Berstatus juara bertahan Piala Eropa, Italia justru gagal melenggang ke Piala Dunia 2022. Apa yang salah dari skuad asuhan Roberto Mancini?
Italia takluk 0-1 dari Makedonia Utara dalam laga playoff zona Eropa di Palermo, Jumat (25/3/2022) dini hari WIB. Hasil ini membuat Gli Azzurri harus absen dua kali beruntun di Piala Dunia. Empat tahun silam, mereka juga hanya menjadi penonton.
Padahal, sebagian besar skuad ini diisi para pemain yang mengantarkan Italia juara Euro 2020 di Wembley delapan bulan lalu. Tim ini juga yang menorehkan sejarah dengan catatan tak terkalahkan di 37 laga beruntun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lalu apa yang beda dengan sekarang? detikSport mencoba mengurai beberapa penyebabnya.
1. Melempem saat melawan negara-negara 'lemah'
Peringkat FIFA Italia (6) jelas lebih tinggi dibanding Swiss (14), Irlandia Utara (54), Bulgaria (71), dan Lithuania (137) yang menjadi lawan mereka di kualifikasi.
Biasanya, negara-negara kuat Eropa seperti Jerman atau Spanyol akan dengan mudah mengumpulkan poin dari lawan semacam itu. Namun tidak dengan Italia. Mereka menang empat kali dan imbang empat kali.
Swiss bahkan bisa melampaui catatan itu dengan menang lima kali dan imbang tiga kali, sehingga merekalah yang berhak lolos langsung ke Qatar. Kehebatan Italia di Euro 2020 saat menandingi Belgia, Spanyol, dan Inggris bak hilang ditelan bumi.
![]() |
2. Gol yang minim
Usai juara Euro 2020, Italia hanya menang sekali melawan Lithuania dan imbang empat kali melawan Swiss (dua kali), Bulgaria, dan Irlandia Utara dalam lima laga terakhir Kualifikasi Piala Dunia 2022.
Lebih buruk lagi, dalam lima laga itu mereka hanya mencetak tujuh gol, lima di antaranya ke gawang Lithuania dalam satu laga. Artinya, di empat laga lainnya, mereka hanya mencetak dua gol.
![]() |
3. Buang-buang peluang
Minimnya gol yang tercipta tak lepas dari jumlah peluang yang terbuang. Ketika ditahan 1-1 oleh Bulgaria, Italia hanya mencetak satu gol dari 27 percobaan. Saat melawan Makedonia tadi malam, ada 32 tembakan yang terbuang percuma.
Belum lagi ketika dua kali berhadapan dengan Swiss, Italia mendapat tendangan penalti di masing-masing laga, namun semuanya gagal menjadi gol.
![]() |
4. Kurang striker yang kreatif dan mematikan
Kalau catatan gol sudah minim begitu, sorotan akan tertuju kepada para attacante. Ciro Immobile (26 gol), Domenico Berardi (14 gol), dan Lorenzo Insigne (9 gol dan 7 assist) punya torehan yang oke di level klub musim ini, namun tidak di timnas.
Immobile dan Insigne sudah tak mencetak gol sejak Euro 2020, padahal ada sembilan laga yang dijalani setelah itu. Sedangkan Berardi cuma mencetak satu gol lewat penalti. Meski begitu, Mancini terus percaya kepada ketiganya.
Giacomo Raspadori, Moise Kean, Nicolo Zaniolo, dan Gianluca Scamacca sebetulnya diberi kepercayaan, bahkan berhasil mencetak gol, namun belum bisa membuat Mancini berpaling sepenuhnya.
5. Badai cedera
Italia menjadi juara Eropa berkat penampilan kolektif antar lini, bukan one-man team. Jika badai cedera mulai menerpa, maka kekuatan pun menjadi terganggu.
Usai Euro 2020, satu per satu penggawa Italia andalan Mancini cedera bergiliran, termasuk Chiesa yang absen hingga akhir musim. Apesnya, hal itu juga terjadi di level pemain pelapis macam Pessina, Pellegrini, atau Bernardeschi.
Kalau sudah begitu, upaya Mancini untuk membangun tim yang komplet pun jadi sulit. Ini jelas bukan alasan, namun kenyataannya hal tersebut mengacaukan keseimbangan Italia, karena waktu yang sedikit membuat Mancini tak leluasa bereksperimen.
![]() |