Setelah Letter of Intent (LOI) dengan pihak Dorna ditandatangani pada akhir tahun lalu, Indonesia ditenggat sampai 31 Januari untuk menuntaskan masalah administrasi seperti masterplan dan kontrak. Namun hingga hari ini syarat tersebut belum terpenuhi, dan bahkan belum ada kejelasan di mana balapan akan digelar lantaran rencana awal menggunakan Sirkuit Sentul kini mentah.
Pada Rabu (3/2/2016) hari ini Kemenpora kembali bertemu perwakilan Dorna untuk membahas persolan tersebut. Hasilnya, Indonesia diberi tenggat waktu tambahan untuk menuntaskan semua persyaratan. Dengan catatan, pemerintah Indonesia harus melakukan penandatanganan ulang Letter of Intent (LOI) dengan pihak Dorna.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kabar baik untuk Indonesia tak berhenti sampai di situ. Indonesia malah dipersilakan untuk memundurkan jadwal menjadi tuan rumah, dari yang sebelumnya tahun 2017 ke 2018.
"Sampai saat ini kami masih tetap usahakan sesuai jadwal 2017. Kalaupun mundur dipersilakan, misalnya mau gelar 2018, itu kan paket tiga musim," lanjut Gatot.
Memundurkan rencana menjadi tuan rumah MotoGP ke 2018 bukannya tanpa masalah. Indonesia di tahun itu sudah punya hajatan besar Asian Games. Menurut Gatot, Dorna tidak mempermasalahkan gelaran Asian Games tersebut.
"Mereka sudah tahu kok (soal Asian Games). Itu dikembalikan ke kemampuan Indonesia, asal informasinya (mundur) jangan mendadak."
Bicara soal lokasi sirkuit yang ditawarkan Indonesia sebagai pengganti Sentul, Gatot belum bisa mengungkap sebab sampai saat ini pihaknya juga masih mengkaji lahan mana yang akan digunakan. Sebelumnya, sempat mencuat kawasan Gelora Bung Karno, Palembang, dan satu tempat lain yang diperkirakan adalah Jawa Barat, untuk menjadi venue MotoGP 2017.
"Tadi pembahasannya belum detail soal sirkuit. Kami cuma menjelaskan kalau sirkuit Sentul memang tidak bisa dipakai. Ini akan ada pembahasan lebih lanjut lagi. terpenting sudah ada green light dari Dorna," katanya.
Rencananya, setelah pertemuan dengan Dorna nanti, Menpora Imam Nahrawi akan melaporkan ini kepada Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani. Sebelum akhirnya dilaporkan juga kepada Presiden RI Joko Widodo.
(mcy/din)