Piala Dunia dan Tangis Spanyol

Piala Dunia dan Tangis Spanyol

- Sepakbola
Kamis, 19 Jun 2014 13:10 WIB
Piala Dunia dan Tangis Spanyol
Getty Images/Gonzalo Arroyo Moreno
Jakarta -

Entah mengapa sepakbola selalu dikait-kaitkan dengan kegembiraan. Bahkan Piala Dunia yang cuma ada empat tahun sekali pun dianggap sebagai pesta besar. Padahal tak selamanya sepakbola menyisakan kegembiraan dan pesta meriah.

Ambil contoh bagaimana Piala Dunia 2014 diawali oleh kisah-kisah tidak menyenangkan; mulai dari stadion yang tak selesai-selesai dibangun, pekerja yang meninggal dalam pembangunannya, hingga demonstrasi yang tidak kunjung berhenti --bahkan sampai beberapa jam sebelum Piala Dunia 2014 melakukan kick-off.

Demonstrasi tersebut bisa diartikan sebagai jeritan dan rasa frustrasi. Bagi mereka yang mengikuti perkembangan di Brasil sana, sudah barang tentu mengetahui bahwa Piala Dunia di Brasil ini dihelat di atas kondisi ekonomi yang serba-sulit. Pesta sepakbola tersebut membuat Brasil tampak seperti orang yang sibuk bersolek, sementara tubuhnya sedang digerogoti sakit keras.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tentu, kita akan melihat bagaimana pesta bola tersebut tetap berjalan meriah. Yang diunjukkan kamera televisi di dalam stadion adalah bagaimana warna-warni dan kegembiraan memeriahkan tiap pertandingan; bagaimana tiap pemain merayakan golnya, bagaimana para suporter menggambar-gambari wajahnya dengan bendera negara sendiri, sampai menghias badan dengan atribut yang "wah". Sungguh menyenangkan.

Di sisi lain, kamera televisi akan memperlihatkan wajah-wajah suporter yang sedang muram. Entah mereka sedang berharap-harap cemas karena waktu pertandingan sudah tinggal sedikit, namun tim mereka sedang tertinggal atau pertandingan sudah selesai dan mereka sedang memikirkan bagaimana menghadapi keesokan hari dengan fakta bahwa negara sudah tersingkir. Wajah muram dari para suporter yang timnya tersingkir ini bukannya tidak mungkin akan diikuti oleh tangisan kemudian.

Tangisan-tangisan suporter di dalam stadion tersebut tidak ubahnya jeritan-jeritan demonstran yang tidak menyetujui digelarnya Piala Dunia. Pesta macam apa yang menyisakan tangisan kalau bukan pesta sepakbola?

====

Tangisan, apalagi yang terjadi di Piala Dunia, memang tidak selamanya tangisan berupa kesedihan. Ada pula tangisan-tangisan yang berupa luapan emosi akibat kemenangan. Tangisan Pele yang baru berusia 17 tahun usai final Piala Dunia 1958 adalah salah satunya.

Tapi, dalam penggambaran pesta sebagai sebuah hal yang penuh kegembiraan, tangisan sebagai sebuah ungkapan kesedihan adalah sesuatu yang absurd dalam sebuah pesta --dalam hal ini Piala Dunia. Tangisan Paul Gascoigne pada laga semifinal antara Inggris melawan Jerman Barat di Piala Dunia 1990 adalah salah satunya.

Gascoigne, yang ketika itu dianggap sebagai bakat menjanjikan untuk The Three Lions, sampai harus ditenangkan oleh rekan-rekan setimnya. Gary Lineker sampai harus mengedip ke arah bench dan memberikan isyarat bahwa Gascoigne harus diajak bicara untuk ditenangkan. Ada beberapa alasan mengapa Gascoigne menangis waktu itu: Pertama, dia mendapatkan kartu kuning akibat melanggar Thomas Berthold sehingga andai Inggris lolos ke final pun Gascoigne tidak bisa main --ekspresinya sudah getir waktu itu. Kedua, Inggris akhirnya kalah lewat adu penalti dan gagal ke final.

Tangisan pilu dan wajah-wajah sedih paling anyar adalah milik Spanyol dan para pendukungnya. Wajah-wajah pilu itu tidak hanya terlihat di Maracana, tetapi juga di Madrid, tempat para pendukung dan rakyat Spanyol ramai-ramai menyaksikan laga antara Spanyol melawan Chile.

Kekalahan 0-2 dari Chile berarti bahwa tidak ada lagi pesta seperti empat tahun silam. Piala Dunia 2010 adalah puncak dari segala puncak kekuasaan Spanyol dalam dunia sepakbola dalam enam tahun terakhir. Dijungkalkan ketika tengah duduk di atas takhta tertinggi memang pasti akan terasa menyakitkan.

Banyak yang sudah mengira bahwa era Spanyol di atas takhta itu sudah habis sejak kalah 1-5 dari Belanda pekan lalu. Beberapa lainnya masih optimistis bahwa kekalahan tersebut hanyalah imbas dari kalah taktik dalam satu pertandingan saja. Tapi, laga melawan Chile akhirnya memberikan sebuah ketuk palu.

Dalam salah satu tulisannya, media Spanyol AS menuliskan bahwa Chile yang tampil trengginas itu mengklaim bahwa titel La Roja kini sudah menjadi milik mereka. Tanda-tanda bahwa Chile siap untuk membuat Spanyol bertekuk lutut sudah dimulai sejak lagu kebangsaan mereka dikumandangkan. Para suporter Chile di Maracana yang mayoritas beratribut merah itu dengan lantang meluap-luapkan suara keluar dari tenggorokan mereka.

Dan begitulah, Spanyol akhirnya luluh lantak. Bagaimana kedua gol Chile tercipta dari tendangan di dalam kotak penalti Iker Casillas dkk. menunjukkan bahwa La Furia Roja memang mesti berbenah.

Selesai sudah kegembiraan yang sudah berlangsung sejak mereka mengangkat trofi di Johannesburg empat tahun lalu. Padahal, seperti dituliskan Jimmy Burns dalam La Roja: How Soccer Conquered Spain and How Spanish Soccer Conquered the World, Piala Dunia 2010 memberikan efek yang tidak biasa bagi rakyat Spanyol.

Burns menulis, Jenderal Franco menyukai frase La Furia --The Fury-- karena menunjukkan sebuah kebanggaan akan bernegara. Tapi, bukan rahasia pula jika kediktatoran Franco-lah yang membuat Spanyol merasa terkekang. Sebagai sebuah bangsa, Spanyol disebut Burns sebenarnya amat sulit untuk disatukan. Sejarahnya diwarnai oleh pemberontakan dan juga perang sipil.

Tapi, kemenangan di Piala Dunia 2010 membuat Spanyol sebagai sebuah negara seolah-olah bersatu. Memang ada beberapa insiden kecil, seperti sekelompok fans radikal Barcelona yang mendukung berpisahnya Catalonia dari Spanyol menolak untuk menyaksikan laga final, tetapi imej yang muncul di mana-mana adalah bendera Spanyol berkibar di seluruh region Spanyol --termasuk Basque dan Catalonia. Burns menyebut, penolakan fans Barcelona yang radikal itu sebagai sebuah peristiwa kecil.

"Ini merupakan perpisahan yang menyedihkan," tulis Marca. Media-media Spanyol yang kadang sama nyinyir-nya dengan media-media Inggris itu kini berusaha untuk tetap tenang menyikapi kekalahan dari Chile. Namun, tetap saja ada kata-kata seperti "Sebuah bencana", "mimpi buruk di Brasil", dan juga "olok-olok paling komplet." tertulis di salah satu media Spanyol, El Pais.

Piala Dunia 2014 memang sudah berakhir untuk Spanyol. Tapi, kenangan akan kejayaan di Piala Dunia 2010 masih menyisa. Ini kemudian tergambar dalam sebuah tulisan di halaman situs milik AS:

"Selamat tinggal Piala Dunia, selamat tinggal Spanyol. Segalanya menyenangkan selama enam tahun ini. Tapi, bagi mereka yang berpikir untuk menurunkan bendera dari balkon-balkon mereka, ingatlah ini: Ini adalah waktu yang tepat untuk tetap memasangnya."

====

*penulis adalah wartawan @detiksport. Beredar di dunia maya dengan akun @Rossifinza



(roz/a2s)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads