Lin Jarvis membuat pernyataan mengejutkan. Bos Yamaha itu mengaku tak pintar memilih pebalap seperti halnya Alberto Puig selaku manajer Repsol Honda. Benarkah?
Jarvis adalah orang lama di Yamaha dengan jabatan kini Managing Director. Di tangan dialah, keputusan apapun terkait kiprah Yamaha di MotoGP dipegang. Dia memang meniti karier di pabrikan asal Jepang itu dari bawah, dengan beberapa jabatan pernah dipegangnya.
Bersama Jarvis-lah, Yamaha yang baru masuk ke MotoGP pada 1999 bisa langsung berada di jajaran papan atas, bersaing dengan Honda dan Ducati. Salah satu momentum dalam kariernya adalah saat memboyong Valentino Rossi dari Honda pada 2004.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah itu, Rossi berjaya empat kali sebagai juara dunia bareng Yamaha. Tak cuma Rossi, Jorge Lorenzo bisa ada di Yamaha juga karena pengaruh Jarvis sebelum menjadi juara dunia pada 2010, 2012, dan 2015.
Selama Jarvis berada di posisi teratas tim Yamaha Factory Racing, ada tujuh gelar juara dunia pebalap dan tujuh gelar juara dunia konstruktor mampu dicapainya. Melihat CV Jarvis tersebut, tentu tak diragukan lagi kalau dia ada di balik sukses Yamaha.
Tapi, Jarvis justru mengaku kalau dia sebenarnya tidak piawai dalam memilih pebalap. Dia tidak punya insting layaknya manajer Honda, Alberto Puig, yang memang mantan ride dan lebih peka dalam hal mencari bibit baru. Marc Marquez adalah contohnya yang dibina Honda sebelum naik kelas ke MotoGP dan merajai ajang itu.
"Saya tidak jenius dalam memilih pebalap muda. Saya bukan orang yang bisa melihat bakat bocah 13 tahun. Jika Anda ingin mencari orang seperti itu, maka Alberto Puig lah orangnya. Dia contoh yang bagus untuk seseorang yang secara teknik bagus karena dia mantan pebalap, yang mampu merekrut beberapa pebalap sukses. Tapi, saya tidak punya skill seperti itu," ujar Jarvis dalam wawancara dengan podcast MotoGP.
"Apa yang saya lihat, kami biasanya melihat dulu karier si pebalap sebleum di MOtoGP, seperti Moto2 dan juga di awal karier MotoGP. Rider yang bertalenta, cepat, punya movitasi tinggi, dan bergairah. Ada banyak memang pebalap seperti itu, tapi sedikit yang bisa jadi juara dunia," sambungnya.
"Salah satu yang bisa seperti itu adalah Jorge. Karena dia pernah berjaya di kelas 250cc, kami pun cepat-cepat mengontraknya karena tahu dia bagus. Dia punya gairah tinggi, hasrat untuk menang. Ada banyak pebalap bertalenta, tapi sedikit yang punya faktor pendukung itu, sedikit kemampuan lebih yang ada cari. Bagaimana Anda melihatnya? Sulit dikatakan, tapi Anda bisa merasakannya, melihatnya."
Setelah Lorenzo pergi, Yamaha menunjuk Maverick Vinales sebagai pendamping Valentino Rossi. Bisakah Vinales membawa Yamaha berjaya lagi? Kita tunggu saja.
(mrp/pur)