Tontowi menilai, audisi memudahkan banyak yang sulit menggapai cita-cita menjadi atlet bulutangkis. Mulai dari pembiayaan hingga mendapat fasilitas. Tak lupa, Tontowi menekankan, PB Djarum juga melarang atlet-atletnya bersinggungnya dengan rokok, sekalipun semuanya didapat dari Djarum Foundation.
"Banyak. Kami yang harusnya bayar, jadi tak bayar. Itu keuntungan materi. Keuntungan yang kedua Djarum pelatihnya bagus, sarana bagus. Jadi menurut saya masuk ke sana tak ada rugi dan negatifnya. Semua tergantung diri sendiri. Makan itu, saya sangat menyayangkan karena audisi ini kan sudah berlangsung sejak lama," kata Tontowi.
"Dari zaman saya dulu nggak ada tuh masalah rokok-rokok begitu. Saya anggap Djarum ya itu bulutangkis. Lagipula, di Djarum, itu atlet-atlet dilarang merokok karena bisa dikeluarkan. Saya saja (yang sudah di pelatnas) kalau merokok bisa dihukum, dikeluarin juga. Jadi klub itu tak pernah menekankan atlet-atlet untuk merokok, mereka justru melarang."
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: KPAI, Oh, KPAI |
Tontowi pun mempertanyakan sikap KPAI yang baru mempermasalahkan Audisi Umum PB Djarum, yang sudah digelar sejak 2006. Tontowi pun mendesak KPAI turut memberi solusi agar masalah audisi punya cara yang lebih baik.
"Pasti sedikit banyak ada efek ke regenerasi ke depan. Contoh Kevin Sanjaya, kan muncul dari audisi. Itu sudah ada contohnya, jika dihentikan mungkin ada atletnya, tapi bakal lebih sedikit," jelas Owi.
"KPAI harusnya ada solusi juga kalau menghentikan ini. Yang saya dengar kan solusinya tidak ada, harusnya ada solusi karena ini berjalan sudah lama. Kalau baru setahun, boleh lah masalah ini dipermasalahkan," ujarnya.