Situasi seperti ini di banyak negara lain saya yakin sudah sejak lama berujung fatal, tapi tidak di Indonesia. Salut saya buat masyarakat kita yang tetap taat hukum walau tanpa pengawasan yang memadai.
Walau demikian, harus diakui bahwa ada banyak kebiasaan buruk yang sudah sedemikian mengakar di dalam masyarakat kita. Kebiasaan-kebiasan buruk ini saya sebut dengan penyakit. Mengapa penyakit? Karena kebiasaan-kebiasaan buruk yang akan kita telaah bersama memiliki persamaan dengan penyakit yakni akan semakin parah dan bahkan berujung pada kematian/kehancuran apabila tidak diobati/diatasi.
Saya akan fokus pada beberapa penyakit saja. Lebih dari itu, saya akan mencoba menjabarkan hubungan antara penyakit-penyakit masyarakat kita dengan perkembangan pemain-pemain sepakbola Indonesia. Apa hubungannya korupsi dengan perkembangan seorang pemain bola, misalnya? Sepintas tidak ada, tapi sebenarnya hubungannya sangat erat.
Sebagai landasan pengetahuan, perlu anda ketahui bahwa dalam proses pembinaan seorang pemain bola, apabila dilakukan dengan benar dan secara sungguh-sungguh, ada tiga aspek yang harus ada apabila seorang pemain ingin meraih potensinya.
Faktor pelatih yang berkualitas adalah aspek yang pertama. Pelatih sangat berperan dalam pelaksanaan program latihan sehari-hari yang intensif dan efektif (aspek yang kedua), serta sangat berperan dalam hal transfer ilmu (baik hal-hal tehnis, taktik, psikologi, fisik, maupun pengetahuan akan pentingnya gizi dan lain-lain).
Aspek yang ketiga adalah fasilitas maupun faktor pendukung lainnya. Kualitas lapangan yang layak, tersedianya perlengkapan yang memadai, adanya kompetisi dan dukungan orang tua, adalah contoh bagian dari aspek ketiga ini. Termasuk di dalamnya adalah pengaruh budaya (baik budaya klub, budaya keluarga, budaya sekolah, budaya agamis, budaya lingkungan sekitar dan budaya bangsa secara keseluruhan) pada perkembangan pemain.
Seberapa besar pengaruh budaya sehari-hari yang ada disekitar lingkungan hidup pemain pada perkembangan pemain itu sendiri? Jawabnya besar. Bahkan besar sekali.
Sama seperti kita semua yang terpengaruh budaya yang ada di sekitar kita, terpengaruh kebiasaan-kebiasaan teman-teman kita, misalnya, demikian juga seorang pemain bola.
Nah, kebiasan-kebiasaan buruk apa saja yang bisa kita temui pada masyarakat kita yang sekaligus berpotensi merusak perkembangan seorang pemain bola? Mari kita diskusikan satu per satu.
Kebiasaan buruk masyarakat nomor satu: korupsi
Kita tentu setuju bahwa korupsi adalah penghambat kemajuan Indonesia secara keseluruhan. Tapi, secara spesifik, apa hubungannya korupsi dengan sepakbola apalagi perkembangan seorang pemain bola?
Pendanaan lewat APBD sangat rawan untuk dikorupsi. Semua tahu itu. Bahwa pelatih dan pemain sering diminta untuk memberikan kick back atau segepok uang kepada pengurus saat direkrut klub juga sudah jadi rahasia umum. Tapi itu bukan menjadi topik pembahasan kita kali ini. Saya lebih tertarik untuk membahas sisi korupsi yang sedikit berbeda: pencurian umur. "Mengorupsi" umur sangat-sangat sering terjadi di seluruh Indonesia. Pemain berumur 12 tahun dengan mudahnya disulap menjadi berumur 11 bahkan 10 tahun (atau lebih muda lagi!). Caranya lagi-lagi dengan korupsi; bayar sana-sini. Hasilnya semua berkas-berkas lengkap "membuktikan" bahwa anak tersebut "benar-benar" berumur sepuluh tahun.
Lalu apa hubungannya praktek yang melanggar asas fair play ini dengan perkembangan pemain? Bermain dengan pemain yang sebenarnya lebih muda mungkin menguntungkan orang tua, pemain, pelatih dan pengurus klub SSB dalam jangka pendek, tapi akan sangat merugikan untuk perkembangan jangka panjang pemain. Saat bermain dengan pemain yang lebih muda, pemain yang mencuri umur memang akan terlihat superior. Tapi semua pihak lupa (atau sengaja tidak mau tahu) bahwa prinsip "pedang mengasah pedang" juga berlaku di sepakbola. Artinya, pemain dengan talenta bagus seharusnya bermain ke atas (bukan malah ke bawah), sehingga terus terasah skill-nya saat berlatih dan bertanding dengan pemain-pemain yang setara (bahkan lebih bagus) darinya. Ujung-ujungnya kemampuan pemain akan terus berkembang dan akhirnya "jadi" (berhasil meraih potensinya dan menjadi pemain yang andal).
Karena beralasan "toh yang lain juga melakukan" akhirnya banyak sekali pemain bertalenta tinggi di seluruh Indonesia tidak meraih potensinya. Kalau efek negatif dari kebiasaan buruk ini terus ditelusuri, ujung-ujungnya yang rugi besar adalah timnas Indonesia itu sendiri.
Maka dari itu, izinkan saya untuk mengingatkan; sudahkah kita semua bebas dari praktik korupsi dalam bentuk apapun, baik kecil maupun besar? Kalau belum berarti kita ikut andil dalam menjaga kelestarian sebuah kebiasaan buruk yang turut berpengaruh pada prestasi timnas kita.
Kebiasaan buruk masyarakat nomor dua: tidak disiplin

Saat teman-teman Eropa saya berkunjung, hal-hal yang seketika tak luput dari perhatian mereka adalah banyaknya jumlah penduduk, semrawutnya jalan raya dan banyaknya sampah yang berserakan. Harus diakui masih banyak di antara kita yang tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas dan mau menang sendiri di jalanan. Saya juga masih sering mendapati penumpang mobil mewah yang membuang sampah dari kaca jendela. Dengan santainya. Tanpa ada rasa bersalah.
Oke, itu gak bener, tapi apa hubungannya dengan perkembangan si Ahmad, 11 tahun, pemain sepakbola paling hebat di Pekalongan, misalnya?
Hubungannya jelas; kalau sehari-hari si Ahmad sering melihat contoh-contoh negatif di sekitarnya, secara tidak langsung sifat disiplin tidak tertanam di dalam dirinya, bagimana mungkin ia bisa meraih potensinya sebagai seorang pemain bola? Bukankah untuk meraih potensinya ia harus terus dan terus berlatih yang menuntut sifat kedisiplinan yang tinggi? Bukankah para "Ahmad" di seluruh Indonesia harus menjaga konsumsi makanan dan minuman mereka dengan penuh disiplin guna mendaptkan gizi yang mereka butuhkan untuk bisa bermain sepakbola dengan optimal? Bukankah dibutuhkan sifat disiplin untuk melakukan arahan pelatih (tidak bermain sesuka hati, namun sebagai bagian dari tim) dan tidak bermain dengan egois, misalnya?
Memiliki tingkat kedisiplinan yang sangat tinggi adalah sebuah keharusan yang mutlak dimiliki oleh seorang pemain sepakbola dalam usahanya untuk meraih potensinya. Amat disayangkan contoh positif dalam hal kedisiplinan semakin sulit ditemui. Anak-anak kita tumbuh dalam lingkungan yang tidak disiplin, lalu kita heran saat pemain-pemain kita banyak yang tidak disiplin. Tidak disiplin dalam berlatih, tidak didiplin secara taktis dan tidak disiplin dalam gaya hidup (istirahat, pola makan dan lain-lain).
Kalau Anda masih menyalakan handphone di dalam pesawat, misalnya, atau tidak menyiram setelah menggunakan toilet umum Anda juga tidak berhak mengkritik pemain nasional kita yang terkadang tidak disiplin dalam bertingkah laku. Fair or not?
Ingin membantu sepakbola Indonesia sebagai orang awam? Mulailah dengan membiasakan diri untuk disiplin untuk kemudian menjadi contoh yang positif bagi lingkungan (terutama anak-anak) di sekitar anda. Kita nyalakan lilin-lilin kecil kedisiplinan. Bersama kita bisa mengubah Indonesia menjadi lebih baik, termasuk sepakbola Indonesia.
(Tiga kebiasaan buruk lain akan dibahas dalam artikel selanjutnya)
Salor (Salam Olahraga)!
===

* Tentang penulis lihat di sini
* Akun twitter: @coachtimo
* Website: www.coachtimo.org
(a2s/din)