All England 1979 menjadi turnamen paling mengesankan bagi Imelda. Saat Olimpiade belum memperebutkan medali dari bulutangkis, All England menjadi turnamen paling bergengsi dalam jagat olahraga tepok bulu.
Imelda menjadi ratu Indonesia pada zamannya. Dialah pebulutangkis wanita pertama 'Tanah Air' yang meraih dua gelar sekaligus dalam satu turnamen All England. Perempuan kelahiran Tegal, Jawa Tengah 65 tahun lalu itu menjadi juara ganda putri bersama Verawaty Fajrin kemudian menggapai juara ganda campuran bersama Christian Hadinata pada tahun 1979.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sudah begitu Indonesia keluar menjadi juara tunggal putra lewat Liem Swie King dan ganda putra melalui Tjun Tjun/Johan Wahjudi. Dengan empat gelar juara Indonesia menjadi juara umum. Satu-satunya gelar juara yang lepas adalah dari tunggal putri yang didapatkan oleh Lenne Kopen (Denmark).
Saat itu, kata dia, memang persiapannya sangat luar biasa berat. Sejak proses latihannya hingga mendapat sparring partner atlet laki-laki. Tak ayal, latihan yang dilakukannya pun mengikuti program atlet laki-laki.
" Memang sangat tidak mudah karena setelah saya meraih dua gelar itu sekaligus, pada All England selanjutnya tidak pernah juara lagi. Prestasi tertinggi itu hanya sampai pada final atau semifinal saja. All England itu memang kelihatannya mudah tetapi sulit. Itu saking bergengsinya," ungkap peraih piala uber 1975 ini.
Menurut Imelda, untuk bisa bertanding di sana tidak cukup hanya siap segi teknik dan fisik saja tetapi harus dibekali mental dan pengorbanan juga. Imelda ingat pertama kali ikut All England pada tahun 1975, dia harus menunggangi pesawat murah.
"Soalnya waktu zaman kita itu tidak punya duit. Jadi, pesawat murah dan kecil yang jarak kaki juga sempit. Setelah sampai di sana pun, kami sampai buat komitmen sebelum berangkat bahwa kita ke sana tidak boleh jalan-jalan atau belanja sampai final. Karena kalau sudah final pasti kita semakin fokus. Jadi sampai seperti itu, bahkan latihan digenjot terus sampai sepekan penuh," ungkap dia.
"Jadi waktu pertama-tama memang sengsara banget. Karena kendala kan banyak banget kan, makanan, tidur, jadi luar biasa sekali. Belum yang kadang-kadang overconfidence pun malah kalah.
"Tetapi ya itulah momen terindahnya. Apalagi, kalau melihat bahwa sampai hari ini belum ada yang mendapatkan yang sama seperti yang saya dapatkan. Berarti pencapaian itu menjadi moment terbaik saya yang belum terpecahkan," ucap dia.
Selain itu, All England memiliki daya pikat tersendiri bagi setiap atlet bulutangkis. Karenanya, saat memasuki Wembley Arena--sekarang sudah pindah ke Indoor Arena Birmingham-- setiap atlet merasakan atmosfer yang berbeda dari turnamen pada umumnya.
"Waktu pertama kali saya masuk lapangan itu memang merasakan aura berbeda, kayak pas masuk langsung greengggg begitu. Kalau di Birmingham itu kan memang besar, tapi lebih angker di Wembley, " ujarnya kemudian tertawa.
"Soalnya tempatnya kuno tapi ya begitulah. Merinding juga. Makanya, seperti yang saya katakan tadi menjadi juara di sana tidak hanya satu segi saja. Mental juga harus siap dan memang kitanya harus siap," tutur Imelda yang kini menjadi petinggi di PB Jaya Raya Jakarta itu.
Dia pun berharap All England tahun ini bisa memboyong minimal satu gelar dari dua sektor andalan, yaitu ganda campuran atau ganda putra.
"Kalau sektor putri karena masih muda-muda semua, jadi mungkin cari pengalaman dulu. Kalau ganda putri bisa sudah lumayan, tetapi ngambil gelar mungkin di ganda putra dan ganda campuran karena memang dari dulu dari sektor sana terus kan yang menjadi andalan," tutur dia.
(mcy/fem)











































