Bagi penggemar rugbi, sepakbola adalah olahraga pengecut. Mereka merujuk bagaimana para pesepakbola yang langsung terjatuh dan kesakitan hanya karena sedikit kontak fisik. Tagline pamungkas dari rugbi untuk mengejek sepakbola adalah seperti ini: "We play rugby, the douchebags sport but played like a gentlemen!" -- Kami memainkan olahraga para brengsek. Tapi kami memainkannya dengan cara ksatria.
Hmm, menarik!
Memang Olahraga Penuh Risiko
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lagipula sepakbola memang benar permainan yang penuh dengan kontak fisik, bukan?
Pada tingkat-tingkat yang beragam, dari Premier League sampai Sunday League, risiko insiden cedera pada sepakbola lebih tinggi daripada di olahraga lainnya, termasuk bola basket, kriket, badminton, sepeda, judo, dan renang.
Bahkan risiko cedera pada sepakbola masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan olahraga yang penuh dengan kontak fisik seperti rugbi. Atau, bahkan jika dibandingkan dengan olahraga tinju, yang tujuan menangnya adalah untuk mengalahkan lawan secara fisik. Cedera juga biasa terjadi dengan rata-rata antara 9 sampai 35 kasus cedera setiap 1.000 jam permainan sepakbola.
Jika dirunut, akan banyak sekali jenis cedera pada sepakbola yang tergolong serius. Beberapa bahkan bisa disebut sebagai "career-ending tackles" yang memang benar-benar dapat mengakhiri karier seorang pemain. Tapi, meski mengalami cedera parah, pada mayoritas kasus, sang pemain bisa tetap merumput kembali.

Cedera ini sangat terkenal pada masanya. Sampai-sampai Sky Sports, yang sedang bertugas menyiarkan pertandingan itu secara langsung di televisi, keberatan untuk menyiarkan insiden itu dalam tayangan ulang dari jarak dekat (close-up).
Saking parahnya insiden tersebut, manajer Arsenal, Arsene Wenger, juga sampai kemudian meminta FA untuk menjatuhkan sanksi larangan bermain seumur hidup kepada Taylor.
Bagi para penonton di rumah, akan terlintas jelas pada pikiran mereka bahwa Eduardo kemungkinan tidak akan pernah bisa bermain sepakbola lagi. Atau, bahkan berjalan saja akan mustahil baginya.
Namun seperti yang kita semua tahu, satu tahun setelah kejadian tersebut, Eduardo bisa kembali bermain bersama Arsenal. Bahkan sekarang ia bermain secara reguler bersama timnya, Shakhtar Donetsk, dan sudah diturunkan pada 71 pertandingan dan mencetak 19 gol.
Kasus serupa juga pernah terjadi kembali di klub Arsenal, ketika bek dan kapten Stoke City, Ryan Shawcross, menekel dengan keras Aaron Ramsey sampai-sampai pergelangan kakinya patah.
Meskipun proses penyembuhannya memakan banyak waktu, namun setelah itu Ramsey dapat bermain lagi. Ia bahkan bisa tampil dengan lebih gemilang dan menjadi bintang andalan Arsenal dan tim nasional Wales di lini tengah.
Kepengecutan Sepakbola yang Sesungguhnya: Diving
Dari ilustrasi di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa sebenarnya sepakbola memang olahraga yang penuh risiko. Tapi, ketika cedera-cedera seperti di atas menjadi jarang terjadi, ada tren baru di sepakbola sekarang ini, yaitu meningkatnya kasus ketika pemain dengan sengaja memalsukan, atau berpura-pura, cedera.
Diving, atau terjatuh, atau yang lebih sopannya dikenal dengan bersimulasi, sudah menjadi tren yang marak pada sepakbola profesional. Akibatnya, tidak ada satupun dari kita yang tahu seberapa parah cedera yang dialami seorang pemain yang diving, dan bahkan apakah ia benar cedera atau tidak.

Diving biasanya membuat wasit (terpaksa) harus menghentikan permainan, entah untuk memberikan pelanggaran, ataupun memberikan waktu bagi pemain tersebut untuk mendapatkan perawatan cedera.
Perkembangan kasus seperti itu membuat para sport scientist di University of Portsmouth mengembangkan riset untuk mengelompokkan simulasi-simulasi di atas.
Jika terkait dengan tekel atau kontak fisik, sebuah studi oleh Paul Morris dan David Lewis menemukan bahwa terdapat empat buah cara yang biasanya para pemain lakukan untuk menipu wasit.
Diving kategori pertama, yang tercatat berkontribusi sebanyak 29 persen dari kasus diving yang ada, dinamakan "temporal continuity". Diving jenis ini adalah kasus ketika pemain meninggalkan terlalu banyak waktu antara kontak dan reaksi. Biasanya kasus ini akan terlihat jelas pada tayangan ulang dengan gerak lambat.
Kemudian yang kedua terbanyak adalah "archer's bow", atau pemain yang terjatuh ke belakang dan mengangkat tangannya untuk mendapatkan perhatian dari wasit.
Setelah itu, kategori yang ke tiga, dengan kontribusi sebesar 25 persen, adalah "ballistic continuity". Ini terjadi ketika hanya terdapat sedikit kontak, namun reaksi sang pemain berlebihan.
Lalu yang terakhir, Morris dan Lewis mengidetifikasi kasus yang mereka sebut dengan "contact consistency". Ini terjadi ketika seorang pemain menerima kontak di salah satu area tertentu, namun bereaksi di area yang lain, atau area kontak dan area reaksi tidak sinkron.
Sebuah contoh klasik dari kasus diving jenis terakhir ini adalah terjadi pada pertandingan Piala Dunia 2002, ketika Brasil menghadapi Turki. Saat itu pemain Turki, Hakan Unsal menendang bola ke arah kaki Rivaldo. Kemudian Rivaldo terjatuh dan malah bereaksi kesakitan di wajahnya. Unsal kemudian diusir, dan Brasil melaju memenangkan pertandingan.

Efek Diving pada Permainan Keseluruhan
Semakin meningkatnya frekuensi simulasi seperti ini membuat Morris dan Lewis menganalisa efek simulasi ini pada permainan itu sendiri.
Menggunakan empat kategori di atas, mereka menemukan bahwa terdapat perbandingan yang mencolok antara cedera sungguhan dan cedera bohongan pada rata-rata pertandingan, yaitu sebanyak satu berbanding 11.
Efek dari cedera-cedera bohongan ini adalah waktu menjadi banyak terbuang. Pada kasus-kasus tersebut, selain memaksa wasit untuk menghentikan pertandingan, diving juga membuat setidaknya physio harus masuk ke lapangan untuk melakukan perawatan.

Namun, sebanyak-banyaknya waktu tambahan yang diberikan, biasanya tidak akan sampai lebih dari 5 menit. Seringnya wasit akan memberikan 2-3 menit, atau 4 menit pada kasus khusus, dan jarang sekali sampai 5 menit.
Selain itu, Morris dan Lewis juga menghitung bahwa rata-rata dari 90 menit waktu pertandingan di Liga Premier Inggris, hanya terdapat waktu efektif sebanyak 86,5 menit saja. Apakah benar?
Well, sebenarnya pada Premier League musim 2010-2011, waktu rata-rata ketika bola benar-benar dimainkan hanyalah sebanyak 62 menit 39 detik, atau dua per tiga dari total waktu bermain 90 menit.
Dengan rata-rata tiket pertandingan Premier League kategori dewasa sebesar 48,90 poundsterling, artinya penonton akan membayar 16,30 pound sterling untuk menonton ball-boy mengembalikan bola ke lapangan, atau untuk menyaksikan para pemain bergoler-goler kesakitan di atas rumput. Padahal, hanya 8,33 persen saja kemungkinan mereka benar-benar cedera.
Adil?
====
* Akun twitter penulis @dexglenniza dari @panditfootball
(a2s/din)