Dibandingkan dengan empat sektor lainnya, tunggal putri Indonesia masih tertinggal. Penampilan di Indonesia Masters 2018 yang berakhir pada Minggu (28/1) menjadi salah satu bukti. Pemain-pemain tunggal putri Merah Putih langsung habis sejak babak-babak awal.
Sementara tunggal putri negara lain, sedikitnya mengirimkan dua sampai tiga wakilnya sampai ke babak delapan besar. Taiwan contohnya. Mereka mampu meloloskan tiga wakil sampai babak 16 besar. Mereka juga memiliki pemain menonjol seperti Tai Tzu Ying. Begitu juga India ada Saina Nehwal dan Pusarla V. Sindhu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu kenapa saya mencari pemain yang punya tipe pejuang, fighting spirit di lapangan, sampai dia mati di lapangan akan dia lakoni. Nah, ini yang saya lihat yang kecil (pratama) sudah ada," dia menambahkan.
![]() |
Susy menyadari kehilangan satu generasi sebelumnya membuat dirinya harus kerja lebih keras untuk tunggal putri. Karena itu, selain memoles yang senior, dia juga menyiapkan generasi di bawahnya.
"Makanya saya minta kepada Ketua Umum PBSI (Wiranto) dua sampai tiga tahun lagi. Karena, saya lebih berharap yang kecil," Susy menjelaskan.
"Karena jika melihat yang sekarang, sifat pejuang di lapangan saja tidak ada. Apa yang bisa (diharapkan). Belum juara saja sudah terlalu banyak alasan, apa yang bisa diandalkan? Yang dipertaruhkan nama Indonesia loh. Bukan pribadi, saya tidak peduli. Prestasi yang penting," ujar dia lagi.
"Jadi jangan lihat di sini zona nyaman. Tidak. Memang tidak bisa dalam waktu singkat. Apalagi untuk tunggal secara bibit tidak banyak tapi saya lihat yang kecil akan lebih cepat. Dan saya berharap mereka (yang senior) dapat termotivasi. Bukan saya mengecilkan," kata Susy. (mcy/fem)