Ihsan dkk. Masih Harus Tambah Jam Terbang

Ihsan dkk. Masih Harus Tambah Jam Terbang

Novitasari Dewi Salusi - Sport
Senin, 23 Mei 2016 12:41 WIB
Foto: PP PBSI
Jakarta - Tunggal putra jadi titik lemah Indonesia dalam kekalahan di final Piala Thomas. Kematangan belum tampak dari pemain-pemain muda yang masih butuh jam terbang.

Indonesia belum mampu mengakhiri puasa gelar Piala Thomas yang sudah berlangsung selama 14 tahun. Tampil di babak final, Minggu (22/5/2016), tim 'Merah Putih' kalah 2-3 dari Denmark.

Tiga kekalahan yang ditelan Indonesia didapat di sektor tunggal putra. Tommy Sugiarto, Anthony Sinisuka Ginting, dan Ihsan Maulana Mustofa tak mampu mengatasi lawan-lawannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mantan pebulutangkis Indonesia, Susy Susanti, secara khusus menyoroti penampilan tiga tunggal muda Indonesia yaitu Anthony, Ihsan, dan Jonatan Christie. Ketiganya dinilai masih perlu menambah jam terbang untuk meningkatkan kematangan di atas lapangan.

"Mereka masih kurang jam terbang dan pengalaman, juga tanggung jawab. Itu semua butuh proses. Karena banyak dari mereka yang baru pertama kali ikut Piala Thomas," ucap Susy saat berbincang dengan detikSport.

"Memang untuk pertandingan beregu dan perorangan itu sangat berbeda. Pertandingan beregu ini kan menyangkut tim. Satu pemain menang belum tentu mempengaruhi yang lain. Tapi satu pemain kalah belum tentu juga berpengaruh. Jadi setiap pemain itu harus kuat, betul-betul punya tanggung jawab yang besar, dan kekompakan tim juga sangat menentukan. Kadang-kadang ada juga kan suatu negara yang kuat secara perorangan tapi secara tim belum tentu lebih baik."

Belum matangnya permainan tunggal putra muda Indonesia tampak jelas dalam partai final. Anthony yang turun di partai ketiga kesulitan mengimbangi Jan O Jorgensen yang berperingkat lima dunia. Sementara Ihsan yang tampil di laga penentu tak mampu meladeni Hans-Kristian Vittinghus, pemain senior Denmark yang kini menghuni ranking 13 dunia.

Susy menilai kematangan seorang pemain membutuhkan proses. Karena itu, pengalaman jadi modal utama untuk meningkatkan kualitas. Bukan cuma soal jam terbang, faktor teknik dan fisik juga harus diasah.

"Selain jam terbang, teknik dan fisik mereka harus terus diasah karena kematangan seorang pemain itu butuh proses. Dan itu terlihat. Ambil contoh Anthony. Kita lihat dia di pertandingan-pertandingan sebelumnya dia cukup baik. Tapi saat melawan Jorgensen, kita lihat Anthony masih kalah kelas. Permainan Anthony tidak bisa berkembang seperti biasanya. Itu faktor kematangan seorang pemain. Sedangkan Jorgensen adalah pemain senior yang cukup baik. Dia benar-benar bisa tenang dan mendikte permainan Anthony," lanjut istri Alan Budikusuma itu.

"Di samping soal mental, kematangan pukulan dan strategi juga perlu diperbaiki. Pemain muda itu seringnya kalahnya di situ, kalah matang, kalah siap, kalah tenang, kalah dalam menerapkan strategi. Ketika strategi yang disiapkan sudah ditebak lawan, pemain muda seringnya masih kebingungan mengubahnya. Karena kurang pengalaman kemudian jadi sering ragu-ragu dan permainannya tidak berkembang semua," imbuh Susy.

(nds/cas)

Hide Ads