Umumnya orang salah kaprah ketika menyebut libero dan sweeper. Jika mengacu pada posisi, libero dan sweeper punya makna yang sama: sendirian berada di depan kiper. Namun bila ditelaah lebih dalam, maka libero dan sweeper punya tugas dan peran berbeda.
Alangkah baiknya kita menelaah dulu evolusi pertama penggunaan seorang pemain di depan kiper, yang dewasa ini lazim disebut libero/sweeper. Sebenarnya ada istilah lain untuk sosok ini. Dalam bahasa sepakbola, ia dikenal dengan stopperspill.
Jika mengabaikan arti Libero/sweeper secara harfiah dan mengacu pada makna posisi stopperspill, maka salah besar jika menyebut Helenio Hererra sebagi penciptanya. Juga salah bila menyebut pencipta posisi pemain itu adalah Karl Rappan, seorang pelatih jenius asal Swiss.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebenarnya, dalam formasi WM yang populer di dekade 1920-an [baca artikelnya di sini], cikal bakal posisi seorang pemain berdiri di depan kiper ini sudah terbentuk. Dalam formasi WM, tiga bek sejajar di belakang membentuk pola itu dan stopperspill cenderung lebih bertahan.

Bila ingin bertahan (atau diserang), pelatih zaman itu akan memodifikasi pertahanan dengan menarik dua bek sayap merapat ke tengah. Sedangkan gelandang digeser seakan menjadi fullback. Lantas satu bek akan mundur ke belakang kedua bek sayap. Itulah yang disebut stopperspill. [Lihat gambar WM Defensif].
Sebaliknya, bila akan menyerang gelandang kembali ke posisi tengah dan bek sayap kembali sejajar dengan gelandang. Dalam situasi ini, seorang bek akan terlihat sebagai libero/sweeper yang berada di depan kiper. Stopperspill akan fokus bertahan di saat rekan-rekannya menyerang. [Lihat gambar WM Ofensif]
Kendati posisinya relatif serupa saat tim menyerang atau bertahan, peran stopperspill di era WM ini berbeda dengan verouller pada taktik Verrou ala Rappan atau libero pada taktik Catenaccio ala Hererra (baca artikelnya di sini).
Meski berposisi sebagai stopperspill, bukan berarti pemain bertugas menyapu bola seperti sweeper atau memiliki ruang gerak yang luas seperti libero. Lantas mengapa hal ini bisa terjadi? Maklum saja, pada masa itu masih lazim instruksi man to man marking.
Di zaman itu, pemain dengan pos stopperspill akan menjaga penyerang tengah lawan. Demikian pula bek sayap yang pasti mengawal penyerang luar lawan dan gelandang menutup penyerang dalam lawan sepanjang pertandingan.
Penyerang luar dan dalam kadangkala mundur ke tengah. Tapi penyerang tengah akan dipantek untuk terus berada di area kotak penalti lawan. Dia jarang mundur atau menjemput bola ke bawah. Tidak heran bila stopperspill akan selalu tinggal di belakang menjaga penyerang depan lawan hingga posisinya mirip libero/sweeper.[lihat gambar di bawah]

Stopperspill sebagai Bagian dari Perangkap Offside
Penempatan stopperspill di lini belakang sebenarnya untuk memanfaatkan aturan offside yang mengalami perubahan.
Sebelum 1926, offside terjadi bila bola dioper ke seorang striker yang berdiri di depan tiga pemain lawan [dua bek + kiper]. [Lihat grafik offside di bawah].
Pada 1926, aturan tersebut diubah. Bola dinyatakan offside bila seorang striker menerima umpan di depan lini belakang lawan yang menyisakan satu bek + kiper. Apabila lini belakang menyisakan dua bek maka bola berlaku onside.
Aturan offside yang baru ini memicu munculnya formasi WM ala Herbert Chapman. Ia salah seorang pelatih yang berhasil memanfaatkan stopperspill di lini belakang dan sukses bersama Arsenal pada era dekade 1920-an.

Itu sebabnya aplikasi taktik tiga bek sejajar pada formasi WM akan cenderung mendorong bek sayap naik lebih tinggi guna mengantisipasi perubahan aturan offside yang baru. Tim hanya menyisakan stopperspill di belakang untuk menjebak offside penyerang lawan.
Cikal bakal Libero dan Sweeper
Seiring perjalanan waktu, peran stopperspill dalam formasi WM tak semata menjaga penyerang tengah lawan. Sesekali, dia diizinkan naik ke depan menjadi gelandang dan membantu serangan. Tapi syaratnya, dia tak boleh terlambat kembali mengawal penyerang tengah lawan saat terjadi serangan balik.
Syarat yang wajib dimiliki pemain stopperspill adalah ketenangan, postur tegap, dan sundulan yang baik untuk mengantisipasi postur penyerang tengah yang tinggi ideal. Itulah syarat yang diajukan oleh pelatih timnas Indonesia era 50-70-an, Endang Witarsa.
Namun yang istimewa dari para pemain stopperspill adalah kemampuan kaki kiri-kanan yang hidup. Syarat ini mutlak mesti dipenuhi, karena stoperspill berperan memberi umpan panjang ke lini depan, khusunya penyerang sayap. Siapa sangka serangan dimulai dari seorang stopperspill.
Sekilas peran mereka mirip seperti libero, sweeper dan deep-lying miedlfider bukan? Ya begitulah sepakbola yang sebenarnya tak ada sesuatu yang murni baru. Evolusi selalu terkait dengan taktik sebelumnya.
===
* Akun twitter penulis: @aqfiazfan dari Pandit Football Indonesia
(a2s/din)