, mereka menyerang lewat tengah. Pada dasarnya Tottenham menyerang di mana pun ada ruang. Sama seperti serangan sayap yang tidak menghasilkan gol, serangan lewat tengah pun tidak membuahkan gol. Arsenal bertahan dengan menutup ruang, bukan merebut bola. Jadi jika Tottenham sudah terlalu dekat dengan kotak penalti mereka, terjadilah penumpukan pemain di dalam dan sekitar kotak penalti Arsenal. Pilihan Tottenham, jika kondisi ini terjadi, adalah melepas tembakan jarak jauh yang hasil akhirnya hanya dua: melenceng dari gawang atau membentur outfield player Arsenal.


Tembakan-tembakan Tottenham

Keberadaan Ramsey Baik untuk Bellerín

Sementara Tottenham menguasai permainan dan banyak menyerang namun tidak juga mencetak gol, Arsenal berhasil membobol gawang Hugo Lloris dengan tembakan tepat sasaran mereka yang pertama dalam pertandingan ini. Situasi yang mengarah kepada terjadinya gol bisa terjadi karena Arsenal berhasil mengatasi permainan menekan Tottenham dengan pergerakan yang dinamis. Tim yang bermain menekan seperti Tottenham, begitu lawan sudah memasuki area mereka, lebih condong ke man-to-man marking ketimbang zonal marking sehingga ketika para pemain lawan sering bertukar posisi, mereka akan kerepotan. Inilah yang terjadi dalam proses gol pertama. Perhatian para pemain belakang Tottenham terfokus kepada Danny Welbeck dan Aaron Ramsey sehingga tidak ada yang memperharikan Héctor Bellerín.

Namun menyalahkan para pemain Tottenham atas terciptanya gol pertama Arsenal tidaklah tepat. Selain karena para pemain Tottenham terlalu fokus kepada Welbeck dan Ramsey, Bellerín bisa muncul sebagai pencetak assist karena ia bermain di sisi yang sama dengan Ramsey. Kecenderungan Ramsey – bergerak ke arah dalam, bukan menyisir sisi kanan lapangan – membuat Bellerín memiliki cukup ruang untuk bergerak naik turun di sisi kanan permainan Arsenal. Bellerín leluasa ketika pemain di depannya memiliki gaya main seperti Ramsey. Sebaliknya, Bellerín kurang maksimal jika pemain di depannya bermain dekat dengan garis tepi. Tidak mengherankan jika kemudian pada pertandingan ini Bellerín menjadi salah satu pemain yang paling gemilang. Selain mencetak assist untuk Ramsey, Bellerín juga mencetak assist untuk gol kedua Arsenal; gol Alexis Sánchez yang menyamakan kedudukan setelah Tottenham berbalik unggul 2-1.


Chalkboard Bellerín

(Bukan) Salah Coquelin

Fakta bahwa kedua gol Tottenham Hotspur tercipta setelah Arsenal bermain dengan sepuluh orang akibat kartu kuning kedua yang diterima Francis Coquelin pada menit ke-55 membuat banyak pihak mengambil kesimpulan bahwa Tottenham berhasil mencetak gol karena menang jumlah. Tidak salah, namun tidak pula sepenuhnya tepat.

Tottenham mencetak kedua gol mereka ketika Arsenal masih menyesuaikan diri terhadap hilangnya Coquelin. Itu saja pengaruh hilangnya Coquelin dalam kedua gol Tottenham, tidak lebih. Tottenham bahkan tetap tidak leluasa memainkan bola di area tengah setelah Coquelin tidak ada. Secara taktikal Tottenham tidak berhasil memaksimalkan keluarnya Coquelin.


Grafis umpan Tottenham setelah Coquelin keluar

Gol pertama Tottenham, tendangan jarak dekat Toby Alderweireld yang bermula dari sepak pojok, tercipta karena kekalahan Gabriel Paulista dalam duel udara melawan Érik Lamela dan miskomunikasi antarpemain yang membuat Alderweireld bisa melepas tembakan tanpa kawalan pemain Arsenal mana pun. Gol kedua Tottenham, sementara itu, adalah kesalahan Kieran Gibbs yang tidak ikut bergerak ketika tiga pemain belakang Arsenal lainnya menempatkan Delle Alli dalam posisi offside. Alli yang tidak terjebak offside kemudian meneruskan bola kepada Harry Kane. Penjelasan taktikal berhenti sampai di situ karena setelah itu pengambilan keputusan dan skill Kane yang memainkan peran.

Kesimpulan

Arsène Wenger menurunkan susunan pemain dan memainkan taktik yang tepat. Para pemain Arsenal mengerahkan seluruh kemampuan terbaik mereka dalam pertandingan ini. Wenger dan semua pemainnya tidak memberi alasan kepada para pendukung Arsenal untuk menyuarakan hal-hal negatif. Semua, kecuali Francis Coquelin dan pengambilan keputusannya yang buruk. Andai Arsenal bermain dengan sebelas pemain hingga pertandingan usai, kedua gol Tottenham Hotspur mungkin tak akan tercipta.




=====

* Akun twitter penulis: @opiknsdq dari @panditfootball




(krs/krs)

Hide Ads