Riquelme, Playmaker Klasik yang Ditolak Eropa

Riquelme, Playmaker Klasik yang Ditolak Eropa

- Sepakbola
Selasa, 27 Jan 2015 15:35 WIB
Foto-foto: AFP
Jakarta -

"Nomor punggung 10 Boca Juniors adalah milik saya,” ujar seorang Juan Roman Riquelme ketika ia sempat menerima penolakan dari pejabat Boca Juniors untuk kembali ke klub tersebut.

β€œKetika ada pemain lain yang bisa mendapatkan lebih dari tiga Piala Libertadores bersama Boca, maka barulah mereka bisa mengklaim nomor tersebut.”

Riquelme memang bukan Diego Maradona. Namun, dalam urusan mengenang jersey bernomor punggung legendaris yang kerap diidentikkan dengan seorang pengatur serangan (playmaker) yang handal, nama Riquelme tak kalah harumnya di tanah Amerika Latin sana.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sosoknya yang sering berlari dengan kecepatan lambat, seolah menolak untuk ikut arus sepakbola modern yang menyaratkan bahwa ia harus dimainkan oleh atlet super fit yang mampu memainkan pressing tinggi, berlari sekencang mungkin, atau berdaya jelajah super.

Di antara playmaker lainnya, terutama yang berada di Eropa, Riquelme memang terlihat seperti seorang playmaker klasik yang didatangkan dari era ketika menikmati cerutu dan minum anggur masih menjadi norma bagi kebanyakan pemain.

Namun apa sebenarnya playmaker klasik dan apa yang membedakannya dari yang β€œmodern”?

Playmaker sendiri sering didefinisikan sebagai pemain yang memiliki daya kreativitas tinggi. Beberapa pengamat sepakbola menyebutkan playmaker adalah pemain yang berposisi di sentral lapangan tengah. Teori ini benar karena memang rata-rata playmaker adalah seorang gelandang.

Namun, ada sebuah aliran mengenai playmaker, bahwa dia bukan posisi melainkan peran. Playmaker adalah pemain yang paling menentukan permainan dengan banyaknya melakukan sentuhan dengan bola dan harus memilik keterampilan Individu dengan atau tanpa bola.

Salah satunya taktik sepakbola adalah masalah aksi dan reaksi, yang terus berubah dan terus berkembang dalam inovasi permainan. Lalu ketika metode permainan tampak telah mengambil alih dunia, dipuja, dan kadang dianggap bisa mengalahkan segalanya, maka seorang playmaker pun bisa berubah perannya.

Riquelme Playmaker Klasik



Terkenal saat bermain dengan Boca Juniors dan Villarreal, Riquelme juga bermain untuk Barcelona dan Argentinos Juniors. Sosoknya pertama kali β€œmuncul” di publik sepakbola karena aksinya di Piala Dunia 2006 ketika Argentina berada di bawah Jose Pekerman.

Mantan pemain Villarreal ini adalah kunci dalam urutan 25 operan yang dilakukan pemain Argentina saat Esteban Cambiasso mencetak gol kedua di pertandingan melawan Serbia.

Jonathan Wilson melalui kitabnya menyebut Riquelme sebagai yang terakhir sebagai playmaker klasik dan dia berbeda dengan Luka Modric yang sering disebut mirip dengan Riquelme. Modric cenderung lebih sibuk. Lebih sering berlari ke sana kemari dan dengan permainan dan tidak selalu bertumpu padanya. Riquelme sering menjadikan dirinya sebagai pusat permainan.

Para pemain yang menjadi seorang playmaker klasik benar-benar harus berpikir (terutama di Argentina), sebagai seniman yang menghasilkan kejeniusan individu tanpa harus menggunakan kecepatan dan tanpa banyak melakukan kontak fisik. Tapi, mereka juga menjadi pemain yang diharapkan paling konsisten di dalam lapangan.

Seiring berkembangnya taktik dan formasi, tipikal pemain seperti Riquelme mulai terkikis. Bahkan bisa dikatakan sulit untuk berkembang dan akhirnya punah.

Berapa banyak playmaker klasik yang pernah bermain untuk klub besar di salah satu liga top di Eropa hingga menjadi sukses? Kaka tentu menjadi salah satunya ketika ia masih bersama Milan.

Tapi Kaka bukanlah satu-satunya kreator permainan di klub itu. Kala itu Milan masih memiliki Andrea Pirlo yang juga menjadi pusat permainan. Kaka bukan satu-satunya sumber kreatif di tengah, dan Milan masih bermain bagus bahkan ketika Kaka memiliki permainan yang buruk.

Diego Ribas da Cunha menjadi contoh berikutnya -- pemain yang luar biasa berbakat, tetapi tidak berada di posisi terbaik sejak menandatangani kontrak di Juventus. Sementara itu, Francesco Totti saat bermain dapat bertransformasi, mulai dari menjadi seorang false 9, penyerang sayap, gelandang serang, dan ia juga mempunyai insting sebagai striker tanpa melulu sebagai trequartista.

Wesley Sneijder telah berkembang sebagai No. 10 dan dia juga bisa bermain di sayap jika diperlukan, seperti halnya Pavel Nedved. Pemain lain yang bermain sebagai playmaker adalah Cesc Fabregas, Steven Gerrard dan Frank Lampard.

Tetapi, mereka semua lebih lengkap sebagai pemain. Para pemain itu lebih sibuk dari orang-orang seperti Riquelme.

Yoann Gourcuff mungkin yang paling dekat dengan gaya playmaker klasik. Tetapi ia harus melakukannya di liga yang lebih baik --tanpa maksud mengecilkan Ligue 1 atau dalam sebuah turnamen Internasional-- sebelum ia benar-benar dianggap sebagai pemain kelas dunia.

Membedakan Playmaker Pengendali dan Playmaker Pembuat Umpan-Umpan Kunci

Pada dasarnya ada dua tipe playmaker; playmaker yang mengendalikan jalannya bola yang biasanya berposisi lebih dalam dan playmaker yang mengatur serangan ke kotak penalti lawan.

Tipe yang pertama biasanya memposisikan diri berada lebih ke belakang dan perannya mengatur tempo dan pola serangan. Sementara itu, yang kedua biasanya lebih ke depan, atau berada di antara lini tengah dan lini belakang lawan, dan lebih sering meliuk-liuk lalu melepaskan umpan terobosan atau umpan-umpan tajam.



Ada pemain yang bisa memerankan dua peran ini, bahkan ada juga yang memang mengombinasikan kedua peran ini. Yang harus diingat, playmaker, satu kata, tapi memiliki dua fungsi yang berbeda.

Sedikit mudah untuk mengetahui apakah seseorang adalah playmaker bertipe pengendali atau pemberi umpan kunci. [Baca ulasan lengkapnya di sini]

Seorang playmaker tipe pertama berhubungan dengan keseimbangan permainan. Mungkin Anda langsung berpikir tentang Xavi Hernandez (Barcelona) karena ia melambangkan keseimbangan. Pemain ini berada lebih dalam, bergerak perlahan-lahan ke tepi lapangan dan berusaha untuk memberikan umpan akurat ke rekannya setiap saat.

Perbedaan antara dia dan seorang playmaker seperti Mesut Oezil misalnya, adalah Oezil terlihat seperti menjaga penguasaan bola namun dapat memberikan umpan yang menembus jantung pertahanan secara mematikan. Tak heran jika Oezil menjadi penyumbang assist terbanyak untuk Real Madrid di musim terakhirnya.

Sayangnya, kedua tipe playmaker sering kali menerima kritik yang tidak adil karena dituntut untuk memberikan lebih banyak dari perannya.

Misalnya saja Kaka. Sewaktu di Madrid, bintang Brasil ini dengan mudah mendapatkan kritikan karena tidak mampu mengendalikan permainan. Padahal, ia bukanlah seorang playmaker pengendali.

Namun selama di Madrid Kaka sukses mencatatkan 23 gol dan 23 assist dari 85 penampilan di La Liga. Hal yang membuktikan jika ia lebih layak dikategorikan sebagai playmaker pemberi umpan kunci.

Hal sama terjadi pada Riquelme yang kerap diminta untuk melakukan hal-hal yang di luar kemampuannya sebagai playmaker klasik yang melakukan kedua peran, mengatur permainan sekaligus memberikan umpan kunci.

Pasalnya, nyaris tak ada lagi kata spesialis dalam dunia sepakbola modern dewasa ini, terutama di Eropa. Semua pemain dituntut untuk memberikan sesuatu yang lebih dari seharusnya.

Seorang fullback akan diminta menyerang dan memberikan umpan silang, sementara seorang penyerang pun bisa dituntut untuk menahan gerakan seorang gelandang serang.

Seorang pemberi umpan kunci diminta untuk memiliki keterampilan menggiring bola yang baik sementara si gelandang pengatur permainan diminta untuk memiliki kesadaran bertahan lebih dalam.

Dengan kata lain, seorang Riquelme yang berada di Eropa akan diminta untuk turun lebih dalam dan bertahan dengan baik. Atau, ia bisa tetap di area sepertiga lapangan akhir namun mengembangkan kemampuan untuk menghilangkan penguasaan bola lawan ketika duel satu lawan satu.

Tapi Riquelme tidak bisa melakukan keduanya kemudian kembali ke Argentina di Boca Junior.

Setidaknya hal inilah yang terlihat ketika ia meninggalkan Eropa tahun 2008 di usia 29 tahun. Usianya yang tergolong masih prima untuk seorang pemain tengah seolah mengartikan bahwa bukan kemampuan fisik yang membuatnya tersingkir, tapi karena ia tidak bisa beradaptasi dengan mudah sesuai perubahan fungsi playmaker.

Di tulisannya di The Guardian, Jonathan Wilson mengatakan bahwa ketika ia berada di Argentina, ia melihat masih banyak tim yang mengunakan playmaker klasik. Playmaker yang beroperasi sendirian di belakang dua penyerang. Dan menjadi keputusan yang tepat jika Riquelme memutuskan kembali ke Boca Junior.

Oezil dan Kaka sepenuhnya mampu menggiring bola meninggalkan lawan mereka, sementara Xavi dan Modric dapat bermain bertahan dan mengatur permainan. Riquelme? Ia hanya menjadi pemain yang setia menjadi playmaker klasik. Mencoba terus merawat gaya bermain yang pertama kali ia kenal.

Dan jangan heran jika di era sepakbola modern kita tidak akan menemukan kembali New Rui Costa atau New Riquelme. Kini yang ada hanyalah New Cristiano Ronaldo dan New Lionel Messi.


===

* Pandit Football Indonesia mengkhususkan pada analisis sepakbola, meliputi analisis pertandingan, taktik dan strategi, statistik dan liga, serta mengamati aspek kultur, sosial, ekonomi dan politik dari sepakbola. Twitter: @panditfootball Facebook: panditfootball Website: www.panditfootball.com.


Lihat juga:
Infografik Juan Roman Riquelme


(roz/a2s)

Hide Ads