Genealogi Sepakbola Indonesia (Bagian 4): Klub-klub Bermula dari Surabaya

Genealogi Sepakbola Indonesia (Bagian 4): Klub-klub Bermula dari Surabaya

- Sepakbola
Senin, 08 Apr 2013 10:30 WIB
Ilustrasi: Soerabaja tempo doeloe
Jakarta -

Klub sepakbola pertama di Hindia Belanda adalah Victoria yang didirikan oleh John Edgar dan rekan-rekannya di HBS Surabaya. Sebelumnya sepakbola memang sudah dimainkan, tapi bukan oleh sebuah klub yang memang mengkhususkan dirinya pada sepakbola.

Di artikel sebelumnya telah disebutkan bahwa setidaknya ada tiga perkumpulan olahraga yang salah satu cabang permainan yang mereka nikmati adalah sepakbola [lihat artikel Genealogi Sepakbola Indonesia bagian 2 dan 3].

Ada beberapa catatan menarik terkait berdirinya klub sepakbola Victoria ini. Pertama, sebelum John Edgar sebenarnya sudah ada beberapa pemain yang fasih mengolah si kulit bundar. W. Berretty, dalam buku klasik 40 Jaar Voetbal in Nedelandsch-Indie 1894-1934, menyebut mereka yang sudah lebih berpengalaman main bola ketimbang Edgar sayangnya terlalu disibukkan oleh aktivitas pekerjaannya masing-masing.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kelak, lebih dari satu dekade setelah Victoria berdiri, seorang pegawai berusia 21 tahun datang di Hindia Belanda dan menjadi aktor utama munculnya kompetisi sepakbola di Semarang pada 1914. Dialah Ben Stom, pemain yang memiliki 9 caps di timnas Belanda, yang memutuskan pergi ke Hindia Belanda saat usianya masih sangat muda.

Kedua, tanggal berdirinya Victoria sendiri ternyata masih menyisakan pertanyaan. Pada artikel Genealogi Sepakbola Indonesia bagian 3, disebutkan Victoria berdiri pada 1894. Banyak artikel yang sejauh ini bisa diakses juga merujuk tahun 1894, termasuk dalam buku B.V.C. : 95 Jaar Oud : 1903-1998 [buku untuk memperingati 95 tahun Batavia Voetbal Club]. Di buku Berretty di atas juga terdapat sebuah foto lengkap para pemain klub Victoria yang bertitimangsa 1894.

Lepas dari perdebatan mengenai detil titimangsa berdirinya Victoria, satu hal yang perlu dicatat: klub ini tak bisa langsung menggelar pertandingan karena memang belum ada klub lain yang bisa diajak sebagai lawan tanding.

Awalnya sepakbola kurang mendapat animo yang begitu tinggi, namun akhirnya setelah sepakbola secara terus menerus dikenalkan oleh anak-anak Victoria, maka lahirlah sebuah klub baru di Surabaya yang bernama Sparta. Kehadiran Sparta itu disambut dengan gembira oleh masyarakat luas.

Undangan untuk bertanding akhirnya datang dari klub Sparta yang ditetapkan akan dilangsungkan pada bulan Juli 1896. Jadi, butuh waktu lebih dari satu tahun dari tanggal pendirian Victoria untuk sampai pada gelaran pertandingan sepakbola pertama kali di Surabaya dan Hindia Belanda.

Pertandingan antara Victoria dan Sparta ini menjadi momentum bagi kota Surabaya ketika itu. Sebuah pertandingan sepakbola akan menjadi hajatan besar di masa itu. Lapangan yang akan dipakai untuk bertanding dipercantik; suasana di sekitar tempat pertandingan penuh dengan warna hijau dan di mana-mana dipasang bendera serta umbul-umbul. Di sekitar lapangannya, dipasang pula kursi-kursi untuk para wanita dan pemgegang otoritas di sana. Korps musik juga ikut meramaikan pertandingan pertama ini.

Seluruh kota Surabaya dipenuhi oleh penonton yang ingin meyaksikan pertandigan Victoria vs Sparta ini. Surat kabar setempat seminggu sebelum pertandingan berlangsung sudah memuat berita-berita mengenai pertandingan ini sehingga orang-orang dapat mengetahui perihal pertandingannya.

Kesebelasan Victoria sebagian besar dihuni para pelajar H.B.S. Jongens dari kelas yang sudah lebih senior, sementara klub Sparta dihuni oleh pemain dari Belanda dan Inggris. Dalam pertandingan ini, Victoria berhasil mengalahkan Sparta dengan skor telak 6-1. Latihan yang rutin dan keras berbuah hasil yang manis untuk Victoria.

Dari Victoria sampai Bond-bond di Banyak Kota

Kemenangan Victoria atas Sparta membawa dampak yang cukup luas bagi klub tersebut, terutama bagi sang kapten dan para pemain itu sendiri. Kesempatan dan peluang besar terbuka untuk membangkitkan animo masyarakat terhadap olahraga sepakbola. Dalam beberapa hari setelah pertandingan itu, tidak kurang dari tujuh puluh orang mendaftarkan dirinya untuk berlatih sepakbola bersama klub Victoria. Mereka berlatih setiap siang hari di klub ini.

Lambat laun setelah sepakbola semakin berkembang, muncul klub-klub baru. S.I.O.D. [Scoren Is Ons Doel], Rapiditas, E.C.A. [yang didirikan oleh salah seorang pemain Victoria, F.H De Hoog], T.H.O.R, dan lain sebagainya. Dari kemunculan klub-klub sepakbola baru ini, akhirnya mulai banyak pertandingan yang dilangsungkan.

Victoria sebagai klub pelopor selalu memenangi pertandingan-pertandingan ini, dan dengan catatan menakjubkan: tidak pernah kemasukan gol. Victoria hanya kemasukan satu kali pada saat laga pertama melawan Sparta.

Untuk menyusun aturan dan perangkat pertandingan, maka dibutuhkan sebuah organisasi yang bisa mengatur jadwal dan pertandingan-pertandingan. Organisasi ini menaungi keberadaan klub-klub yang baru muncul pada saat itu.


Foto Sepakbola Paling Tua dalam Sejarah Sepakbola Indonesia


Foto di atas adalah potret para pemain klub Victoria yang didirikan oleh John Edgar dan teman-temannya di HBS Surabaya yang berhasil kami dapatkan -- dan sejauh ini bisalah dikatakan itulah foto tertua yang bisa mengisahkan sepakbola di negeri ini.

Seperti telah disinggung di atas, kapan persisnya Victoria berdiri masih menyisakan sedikit pertanyaan. 1894 atau 1995? Saya cenderung memilih 1894.

Di foto di atas, terdapat caption yang menunjukkan angka tahun 1894. Dan foto itu juga kami dapatkan dari buku terbitan tahun 1934 berjudul 40 jaar voetbal in Nederlandsch-Indie 1894-1934 yang disusun W. Berretty.

1894 dipilih Berretty sebagai periode awal studinya mengenai sejarah sepakbola di Hindia Belanda. Ini pilihan yang saya kira menggambarkan betapa Victoria memang berdiri pada 1894. Titimangsa 1894 dipilih Berretty sebagai awal mula studinya karena di tahun itulah untuk pertama kalinya berdiri klub sepakbola pertama di Hindia Belanda [bukan sekadar perkumpulan olahraga yang di dalamnya memuat cabang sepakbola].

Saya menduga tanggal 1 September yang disebutkan Berretty di dalam bukunya adalah titimangsa di mana Victoria mendapatkan pengakuan formal dari birokrasi kolonial. Sebagaimana yang terjadi pada Bataaviasche Cricket-En Football Club Rood-Wit yang didirikan pada 18 September 1893 tapi baru menjadi organisasi yang terdaftar secara resmi dalam birokrasi kolonial pada 25 April 1894.

Sayang sampai sejauh ini kami belum bisa mendapatkan arsip pemerintah Hindia Belanda yang bisa dijadikan rujukan untuk memastikan 1894 atau 1895.

Kolega kami, Jajang Nurjaman (@jjgnurjaman), arsiparis muda di Arsip Nasional Republik Indonesia [ANRI], juga mengakui minimnya sumber dokumen dan arsip pemerintah mengenai sepakbola di ANRI. Di sesela studinya di Universitas Leiden guna mengambil gelar master di bidang history and archival science, Jajang banyak membantu penelitian "sejarah [politik] sepakbola di Indonesia" [khususnya pada fase kolonial] yang kami lakukan dengan menelusuri jejak dokumentasi dan arsip kolonial mengenai sepakbola di Hindia Belanda. Dan koleksi terbanyak yang berhasil dia dapatkan kebanyakan adalah surat kabar-surat kabar lama atau buku-buku.

Foto di atas sendiri menarik untuk dicermati. Dari situ kita bisa membandungkan bagaimana kostum sepakbola di masa dulu. Terlihat para pemain Victoria mengenakan semacam topi kecil yang kadang membuat mereka terlihat jenaka. Di masa itu, topi demikian sudah lazim digunakan para pemain kriket -- dan lagi-lagi ini menjelaskan keterkaitan sepakbola dan kriket di awal perkembangannya.

Berretty menyebut bahwa di foto itu tidak ada petugas yang secara khusus menjadi wasit. Kemungkinannya di zaman itu memang belum ada orang yang bisa berperan sebagai wasit. Orang berdasi di foto di atas itulah yang jadi wasit dan --kata Berretty -- dia adalah orang yang kebetulan datang untuk menonton yang akhirnya diminta sebagai wasit secara sukarela.


Pada sekitar Februari tahun 1897, sebuah "organisasi" sepakbola pertama di Hindia Belanda mulai dibentuk. Para perwakilan klub-klub berkumpul tiap hari minggu di restoran Hellendoorn, Surabaya. Sayang sekali, aktivitas ini terhenti ketika John Edgar dan pemain lainnya harus kembali ke negeri Belanda untuk menyelesaikan ujian akhirnya. Juga beberapa pemain yang ikut kembali ke Belanda bersama orangtuanya.

Periode yang sedang dalam masa puncak, berhenti untuk sementara. Satu-satunya cara untuk mempertahankan eksistensi klub-klub yang ada adalah dengan berlatih sekuat tenaga secara terus-menerus. Orang yang berjasa yang bisa mempertahankan keberadaan klub-klub ini adalah De Hoog bersaudara. Edgar dan Dick de Hoog [nama terakhir ini kelak menjadi anggota Volksraad, semacam dewan perwakilan di masa itu] memiliki andil dalam mendirikan organisasi dan lalu tebentuklah klub-klub sepakbola lainnya, seperti THOR, ECA dan klub-klub lainnya.

Sementara itu, di kota-kota di belahan Hindia-Belanda lainnya seperti Batavia, Bandung, Medan, Semarang, dan lainnya, muncul bond-bond baru [yang seringnya berperan sebagai semacam federasi sepakbola kota], seperti: West Java Voetbal Bond (WJVB), SoerabajascheVoetbal Bond (SVB), Bandoeng Voetbal Bond (BVB), Semarang Voetbal Bond (SVB). Mereka secara berkala menggelar kompetisi yang mempertemukan satu sama lain. Di luar itu, mereka juga menggelar kompetisi di kota masing-masing, diikuti oleh bond-bond yang lebih kecil [bagian ini akan diuraikan dalam serial artikel selanjutnya].

Bond-bond itulah yang membuka jalan bagi kemunculan bond-bond sepakbola bumiputera [yang kelak kita kenal sebagai klub-klub perserikatan] yang akhirnya menumbuhkan animo dan kecintaan masyarakat luas di negeri ini atas sepakbola... sampai hari ini.


===

* Akun twitter penulis: @zenrs dari @panditfootball




Baca artikel sebelumnya:
Genealogi Sepakbola Indonesia (Bagian 1): Nusantara Bermain Bola
Genealogi Sepakbola Indonesia (Bagian 2): Sepakbola dan Kolonialisme
Politik sebagai Panglima Sepakbola Indonesia
Genealogi Sepakbola Indonesia (Bagian 3): Minke, Edgar, dan Sepakbola Anak-Anak Sekolah


(a2s/krs)

Hide Ads