Proliga musim baru akan mulai di Yogyakarta pada 7 Desember hingga 24 Februari. Tahun ini, kompetisi berhadiah Rp 1,2 miliar itu diikuti lima tim putri dan enam tim putra.
Kelima tim adalah Jakarta Pertamina Energi, Bandung Bank BJB Pakuan, Jakarta Elektrik PLN, Jakarta PGN Popsivo Polwan, dan Jakarta BNI Taplus. Gresik Petrokimia yang sebelumnya selalu ikut meramaikan sejak 2002 memutuskan mundur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedikitnya jumlah tim yang ikut di tahun ini memunculkan pertanyaan kompetisi Proliga sudah tak lagi bergengsi.
"Saya rasa bukan menurun ya, tapi mungkin karena untuk membuat tim Proliga itu bukan hanya punya pemain saja, tapi harus bisa memanage yang bagus," kata Hanny di Kantor PBVSI, Pancoran, Rabu (28/11/2018).
"Karena Proliga itu kan dari minggu ke minggu pindah kota sehingga harus bisa mengatur si pemain, makannya, disiplinnya, jadi hal-hal itu mungkin yang menjadikan bukan hal yang mudah. Termasuk beberapa pemain dan modal dana juga, modal kedisiplinan dan lainnya jadi banyak sekali," ujarnya menjelaskan.
"Belum lagi, bagaimana bisa menaikkan mood pemain yang kalah sehingga hal-hal seperti itu yang harus diperhatikan, jadi memang untuk masuk di Proliga untuk klub itu cukup berat."
Hanny bahkan menjamin, meski tim yang ikut tidak sebanyak liga-liga sebelumnya, hal itu tak akan mengurangi persaingan antar tim. Meski diketahui hanya tim-tim tertentu yang didominasi mantan pemain timnas.
"Kalau persaingan saya lihat, karena ada ada banyak perpindahan pemain dari (Proliga) 2018 ke 2019 sehingga persaingannya cukup ketat. Apalagi di putri ya hanya ada lima klub, jadi itu sangat-sangat ketat sekali," ujarnya.
"Lagipula tim-tim lain yang tak masuk timnas pun kemampuannya sudah hampir sama semua, terutama di putra ya. Jadi persaingan sangat ketat sekali." (mcy/rin)