Zohri menjadi atlet Indonesia pertama yang lolos ke Olimpiade 2020 setelah mencatatkan waktu 10,03 di Golden Grand Prix, Osaka, Jepang, pada pertengahan Mei lalu. Catatan waktu itu melampaui limit IAAF untuk nomor lari 100 meter putra yaitu 10,05 detik.
Sukses itu menjadi kejutan bagi atlet-atlet pelatnas atletik. Sebab, awalnya PB PASI mengutamakan agar Indonesia menggenggam tiket Olimpiade 2020 melalui nomor estafet.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pastinya termotivasi karena Zohri saja bisa, ya kami harus bisa juga. Apalagi, latihannya sama-sama, makan, tidur juga sama, jadi kami harus bisa juga," kata Eko, usai latihan di Stadion Madya, Gelora Bung Karno, Jumat (31/5/2019).
Tak sekadar memotivasi, pelari berusia 23 tahun ini juga bilang, persaingan antarpelari di dalam tim juga tinggi. Untuk itu, mereka terus memperbaiki diri.
"Best time saya sendiri masih 10,50 detik, kalau bisa 10, 40 detik atau 10,30 detik itu bagus. Zohri saja sudah 10,03 detik, kalau kami semua bisa di kisaran itu, 38 detik di timnya pasti dapat," ujarnya.
"Tapi kami bersaing secara sehat untuk memperbaiki skill individu, kalau teman bagus, ya kita harus lebih bagus lagi," ujar dia.
Nah, untuk bisa lolos Olimpiade, IAAF menyediakan 16 kuota untuk tim estafet putra. Peringkat delapan terbaik di Kejuaraan Dunia di Doha, Qatar, September, secara otomatis lolos. Sementara delapan kuota sisanya akan diberikan kepada yang menempati ranking delapan dunia pada April 2020.
"Kalau melihat saingan dari negara-negara lain memang berat. Tapi semoga kami bisa tembus olimpiadelah, ada atau tanpa Zohri. Tapi, lebih baik ada Zohri supaya bisa memacu kami," dia berharap.