Situasi itu kembali muncul di Kejuaraan Dunia Bulutangkis 2019 yang berlangsung di Basel, Swiss, 19-25 Agustus. Dalam turnamen bulutangkis itu PBSI mematok tergat minimal satu gelar, dengan harapan dari ganda putra. Dengan laju dan peringkat Kevin/Marcus, otomatis merekalah yang menjadi kartu as.
Dalam pengalaman ketiga di Kejuaraan Dunia Bulutangkis, Kevin/Marcus justru tersingkir di babak awal. Alih-alih menyamai perolehan dua edisi sebelumnya, Minions kandas di babak kedua ganda di tangan pasangan Korea Selatan berperingkat 23 dunia, Choi Solgyu/Seo Seung Jae, dengan skor 21-16 14-21 21-23.
Bukan kali ini saja PBSI mengandalkan satu sektor. Sebelum Kevin/Marcus mengorbit, PBSI pun hanya bertumpu kepada Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir.
Legenda bulutangkis Christian Hadinata menilai, kendati Kevin/Marcus sudah terbiasa menghadapi tuntutan memenangkan setiap turnamen, bukan berarti ganda lainnya atau sektor lainnya tak memiliki tanggung jawab yang sama.
"Ya harusnya jangan dipandang seperti itu. Artinya, setiap kelompok, lima nomor ini, harus punya target dan tanggung jawab masing-masing. Menjadikan lima nomor ini bisa bagus semua. Nanti malah yang bagus ganda putra saja, nanti semuanya berlindung. Jadi mestinya per kelompok terpacu rekan lainnya yang banyak prestasi," kata Christian kepada detikSport, Jumat (23/8/2019).
"Ganda putra misalnya ada Kevin/Marcus harus bisa mengikuti mereka. Jangan ada pikiran kalau pertandingan kan yang dilihat Kevin/Marcus bukan saya. Nah, ini yang tak boleh terjadi," dia menambahkan.
Memang dibandingkan dengan ganda lainnya, Minions menjadi ganda putra yang cukup bagus dari segi prestasi dan peringkat. Sementara Fajar Alfian/Muhammad Ruan Ardianto masih inkonsisten. Sedangkan, Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan tak dipungkiri sudah tak lagi atlet pelatnas kendati secara prestasi patut diapresiasi dari kestabilan permainan mereka.
"Tetapi dari situ juga harusnya bisa memotivasi kelompoknya. Semisal tunggal putri berharap Gregoria Mariska yang kemarin nyaris menang dari Ratchanok Intanon. Kami harap Gregoria bisa menjadi pemicu tunggal putri lain bisa berprestasi lebih baik lagi," ujar pria yang akrab disapa Koh Chris ini.
"Ganda putri punya Greysia Polii/Apriyani Rahayu, tapi hal ini juga berdampak kurang bagus juga, yang lainnya jadi 'berlindung', bukannya termotivasi ingin sama dengan yang sudah berprestasi. Sebaliknya, kadang-kadang jadi ada kesan berlindung," dia melanjutkan.
"Nah, ini yang kelihatan banget di ganda campuran, begitu tak ada Butet (Liliyana Natsir), perlindungan hilang jadi sulit bangkit. Dulu kan seperti yang dilihat Tontowi Ahmad/Liliyana, mereka terus. Sekarang Kevin/Marcus. Itu sisi minusnya. Harusnya jangan begitu, harusnya yang lain juga menyusul," ujar pria berusia 69 tahun ini.
Nah, mumpung perhitungan poin Olimpiade masih bergulir kurang dari satu tahun lagi, PBSI diminta untuk lebih pintar menata strategi menghadapi turnamen-turnamen penting. .
"Ya, memang sih dalam hal ini PBSI punya strategi tersendiri. Dalam arti, Sudah jelas yang ditargetkan sudah jelas, ranking sudah jelas, strategi yang bisa dijalankan PBSI tetap mengirim pemain yang belum dinominasikan ke olimpiade. Artinya, sebisa mungkin mengganjal lawan-lawan yang juga sedang cari poin sehingga ranking pemain kita tetap bagus," Christian mengemukakan.
"Tentu pengiriman harus melihat kualitas yang dikirim juga. Walau belum menang tapi minimal menyulitkan. Jangan dikirim babak pertama abis, tetap harus yang berkualitas," dia menyarankan.
Simak Video "Antara Christian Hadinata dan Thomas Cup"
[Gambas:Video 20detik]
(mcy/fem)