Markis Kido telah berpulang. Sosok jenaka, ramah, dan penuntas janji manis itu meninggalkan segudang jejak emas untuk bulutangkis Indonesia.
"Bahas apa, nih?" begitulah sapaan khas Kido, di masa lalu saat dirinya masih aktif bermain, kepada jurnalis yang kerap menyambangi markas bulutangkis Indonesia di Cipayung, Jakarta Timur.
Kido tahu benar dia lazim didaulat menjadi 'juru bicara' dalam setiap jumpa pers atau momen door stop dengan pewarta. Pasangannya kala itu, Hendra Setiawan, terlalu pendiam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tidak seperti penampilannya di lapangan, dengan smesnya yang mematikan dan tatapan mata tajam ke arah lawan, percakapan dengan Kido kerap disertai candaan. Santai. Juga tidak mengandung tendensi apapun, kepada siapapun. Dalam beragam situasi, dia tidak pernah melepas cengiran termasuk usai kalah. Apalagi setelah menang dan menjadi juara.
![]() |
Bisa jadi itu bawaan keluarga. Ibundanya, Zul Asteria, juga murah senyum. Begitu pula kedua adiknya, Bona Septano dan Pia Zebadiah Bernadeth, yang sama-sama memiliki DNA bulutangkis, dan sama-sama bermain di sektor ganda. Pia pernah menjadi pemain tunggal putri andalan pelatnas, namun pensiun sebagai pemain ganda.
"Biar cepat balik modal," begitulah kelakar Zul ketika menyebut alasan 'menjerumuskan putra-putrinya ke bulutangkis.
Kido memang awalnya tidak diarahkan menjadi pemain bulutangkis. Ayah dan ibunya tidak berdarah atlet. Tapi mereka kompak menyerahkan masa depan anak-anaknya di olahraga.
Awalnya, Kido dijajal di cabang olahraga sepatu roda. Kemudian, renang. Tapi Zul menilai latihan keras di dua cabang olahraga itu hasilnya tidak sepadan. Kala itu, menjadi juara sepatu roda dan renang dihadiahi sepaket alat tulis.
Zul pun melihat peluang untuk melatih Kido bermain bulutangkis. Itu juga awalnya 'asal-asalan'. Kido dititipkan ke pelatih kampung. Zul, yang tidak memiliki koneksi pelatih bulutangkis top, percaya saja dengan pelatih lokalan Bekasi dekat mereka tinggal.
Namun, dengan pelatih seadanya itu rupanya Kido bisa menunjukkan kepiawaiannya di bulutangkis yang sama sekali tidak biasa-biasa saja. Bakatnya terendus lewat sejumlah kejuaraan junior. Waktu itu, masih di nomor tunggal.
Singkat cerita, Markis Kido lolos bergabung ke PB Jaya Raya di tahun 1998. Saat itu, usianya 14 tahun. Kedua adiknya menyusul kemudian.
Janji Emas Olimpiade Dibayar Tuntas
Ketua Umum KONI/KOI Rita Subowo tidak bisa tenang saat mendampingi kontingen Indonesia ke Olimpiade 2008 Beijing. Tugasnya untuk mempertahankan tradisi emas Olimpiade belum tuntas.
Sektor tunggal putra yang diharapkan meraih kepingan emas, lewat Taufik Hidayat atau Sony Dwi Kuncoro, pupus. Taufik kandas di babak kedua yang merupakan pertandingan pertamanya. Dia tidak perlu bermain di putaran pertama. Sony disingkirkan Lee Chong Wei di babak perempatfinal.
Namun, sebuah kelegaan didapatnya menjelang final bulutangkis di sektor ganda putra. Kala itu, Rita mengisahkan momen di belakang arena itu dengan berapi-api setibanya di Tanah Air.
"Kido membisikkan kepada saya, 'Tenang bu, kita emas'," kata Rita waktu itu.
Kalimat Kido itu sedikit melegakan Rita. Tapi dia tetap sulit duduk tenang. Rita, dan bisa jadi seluruh fans bulutangkis Indonesia, dibuat senam jantung oleh pasangan Kido/Hendra dalam final ideal di Beijing University Technology Gymnasium pada 16 Agustus.
Maklum, bukan cuma emas yang saat itu belum kunjung didapat. Bisa jadi beban Rita Subowo berlipat ganda saat duduk menyaksikan Kido/Hendra tarung. Selain menjadi ketua KONI/KOI yang bertugas menjaga tradisi emas Olimpiade, dia juga IOC Member kala itu. Sudah begitu, emas itu amat dinantikan sebagai kado HUT RI.
![]() |
Di gim pertama, Kido/Hendra kalah 12-21 dari ganda putra China, Cai Yun/Fu Haifeng. harapan muncul di gim kedua, dengan kemenangan Kido/Hendra 21-11.
Gim ketiga seolah menjadi lebih mudah buat Kido/Hendra. Mereka unggul 20-12. Eh, sudah leading jauh dan butuh satu poin untuk menahbiskan medali emas, Kido/Hendra bikin jantungan lagi. Ganda tuan rumah dibiarkan menambah empat poin beruntun dan poin mendekat 21-16.
Poin terakhir untuk mengunci kemenangan akhirnya dicatatkan Kido/Hendra dengan memenangi reli panjang dengan backhand Hendra yang gagal dikembalikan oleh Cai Yun/Haifeng.
Akhirnya, Indonesia Raya berkumandang di Beijing, di multiajang olahraga terakbar sejagat. Tradisi emas Olimpiade Indonesia juga terjaga.
![]() |
Kido tahu betul cara membayar lunas janji kepada Rita. Juga kepada penduduk Indonesia yang mendukung mereka dari tanah Air.
Bisa jadi pula Kido menghayati salah satu tembang seorang kondang penyanyi yang amat ia idolakan: Rhoma Irama. 'Janji Itu Hutang'.
Apa yang diucapkan janganlah dipungkiri
Apa yang diikrarkan jangan ditarik lagi
Janji itu hutang harus dipenuhi
Janji itu hutang harus ditepati
Kontrak Tidak Biasa
Usai mendapatkan medali emas Olimpiade 2008, karier bulutangkis Kido tidak mulus. Kondisi kesehatan menjadi penyebab. Kido pingsan di tengah latihan pada pertengahan 2009. Pernyataan resmi PBSI menyebut dia hipertensi. Setelah itu, Kido cuti dari pelatnas selama tiga bulan.
Di akhir tahun tersebut, masa depan Kido menjadi perjudian PBSI. Dalam masa penentuan penghuni pelatnas Cipayung, Kido disodori kontrak tidak biasa.
Kido, bersama Hendra, bisa tetap di pelatnas tapi soal kesehatan menjadi tanggung jawab pribadi. Kondisi kesehatan Kido dinilai sangat berisiko untuk melakukan aktivitas tinggi.
Kido pun memutuskan untuk meninggalkan asrama yang sudah sejak 2001 ditinggalinya. Begitu pula Hendra yang masuk belakangan mulai 2002. Mereka memilih untuk tetap bersama sebagai pemain independen, mencari sponsor, membuat program latihan, dan mengurus turnamen sendiri.
Sebenarnya, PBSI pun berat melepas mereka kala itu. Makanya, PBSI pun melepas Kido/Hendra dengan syarat; tetap mau dipanggil ke pelatnas sewaktu-waktu dibutuhkan.
Diketahui kemudian, hipertensi itu tidak pergi dari tubuh Kido. "Saya kira tadi hanya stroke, karena dia kan punya darah tinggi terus mungkin jatuh dan pembuluh darahnya pecah. Saya berdoanya begitu tapi ternyata mas Kido diambil," kata Zul.
Baca juga: Potret Aksi-aksi Markis Kido dalam Kenangan |
Menuntun Marcus, Mendampingi Pia
Bersama Hendra, Kido mencatatkan prestasi mentereng. Dari level Asia Tenggara sampai Olimpiade. Tujuh medali emas SEA Games (2005, 2007, 2009 di ganda putra dan 2003, 2007, 2009, 2011 beregu putra), Asian Games 2010, kejuaraan Asia 2005, dan Kejuaraan Dunia 2007 serta World Cup 2006. Dan, puncaknya meraih emas Olimpiade 2008 Beijing.
Deretan prestasi emas itu dicapai bersama Hendra Setiawan dalam tempo 8 tahun di pelatnas Cipayung.
Setelah meninggalkan pelatnas di akhir 2009, Kido tidak langsung gantung raket. Kendati latihannya tidak seteratur saat di pelatnas, Kido masih turun di ajang super series juga turun gunung tampil di sirkuit nasional.
Namun, Kido tidak melulu berpasangan dengan Hendra. Sebabnya, Hendra dipanggil kembali ke pelatnas untuk berpasangan dengan Mohammad Ahsan.
![]() |
Kido pun berduet dengan Marcus Fernaldi Gideon mulai 2012. Waktu itu, Marcus keluar pelatnas. Penampilan mereka menjadi ancaman bagi ganda putra mapan dengan menjadi juara Prancis Open 2013 dan Indonesia Masters 2014. Marcus kembali mendapatkan tiket ke pelatnas dengan prestasi itu.
Kido juga menebar psywar di ganda campuran. bersama adiknya, Pia, dia menjadi jawara di Vietnam Open 2012 dan Thailand Open 2013.
Perang urat syaraf, janji manis, celetukan kocak Kido kini sudah harus berakhir. Dia pamit di lapangan bulutangkis di hadapan teman-temannya, saat bermain di GOR Petrolin, Alam Sutera, Tangerang.
Markis Kido sempat dilarikan ke rumah sakit Omni Alam Sutera. Tapi nyawanya tidak tertolong lagi.
"Dia sepertinya memang maunya (hidup dan matinya) di lapangan kali ya. Tadi saya berdoa semoga masih bisa selamat," ujar Ibunda Kido, Zul Asteria.
Kido sudah dipanggil Yang Maha Kuasa. Tapi lewat smesnya yang tajam dan deretan prestasinya, dikombinasikan dengan keramahan dan kejenakaan, Kido telah merebut hati kita semua dan menjaga gengsi Indonesia di level dunia. Kido sudah membayar tuntas janjinya. Kido legenda.
![]() |