8 Piala All England Tersimpan dengan Baik di Rumah Rudy Hartono

Terjebak Nostalgia All England

8 Piala All England Tersimpan dengan Baik di Rumah Rudy Hartono

Femi Diah - Sport
Jumat, 10 Mar 2017 19:20 WIB
8 Piala All England Tersimpan dengan Baik di Rumah Rudy Hartono
Foto: Rengga Sancaya
Jakarta - Rekor Rudy Hartono di All England belum terpecahkan. Delapan piala sebagai juara ajang bulutangkis tertua disimpan dengan baik di kediamannya.

Sejak memutuskan untuk menjadi pemain profesional bulutangkis, Rudy, 57 tahun, langsung memasang target untuk menjadi juara All England. Ajang itu menjadi kejuaraan palisng bergengsi. Federasi bulutangkis dunia belum baru mulai menggelar Kejuaraan Dunia 1977 dan bulutangkis baru dihelat di Olimpiade pada 1992.

Bhkan sampai saat ini, All England masih dianggap sebagai kejuaraan prestisius bagi para pemain bulutangkis dunia. Ajang itu dianggap selevel grand slam Wimbledon pada tenis. Sebagai kejuaraan klasik dengan aura magis, setiap pemain ingin mencatatkan diri sebagai juara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"All England itu kejuaraan yang bergengsi, seperti Wimbledon pada tenis. Kalau sudah jadi juara maka seorang petenis akan mengincar juara sesering mungkin," kata Rudy dalam obrolan dengan detikSport, Jumat (10/3/2017).

Dengan motivasi itu, Rudy berhasil menjadi juara sejak penampilan pertamanya di All England pada 1968. Rudy sekaligus mencatatkan diri sebagai juara All England termuda kala itu, umur 18 tahun dan tujuh bulan.

[Baca Juga: Semua Mata ke All England, Taufik Hidayat: Semua Karena Rudy Hartono]

Namun Rudy tak mau berhenti di sana. Dia melanjutkan sukses tersebut sampai enam tahun beruntun. Rudy pun tercatat sebagai pemulik juara All England tujuh kali beruntun (1968-1974). Saat tampil dalam All England ke delapan pada 1975, gelar juara lepas dari tangan Rudy. Dia dikalahkan pemain Denmark, Svend Pri di final.

"Kenapa saat itu saya kalah di final? Sulit untuk mempertahankan juara tujuh kali beruntun. Sudah tujuh kali juara itu sulit untuk mempertahankannya pada tahun ke delapan. Bahkan sampai saat ini belum ada lagi kan yang mampu menyamai rekor saya?" tutur Rudy.

Setahun kemudian, Rudy sukses meraih gelar juara lagi. Dalam edisi tersebut tercipta All Indonesian Final. Rudy mengalahkan Liem Swie King di partai final.

"Di antara semua gelar juara itu, yang pertama dan yang ketujuh sebagai momen paling mengesankan. Piala-piala itu saya simpan di rumah. Saya juga menyimpan harapan ada juara lagi dari nomor tunggal, mau putra ataupun putri, dari Indonesia," ungkap Rudy yang kini menjadi ketua umum PB Jaya Raya Jakarta itu.

Indonesia memang sudah cukup lama tak menjadi juara di nomor tunggal. Juara tunggal putra terakhir dicatatkan Haryanto Arbi pada 1994 atau 23 tahun lalu. Penantian dengan durasi yang sama juga terjadi pada nomor tunggal putri. Belum muncul lagi juara sejak Susy Susanti menjadi kampiun pada 1994.

Rudy harus menunggu lebih lama lagi untuk mewujudkan harapan itu. Wakil Indonesia di nomor tunggal sudah habis sejak All England 2017 sampai di babak kedua.


(fem/nds)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads