Di kalangan para pewarta Hendra tidak dikenal sebagai sosok yang banyak omong. Ditanya satu kalimat, bisa jadi dia akan menjawab dengan ya, tidak atau satu kata yang sekiranya mewakili keinginan dia.
Salah satu pengecualian yang diingat detiksport adalah ketika pemain 29 tahun itu kehilangan handphone-nya di ruang ganti di Sports Mall Kelapa Gading, Jakarta, saat berlangsung kejuaraan beregu antarnegara Axiata Cup pada Maret 2012. Kala itu ia terbilang banyak omong kepada media saat menceritakan musibah kehilangannya tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Situasi muncul karena penampilan mereka setelah meninggalkan pelatnas naik turun. Cedera lutut Kido menjadi pengganggu. Berat badan kedua pemain itu juga mulai tak terkendali. Segala cara dicoba, termasuk rolling posisi --Hendra jadi tukang gebuk, Kido mengisi lini depan-- tak membantu naiknya prestasi.
Lagipula, mengejar apalagi. Toh, hampir semua gelar individu bergengsi sudah ada di tangan. Ada mitos, susah untuk melengkapi gelar pribadi individu. Boleh jadi juara Olimpiade, tapi All England nanti dulu. Atau sebaliknya. Taufik Hidayat misalnya, punya sederet torehan apik tapi minus All England. Juga Susi Susanti yang berjaya di semua turnamen tapi tak punya medali emas Asian Games.
Nah, Kido/Hendra tak terkalahkan di level Asia Tenggara SEA Games. Mereka mengoleksi enam medali emas, dengan rincian tiga dari kategori beregu (2007, 2009, 2011) dan tiga nomor perorangan (2005, 2007, 2009).
Asia juga sudah ditaklukkan. Keduanya menjadi pemilik medali emas Asian Games 2010 di Guangzhou. Medali emas Kejuaraan Dunia tak cuma didapatkan sekali. Kido/Hendra mendapatkannya pada 2007 di Kuala Lumpur. Puncak prestasi keduanya diukir di Beijing saat Olimpiade 2008. Mereka menjadi penyelamat tradisi emas Indonesia.
Namun setahun setelah menjadi pahlawan di Athena, Kido akrab dengan cedera. Hendra pun setia mengikuti Kido untuk berkarier di luar pelatnas. Hanya saja, keduanya bukan lagi ganda putra yang ditakuti.
Torehan kurang apik itu membuat resah Hendra. "Saya belum juara All England. Saya ingin kembali ke pelatnas untuk bisa juara," ucapnya waktu itu.
Curhat itu sampai juga di telinga PBSI. Kebetulan PBSI merombak kekuatan ganda putra setelah ganda harapan Bona Septano dan Mohammad Ahsan tak juga bikin ledakan. Lewat konferensi pers di PBSI pada akhir Agustus PBSI mengumumkan Hendra dipasangkan dengan Ahsan.
Tak butuh waktu lama, Ahsan/Hendra langsung klop. Sinyal positif ditunjukkan saat keduanya diterjunkan di grand prix Australia Terbuka 2013. Di turnamen perdana itu mereka jadi runner-up.
Naik kelas ke super series Ahsan/Hendra tak kagok. Keduanya langsung naik podium pada Malaysia Terbuka. Indonesia Terbuka juga jadi panggung mereka. Sekali lagi Hendra menjadi juara dunia. Ahsan/Hendra mengukuhkan sebagai kekuatan paling ditakuti sepanjang 2013 dengan menjadi jawara Super Series Final Masters di pengujung tahun.
Perjalanan tak mulus untuk keduanya di tahun ini. Performa Ahsan mulai menurun lantaran cedera punggung. Tapi Hendra adalah sosok pendiam yang kokoh berdiri di atas tekad. Dia mengingat lagi alasan utama kembali ke pelatnas. Dia ingin jadi juara All England.
Semangat itu diungkapkan kembali tepat setelah kelahiran bayi kembarnya pada pertengahan Februari lalu. "Belum lengkap, โkan belum juara All England," ucap Hendra.
Keinginan besar itu terjawab Minggu (9/3/2014). Hendra menjadi salah satu ganda putra "Merah Putih" yang sukses mengoleksi gelar juara All England setelah menumbangkan ganda Jepang Hiroyuki Endo/Kenichi Hayakawa (Jepang) dengan skor 21-19, 21-19 di National Indoor Arena, Birmingham, Minggu (9/3/2014).
Gelar yang istimewa karena sekaligus menjawab paceklik gelar ganda putra Indonesia selama 11 tahun lamanya. Gelar pribadi Hendra pun kian lengkap.
"Target selanjutnya adalah Piala Thomas dan Asian Games. Jadi kami bersiap untuk kedua turnamen penting ini. Kami ingin sekali bisa menjadi juara lagi," ucap ipar eks pebulutangkis nasional Hendrawan itu.
ย
(fem/a2s)