Kronologi Match Fixing yang Menerpa Pebulutangkis Indonesia

Kronologi Match Fixing yang Menerpa Pebulutangkis Indonesia

Randy Prasatya - Sport
Rabu, 13 Jan 2021 07:34 WIB
PP PBSI
Kronologi Match Fixing yang Menerpa Pebulutangkis Indonesia. (Foto: dok.internet)
Jakarta -

Ada delapan pebulutangkis Indonesia yang disanksi Federasi Bulutangkis Dunia atau Badminton World Federation (BWF)terkait kasus match fixing. Berikut kronologinya.

Mereka yang terjerat kasus match fixing adalah Hendra Tandjaya, Ivandi Danang, Androw Yunanto, Sekartaji Putri, Mia Mawarti, Fadilla Afni, Aditiya Dwiantoro, dan Agripinna Prima Rahmanto Putra.

BWF menyatakan bahwa para pemain tersebut saling mengenal dan berkompetisi di ajang internasional level bawah sebagian besar Asia hingga 2019. Mereka terbukti melakukan pelanggaran pada peraturan integritas BWF terkait pengaturan pertandingan, manipulasi pertandingan, dan perjudian dalam bulutangkis.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Agrippina, yang merupakan jebolan pelatnas PBSI itu pun buka suara. Dia menjelaskan kenapa namanya ada dalam delapan daftar pemain meski tak terlibat di pertandingan yang terindikasi match fixing.

"Pertama saya bertemu HT (Hendra Tandjaya) di Vietnam Open 2017. Pertama ketemu langsung di GOR tempat pertandingan. Sebelumnya saya tak kenal dia," kata Agrippina dalam chanel Youtubenya, Agrippina and Friends.

ADVERTISEMENT

HT kemudian meminta nomor handphone Agri selepas pertandingan. Pada malam harinya, HT mengirimkan pesan singkat kepada Agri untuk mengalah di sebuah pertandingan dengan dijanjikan uang sebesar Rp 13 juta.

"Tapi alhamdulillah masih bisa saya tolak. Saya kan kerja di bulutangkis masa saya melanggar aturan bulutangkis. Mau mencari duit di mana?"

"Tiba-tiba (kemudian hari) HT ditangkap BWF. Nah terus dia digeledah. Ada handphone-nya digeledah dilihat isinya apa saja. Berhubung saya pernah chat dengan HT, jadi saya dikaitkan juga dalam kasus ini (HT). Tapi saya sudah konfirmasi ke BWF saya telah menolak dan BWF juga sudah jelas," Agrippina membela diri.

Meski mengaku tak terlibat dalam tindakan ilegal di olahraga itu, Agrippina mengakui punya kesalahan. Dia mengakui tidak melaporkan HT hingga akhirnya dianggap bersalah oleh BWF.

"Salahnya saya itu bagi BWF bukan karena saya bagian dari match fixing. Tapi karena saya tidak melaporkan orang itu (HT) yang menawarkan match fixing," ucap Agri.

"Saya bakal buktikan kalau saya tak terlibat match fixing. Sekarang kan saya sudah dijatuhkan sanksi (skorsing 6 tahun dan denda 7000 dolar AS atau sekitar Rp 98 juta), saya mau mengajukan banding. Semoga saja semuanya baik-baik. Mohon doanya. Jadi pelajaran buat saya kalau ada orang baru jangan open-open saja. Harus lebih peka lagi," beber Agri.

Agripinna, Mia Mawarti, dan Putri Sekartaji, yang terlibat dalam kasus match fixing akhirnya bertemu dengan Pengurus Pusat PBSI di Pelatnas Bulutangkis Indonesia di Cipayung, Jakarta Timur, Senin, 11 Januari 2021. Agripinna dan Mia memilih mengajukan banding ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) di Swiss karena merasa tak bersalah.

Dikutip dari laman PBSI, Agripinna mengaku hanya mentraktir Hendra makan di restoran cepat saji apabila Dionysius Hayom Rumbaka, yang dijagokannya, memenangi pertandingan melawan Hashiru Shimono asal Jepang. Pilihan Agri ternyata dimasukkan Hendra ke rekening perjudian online yang kemudian menjerat Agri.

Apa yang ditulis dalam laman PBSI traktir makan ini tak ada diungkap Agri pada pengakuan di saluran Youtube-nya.

"Kesalahan saya adalah karena tidak melaporkan terjadinya perjudian tersebut ke BWF. Namun sebagai pemain, saya pun tidak mengetahui kalau tidak melapor itu adalah melanggar Etik BWF. Saya pun tidak tahu harus melapor ke siapa, yang saya tahu, pelanggaran Etik BWF itu hanya soal perjudian saja," kata Agripinna, yang dikutip dari situs PBSI.

Sementara untuk kasus Mia, dia dituduh karena menyetujui dan menerima uang sebesar Rp 10 juta dari hasil perjudian, tidak melaporkan terjadi perjudian kepada BWF, dan tidak hadir dalam wawancara atau undangan investigasi oleh BWF. Atas kesalahannya itu, Mia di-skorsing 10 tahun tidak boleh terlibat dalam pertandingan dan denda 10.000 dolar AS.

"Terhadap hukuman itu, saya mengajukan banding agar Pengadilan CAS membatalkan keputusan BWF," ujar Mia yang kini membela klub Semen Baturaja, Palembang.




(ran/pur)

Hide Ads