Sukses Praveen Jordan/Debby Susanto menjadi juara All England 2016 mengakhiri paceklik gelar dari nomor ganda campuran. Hasil positif itu sekaligus membuat Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir tak melulu berjuang sendirian.
Praveen/Debby menjadi juara All England usai mengalahkan pasangan Denmark, Joachim Fischer Nielsen/Christinna Pedersen, dengan skor 21-12, 21-17 di babak final pada 13 Maret. Mereka menghabiskan waktu selama 43 menit untuk menjadi kampiun.
Gelar juara itu mempunyai makna bertubi-tubi bagi Praveen/Debby dan sektor ganda campuran Indonesia. Titel tersebut menjadi koleksi pertama Praveen/Debby dari turnamen level Superseries dan di atasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasil itu sekaligus menjadi raihan gelar terakhir Tontowi/Liliyana dan ganda campuran Indonesia. Artinya sudah 11 bulan Indonesia tak meraih gelar dari nomor ganda campuran.
Bahkan, gelar juara superseries sudah lebih lama lagi didapatkan. Yakni, pada Prancis Terbuka 2014 di bulan Oktober. Setelah itu, Tontowi/Liliyana tak pernah naik podium tertinggi Superseries lagi.
Usia Liliyana yang terus bertambah dan menurunnya penampilan Tontowi setelah menikah menjadi sorotan. Apalagi mereka mempunyai musuh bebuyutan yang tak pernah lagi bisa dikalahkan, Zhang Nan/Zhao Yunlei.
Situasi itupun memantik kekhawatiran publik menjelang Olimpiade 2016 Rio de Janeiro. Padahal, PBSI mengandalkan Tontowi/Liliyana bersama Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan sebagai penyumbang medali emas.
Jika dihitung Liliyana memang sudah cukup lama menyandang beban itu, Liliyana menjadi ujung tombak sejak dia sukses meraih gelar juara dunia bersama Nova Widianto di tahun 2005 alias 11 tahun lalu.
Yoppy Rosimin, ketua umum PB Djarum, yang sekaligus menjabat sebagai ketua bidang Pemasaran & Sponsorship PP PBSI menyebut keberhasilan Praveen/Debby menjadi sinyal positif untuk menatap turnamen-turnamen mendatang.
"Mestinya berdampingan dengan Owi/Butet, kalau ada dua tombak makin baik," kata Yoppy.
(fem/krs)











































