Cameo Pamungkas Steven Gerrard

Cameo Pamungkas Steven Gerrard

- Sepakbola
Selasa, 24 Mar 2015 10:02 WIB
Foto-foto: Reuters
Jakarta -


Do not go gentle into that good night
Old age should burn and rage at close of day
Rage, rage against the dying of the light
~ Dylan Thomas (1914 - 1953)

Narasi kepahlawanan Steven Gerrard sudah diguratkan sejak jauh-jauh hari. Suporter Liverpool percaya bahwa, dalam partai terakhirnya menghadapi Manchester United, Gerrard akan mencetak gol kemenangan di Anfield, lalu berlari ke sudut lapangan dan memberi salam lima jari ke arah The Kop. Mencium kamera opsional. Media-media Inggris telah mengipasi narasi ini dalam seminggu terakhir. Hampir semua orang percaya. Fans Manchester United tak terkecuali. Mereka tahu betul bahwa Gerrard gemar mencetak gol ke gawang mereka seperti halnya Popeye gemar makan bayam.

Jika empat hari lalu anda mengatakan bahwa Gerrard akan dimasukkan sebagai pemain pengganti dan diusir dari lapangan dalam di bawah satu menit, maka anda akan dituduh terlalu sering menghirup lem Aica Aibon. Tapi memang realita kadang lebih aneh dari fiksi. Belum ada keringat yang mengucur dari tubuh Gerrard. Baju merahnya masih bersih dan tak bernoda. Tapi wasit Martin Atkinson mengeluarkan kartu merah dan Gerrard harus keluar pertandingan. Tiga puluh delapan detik. Lupakan Pele, bahkan anak kecil yang digandeng oleh Jordan Henderson di awal pertandingan lebih lama berada di lapangan dibanding Gerrard.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Cara termudah untuk mencari kambing hitam dari kekalahan tentu saja dengan menyalahkan wasit, tapi bahkan Gerrard sadar bahwa jika ada yang harus disalahkan dalam insiden tersebut, itu pasti dirinya. Ia minta maaf seusai pertandingan bahwa dirinya telah mengecewakan rekan setim dan suporter. Manajer Liverpool, Brendan Rodgers mengatakan bahwa Gerrard frustrasi karena performa timnya di babak pertama yang gagal memenangkan duel bola. Jamie Carragher juga mengatakan hal yang sama dalam kapasitasnya sebagai komentator.

Sepanjang karirnya, Gerrard tujuh kali diusir wasit dalam pertandingan Premier League. Kartu merah pertamanya didapatkan pada derby Merseyside melawan Everton ketika ia berusia 19 tahun. Situasinya mirip. Gerrard dimasukkan sebagai pemain pengganti dan diusir wasit usai tekel brutal terhadap Kevin Campbell. Belakangan Gerrard mengakui bahwa dirinya frustrasi tak diturunkan sebagai starter pada partai itu dan ingin membuat dampak cepat ketika dimasukkan. Tentu saja kartu merah bukan dampak yang ia perkirakan.

Siapa yang sangka bahwa 15 tahun kemudian, dalam insiden yang besar kemungkinan akan menjadi kartu merah terakhirnya di Premier League, situasi yang serupa kembali terulang pada Gerrard. Hampir seperti film Hollywood.

Kenyataannya memang jika ada satu pemain di era Premier League yang paling dibuatkan biopik oleh Hollywood, pemain tersebut haruslah Gerrard. Eric Cantona punya kharisma, Alan Shearer punya insting gol, Thierry Henry punya kelas, tapi hanya Gerrard yang punya narasi paling klop.

Plot dramatis dengan klimaks di penghujung adalah formula klasik film Hollywood dan narasi cerita Gerrard cocok dengan pakem ini.

Istanbul. Olympiakos. West Ham. Hanya untuk menyebut beberapa. Terlalu sering Steven Gerrard terlibat dalam aksi super heroik seorang diri, adalah sebuah hal yang sukar dipercaya bahwa Marvel belum mengontraknya untuk masuk The Avengers. Sosoknya vital, inspirasional, hampir mythical. Gerrard gabungan Michael Jordan di Space Jam, Leonidas di 300, Ozymandias di Watchmen, dan Steven Seagal di…..well, semua filmnya Steven Seagal.



Bisa dimengerti mengapa para fans Liverpool mencintai Gerrard seperti mereka mencintai saudara kandung sendiri. Anda selalu ingin melihat pemain yang tak hanya berkualitas tinggi secara skill, tapi juga selalu bermain konstan dengan level semangat yang layak untuk merepresentasikan klub anda. Sama seperti John Terry di Chelsea dan Gary Neville di Manchester United, Gerrard adalah anak kampung setempat yang selamanya akan lekat di benak para suporter native sebagai “salah satu dari kita”. Tak ada yang lebih membanggakan daripada melihat “salah satu dari kita” menjadi pahlawan.

Gerrard bisa menganggap dirinya tidak beruntung karena tidak punya titel juara liga bersama Liverpool, namun ia tak perlu gusar karena namanya akan selamanya abadi karena Istanbul. Tapi ketidaksempurnaan Gerrard dalam hal juara liga ini yang membuat Gerrard adalah salah satu pemain paling ikonik dalam sejarah Premier League. Apalagi jika skupnya diperlebar lagi, Gerrard tak hanya sekali terlibat dalam insiden komikal yang jelas akan masuk ke dalam cerita rakyat Premier League di masa depan.

Sama seperti ia berulang kali menjadi superhero bagi Liverpool, ia juga beberapa kali menjadi badut bagi klubnya. Backpass kepada Thierry Henry tahun 2005. Backpass kepada Didier Drogba tahun 2010. The Great Slip musim lalu. Dan ketika kita mengira bahwa sudah cukup panjang daftar cegukan yang dilakukan Gerrard, datang lelucon kartu merah kilat. Ia tak pernah berhenti untuk membuat orang menggelengkan kepala di dua kutub yang berbeda.

Hal ini menempatkan Gerrard dalam posisi yang tidak lazim. Karena kualitas skill dan catatan golnya, Gerrard adalah nemesis bagi banyak tim. Namun ketika di satu sisi nama Gerrard identik dengan aksi heroik, di sisi lain juga nama Gerrard bisa mengundang tawa. Bagi fans netral, misalnya, selama setahun terakhir, jika menyebut nama Gerrard, maka yang akan pertama kali terlintas di kepala adalah “terpeleset”.

Para fans Manchester United pun wajar jika bingung menempatkan Gerrard di keranjang yang mana. Di satu sisi, total 9 gol yang dicetak Gerrard ke gawang United sepanjang karirnya plus dari betapa tidak sukanya ia dengan United (ia tak pernah bertukar kaos usai pertandingan dengan pemain United) cukup untuk membuatnya masuk kategori nemesis. Namun jika bukan karena Gerrard musim lalu, 18 + 5 sudah berubah menjadi 19 + 5. Mungkin suporter United perlu memberikan Lifetime Achievement Award kepadanya sebagai tanda terima kasih.

Panggung sudah disiapkan dan semua pemeran pembantu sudah siap untuk satu adegan terakhir dari The Mighty Steven Gerrard, tapi apa daya, rupanya sang aktor salah membaca naskah. Dalam satu pertunjukan pamungkas di mana seharusnya ia menjadi pemeran utama, Gerrard akhirnya harus puas hanya menjadi cameo yang muncul sekilas.

Dirinya akan dirindukan dalam partai-partai Liverpool vs Manchester United mendatang karena apalah artinya North West Derby tanpa legenda seperti Steven George Gerrard MBE.

NB: Artikel ini dirancang sedemikian rupa untuk selesai dibaca dalam tempo 38 detik sebagai penghormatan kepada Steven Gerrard.




====

* Penulis adalah satiris dan penulis sepakbola, presenter BeIN Sports Indonesia. Bisa dihubungi melalui akun twitter @pangeransiahaan

(krs/a2s)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads