Pay Driver: Tak Cukup Kantong Tebal, Kemampuan Juga Harus Oke

Pay Driver: Tak Cukup Kantong Tebal, Kemampuan Juga Harus Oke

Doni Wahyudi - Sport
Kamis, 29 Okt 2015 18:19 WIB
Pool/GP2 Media Service
Jakarta -

Meski menguntungkan, mengontrak pay driver tidak sembarangan dilakukan tim F1. Karena terlanjur muncul stigma pay driver cuma bermodal uang, tantangannya adalah membuktikan kalau performa balapnya juga mumpuni.

Ada banyak anggapan miring soal pay driver (pebalap yang harus membayar sejumlah uang untuk bisa masuk tim) di F1. Mereka yang masuk kategori ini sering dicap sebagai 'a driver with little talent and a big wallet'.

Fakta itu tidak bisa dipungkiri. Tim F1, demi memenuhi kebutuhan hidupnya, harus 'menjual' mobilnya pada pebalap yang datang dengan sokongan dana besar. Renault melakukannya saat mengontrak Vitaly Petrov. Sauber mengikuti saat mendatangkan Sergio Perez, sedangkan Williams memperoleh dana yang tidak sedikit ketika memboyong Pastor Maldonado.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terkait Petrov, Renault sempat membantah kalau orang Rusia itu adalah pay driver. Tapi selisih 109 poin antara Petrov dengan Robert Kubica yang jadi rekan setimnya di musim 2010 tak bisa membantah hal tersebut.

Di tahun pertamanya itu Petrov mensubsidi Renault sebesar US$ 5,5 juta. Itu belum termasuk dana sebesar US$ 10 juta yang datang dari ayahnya. Petrov memang tak oke di atas lintasan, tapi dia punya kontribusi lain yang tak kalah besar dalam hal pendanaan.

"Kami punya pebalap yang bisa membawa (uang) dua kali lipat yang dibawa Vitaly," cetus tim prinsipal Eric Boullier membantah anggapan kalau Petrov adalah pay driver.

Beberapa pebalap rookie lain kemudian mengikuti langkah Petrov. Di musim 2011 ada Sergio Perez, yang menggunakan jutaan dollar dana dari Telmex. Telmex adalah perusahaan telekomunikasi nasional Meksiko, negara kelahiran Perez. Perez disebutkan membayar US$ 10 juta untuk mendapatkan satu tempat di Sauber.

Lalu ada juga Pastor Maldonado yang pada tahun 2011 dikontrak Williams. Pebalap asal Venezuela itu diklaim punya sokongan dana sebesar US$ 18 juta. Ketika itu Williams memang membutuhkan uang dalam jumlah besar karena ditinggal banyak sponsornya seperti RBS, Philips, dan Air Asia.

Williams dituding mengorbankan pebalap penuh potensi, Nico Hulkenberg, demi memberi tempat pada Maldonado. Tapi Maldonado bukannya tanpa bekal datang ke F1 karena dia adalah juara GP2 di 2010.

Yang pastinya sangat dikenal fans F1 di Indonesia adalah pebalap asal Malaysia Alex Yoong. Didukung pebisnis asal negaranya, pemerintah Malaysia dan Kota Kuala Lumpur, Yoong membayar US$ 10 juta supaya bisa memperkuat Minardi.

Meski bisa menambah pemasukan, mengontrak pay driver bisa jadi bumerang buat tim. Kedatangan pay driver otomatis memunculkan persepsi kalau tim itu buntuh suntikan dana besar. Jangan salahkan juga kalau muncul anggapan bahwa tim telah mengesampingkan nilai-nilai sportivitas karena bersedia memberi mobil pada pebalap berkantong tebal.

Tapi buat beberapa tim situasinya tidak semudah itu. Tim-tim di papan tengah akan tetap menjaga daya saing mereka, di samping tetap berharap ada pebalap dengan potensi besar dan uang banyak datang melamar.

Bagaimanapun tim tetap akan mengejar prestasi. Dengan pebalap bertalenta tim akan punya potensi lebih besar finis di posisi depan, atau mungkin naik podium. Itu akan memberi keuntungan finansial karena akan dapat hadiah uang dan potensi datangnya sponsor. Intinya: keseimbangan antara sponsor dan pebalap bertalenta harus ditemukan.

Petrov, Perez, Maldonado dan Bruno Senna mereka semua punya CV yang cukup lumayan karena setidaknya pernah memenangi seri GP2 (meski cuma Maldonado yang jadi juara dunia). Ditambah dukungan dana yang besar, mereka jadi pebalap yang menarik banyak tim F1.

Selepas tahun 2000, tim-tim F1 memang makin selektif merekrut pay driver. Sementara di tahun 1990-am kondisinya kontras.

Pada pertengahan 1990-an dunia F1 mengenal Taki Inoue. Driver asal Jepang itu kemudian dijuluki sebagai pebalap F1 terburuk sepanjang sejarah. Dia dua musim turun di F1 tanpa dapat satupun poin, dengan momen paling dikenang adalah saat tertabrak ambulans yang datang untuk memberi pertolongan padanya.

Pay driver lain yang juga dikenal sebagai penggembira balapan F1 adalah Pedro Diniz. Dia merupakan anak dari tokoh terkemuka di Brasil pemilik jaringan pasar swalayan.

Tapi bukan berarti pay driver datang ke F1 cuma bermodal uang karena ada juga yang berhasil mencapai podium teratas.

Di tahun 1991 Michael Scumacher membayar Tim Jordan sebesar US$ 150.000 untuk mendapatkan tempat di tim tersebut. Dalam periode 20 tahun setelahnya, Schumacher berhasil mendapat bayaran 3.000 kali lipat dari yang sudah dia serahkan ke Jordan. Itu termasuk tujuh gelar juara dunia dan status legenda.

Sementara itu pemilik empat gelar juara dunia, Alain Prost, juga masuk ke F1 dengan bantuan dana dari perusahaan minyak Elf.

Uang banyak dibutuhkan buat pebalap bisa masuk ke F1. Tapi itu tentu saja tidak cukup karena tapa skill oke mereka akan cepat hilang dari persaingan jet darat.



(din/mfi)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads