'Bonus Wajar tapi Masa Depan Karier Tak Kalah Penting'

'Bonus Wajar tapi Masa Depan Karier Tak Kalah Penting'

- Sepakbola
Selasa, 24 Sep 2013 15:03 WIB
ANTARA/M Risyal Hidayat
Jakarta - Kesuksesan tim nasional menjadi juara Piala AFF U-19 memantik wacana bonus dari berbagai pihak. Bonus uang dinilai wajar, tapi yang tak kalah penting adalah untuk masa depan karier mereka.

Menurut pengamat olahraga Tommy Apriantono, lumrah-lumrah saja apabila pemain berusia 19 tahun mendapatkan bonus. Sebab, usia tersebut sudah masuk usia pemain profesional.

Namun, Tommy tidak sepakat dengan kecenderungan pemberian "ikan daripada kail" kepada semua peraih podium tertinggi di ajang olahraga. Hanya sedikit orang yang rela merogoh kantong untuk turut serta menyiapkan proses menjadi juara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Wajar mereka mendapat bonus, mereka sudah memilih sepakbola sebagai karier. Yang tidak wajar itu kalau ada bonus jor-joran di bawah usia 16 tahun. Tidak benar kalau ada kejuaraan SSB ada hadiah uang," kata Tommy kepada detiksport, Selasa (24/9/2013).

"Nah, bentuk bonus untuk usia 19 tahun itulah yang harus dipikirkan. Beasiswa lebih tepat. Tidak harus untuk pendidikan formal, tapi informal juga penting.

"Kursus bahasa Inggris paling tepat. Itu bekal yang bisa langsung dipakai mereka, misalnya untuk berkomunikasi dengan wasit internasional dan lawan tim asing.

"Intinya, memberi kail itu lebih baik daripada ikan. Jadi, tidak ada dermawan-dermawan dadakan. Mulai saat ini harus disiapkan mau apa mereka setelah pensiun nanti."

Ia lalu mencontohkan, di Jepang ada semacam departemen "after career", yang berfungsi mempersiapkan seorang atlet untuk melakukan apa setelah kariernya sebagai olahragawan selesai.

"Mau jadi pelatih atau presenter atau apapun, ya harus dibekali sampai level paling atas," papar dosen Institut Teknologi Bandung yang juga pernah menjadi direktur Sport Science di PSSI itu.

Tommy melihat komentator sepakbola yang ada justru mayoritas bukan dari mantan pemain. Kalau toh dari pemain malah tidak memberikan analisis pertandingan. Begitu pula dengan pemain yang memutuskan menjadi pelatih. Tak sedikit yang hanya mengandalkan pengalaman masa lalu tanpa dibekali sport science yang sudah melekat pada klub-klub Eropa.

Ia juga menyoroti Menpora Roy Suryo yang tidak menjanjikan bonus kepada timans sebelum pertandingan final bergulir.

"Langkah pemerintah tak menjanjikan bonus dengan alasan nasionalisme itu benar tapi apakah pemerintah sudah menyiapkan fasilitas untuk jadi juara?

"Sepakbola itu olahraga populer, mereka layak mendapatkan tempat latihan, tidak keluyuran numpang di stadion-stadion daerah atau klub. Menpora tidak perlu ikut mengurusi liga," cetus Tommy.

Menjelang Piala AFF U-19 timnas memang sempat berpindah latihan. Mulai Juni tim besutan Indra Sjafri itu tinggal di wisma Uiversitas Negeri Yogyakarta kemudian setelah lebaran boyongan ke Sidoarjo.


(fem/a2s)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads