Maulwi Saelan dan Kenangan Semifinal Olimpiade 1956

Maulwi Saelan dan Kenangan Semifinal Olimpiade 1956

- Sepakbola
Rabu, 25 Sep 2013 10:20 WIB
detiksport/hasan
Jakarta - Pria sepuh berpeci dan berkaca mata itu tak berhenti tersenyum saat menatap salinan surat kabar berukuran A3. Maulwi Saelan tak menyangka bisa melihat lagi lembaran dengan namanya ditulis besar-besar di halaman satu harian Merdeka.

"Dengan semangat banteng jang menjala2 putera-putera Indonesia pertahankan bentengja. Saelan dan kawan2nja menarik sympati 100.000 penonton.” Begitulah kalimat pembuka artikel berjudul "Sensasi terbesar selama Olimpiade: Indonesia Paksa Rusia Main Seri 0-0".

Ejaan lama dan halaman minim foto itu menunjukkan koran itu tak terbit 30 November di era sekarang. Pertandingan di Olimpiade hanya memuat foto wajah Ramang, Chairudin, Rasjid, dan Witarsa. Juga foto Saelan yang berusaha menangkap bola.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jika dihitung koran itu memang berumur setara orang-orang menyambut pensiun, yakni 57 tahun lampau.

Kendati sama sekali tak bersentuhan dengan sepakbola setelah pensiun dan menjadi ketua umum PSSI periode 1964, kenangan Saelan tak luntur. Masa-masa pahit dibui selama lima tahun dengan tuduhan terlibat G30 S PKI pun tak cukup kuat menghapus kenangan manis bersama pasukan Garuda waktu itu.

Pria kelahiran Makassar, 85 tahun silam itu masih menyimpan rapi kenangan dan dokumentasi saat membela timnas. Senyumnya pun berubah menjadi tawa kecil saat cerita bergulir tentang sukses timnas mencapai semifinal Olimpiade 1956 Melbourne.

Sembari bercerita, Saelan membuka koleksi foto hitam putih saat bermain di timnas. Juga buku bersampul kain batik dan berlogo garuda yang berisi skuat timnas plus rencana uji coba setahun yang bakal dilakoni tim bentukan PSSI yang dipimpin Maladi itu.

Pria yang pernah menjabat sebagai wakil komandan Tjakrabirawa itu juga memamerkan koleksi catatan tangan pelatih timnas waktu itu, Toni Pogacnik, dari Yugoslavia.

"Saya sekaligus menjadi kapten tim saat itu. Kami bertekad tidak menyerah meski melawan timnas Rusia yang jauh lebih maju daripada sepakbola kita," kata Saelan yang ditemui detiksport di Al Azhar, Kemang Raya, Jakarta, beberapa waktu lalu.

"Karena saya kapten timnas, maka saya harus bisa memimpin teman-teman di dalam dan luar lapangan. Saat pertandingan, peran pemainlah yang paling besar, makanya saya simpan baik-baik catatan pelatih itu," kata Saelan.

Harian Merdeka mencatat timnas Indonesia yang bertarung melawan Rusia pada semifinal Olimpiade tak diisi pemain bola, tapi pahlawan. Harian itu juga mengutip AFP, yang mengambil judul 'Indonesia gagah berani, Rusia main kasar'.

"Penonton di stadion turut mendukung timnas. Saat saya jatuh terlentang mereka meminta saya bangun lagi," kata Saelan.

Saelan dkk sukses menahan imbang 'Beruang Merah' 0-0 pada waktu normal. Timnas masih sanggup menahan Rusia pada perpanjangan waktu dua kali 15 menit.

"Waktu itu belum ada peraturan yang dibuat kalau pertandingan seri dilanjutkan dengan sudden death tendangan penalti," kata Saelan. "Untuk menentukan pemenangnya, kedua tim harus melakukan pertandingan ulangan.

Maka, kedua tim dijadwalkan kembali bertemu 36 jam kemudian. Sayang, timnas kandas dari Rusia 0-4.

"Mengenakan kaos timnas itu memang spesial, sangat istimewa. Kami bersyukur terpilih masuk timnas. Waktu itu kami tak dibayar. Tidur pun di bawah tribun penonton Stadion Ikada, yang sekarang berubah jadi Monas," kisah Saelan.



Empat tahun sesuah Olimpiade itu, Saelan memutuskan pensiun. "Tepat 10 tahun saya di timnas, saya memutuskan pensiun. Kemudian saya masuk Tjakrabirawa," kata Saelan.

Namun, kepemimpinannya di timnas tak dilupakan begitu saja oleh Presiden Soekarno. Saat PSSI mencari ketua umum baru pada 1964, orang nomor satu RI itu menunjuk langsung Saelan.

"Pak Karno minta saya jadi ketua umum PSSI, bagaimana saya bisa menolak," kata Saelan. Dengan keinginan membuat timnas tak sekedar numpang lewat di Olimpiade dan menjadi juara Asian Games bermain di Piala Dunia, Saelan pun menciptakan kompetisi usia muda: Piala Suratin.

"Pak Karno langsung yang meresmikannya. Sayang, kompetisi itu tinggal kenangan," kata dia.

Keinginannya untuk melihat timnas berjaya di Olimpiade dan Piala Dunia belum terkabul hingga saat ini. Bahkan dia menilai saat ini timnas makin minim uji coba bermutu tinggi.

Padahal saat ini bukanlah persoalan sulit untuk bepergian ke Eropa. "PSSI dulu menerbangkan timnas ke Rusia kemudian melanjutkan perjalanan dengan kereta api. Nah, di setiap kota yang dilewati kami singgah untuk menjalani uji coba," kata dia.

Saelan berharap harapan itu bisa terwujud. Seperti saat dia menyimpan keinginan tampil di Olimpiade usai menyaksikan pelari Amerika Serikat Jesse Owens meraih empat medali emas dari Olimpiade 1936 Berlin.

Di hari tuanya Saelan nyaris tak pernah lagi datang langsung ke stadion menyaksikan pertandingan. Tapi dukungan pada sepakbola Indonesia tak pernah hilang dari dirinya.

"PSSI sekarang terlalu rumit. Perlu revitalisasi untuk memperbaiki kondisi yang ada," kata Saelan berpesan. "Cukuplah saya menyaksikan timnas lewat televisi."




====

Mari dukung Tim sepakbola Indonesia dengan kunjungi www.ayoindonesiabisa.com. Jadilah bagian dari 24 juta dukungan untuk datangkan pelatih Manchester United. Dipersembahkan oleh CLEAR, shampoo pria no.1 di dunia.


(fem/a2s)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads