Dalam kancah sepakbola nasional, nama Purwakarta tak banyak terdengar. Oleh karenanya kesuksesan SSB Asad Purwakarta tampil di final dunia Danone Nation Cup (DNC) 2014 diharapkan jadi momentum lahirnya Eka-Eka Ramdani atau Salim-Salim Alaydrus yang baru.
Purwakarta yang merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat memang tak banyak terlibat dalam persepakbolaan nasional. Beda halnya dengan Bandung yang memang jadi pusat sepakbola di Indonesia, selain Surabaya, Malang, Makassar, Papua, atau Jakarta.
Namun Purwakarta boleh bangga mengingat nama mereka juga terangkat ketika beberapa nama top seperti Eka Ramdani, Salim Alaydrus, atau Sahar Ginanjar berkecimpung di sepakbola nasional.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tapi sampai sebatas itu saja Purwakarta bisa mencicipi hegemoni sepakbola Indonesia, karena memang aura olahraga bal-balan di kota ini memang kurang.
Stadion Purnawarman kini bak terbengkalai di mana rumput-rumput liar serta ilalang memenuhi stadion tersebut, setelah tak lagi digunakan oleh Pelita Jaya (sekarang bernama Pelita Bandung Raya).
Tapi untuk tahun ini setidaknya sepakbola bisa kembali menggelora di Purwakarta setelah sekumpulan anak-anak terbaik usia 12 tahun, yang tergabung dalam SSB Asad, lolos ke "Piala Dunia Mini" di Brasil yang bertajuk Danone Nation Cup, yang digelar 11-16 November.
SSB Asad merupakan pemenang final tingkat nasional yang digelar pada Juni lalu. Mereka jadi kampiun dan berhak terbang ke Brasil mewakili Indonesia setelah menyisihkan 8.350 tim atau 100.200 anak dari 32 provinsi di Indonesia.
Bagi Asad, ini merupakan suatu prestasi tersendiri mengingat SSB ini baru didirikan sekitar tahun 2010 dan baru berhasil melaju ke final nasional DNC di tahun ketiga keikusertaan mereka yang langsung berujung titel.
"Setelah melalui proses blusukan ke daerah-daerah di Purwakarta dan sekitarnya, saya berhasil mengumpulkan anak-anak terbaik ini. Bukan pekerjaan mudah juga mengingat anak-anak ini tadinya jarang bermain dengan anak yang kemampuannya selevel dengan mereka," tutur manajer SSB Asad, Alwi, kepada detiksport yang mengunjungi asrama tim Kamis (18/9).
"Apa yang saya lakukan ini bukan demi nama Asad tapi kembali lagi untuk anak-anak ini. Saya juga seleksi mereka-mereka dulu dari awalnya 40 orang," sambungnya
Serangkaian latihan bakal diikuti oleh anak-anak ini dan total 85 hari berpisah dengan keluarga bukanlah hal yang mudah bagi mereka. Maka dari itu gelar juara dunia di DNC 2014 bakal jadi hadiah yang paling spesial.
Namun lebih dari sekadar tampil di final dunia DNC atau gelar juara nantinya, Alwi bersama staf kepelatihan menekan pentingnya kesinambungan pembinaan usia dini menuju tahap pesepakbola profesional.
Hal ini yang dirasa masih kurang di Indonesia di mana banyak pemain di usia 10-12 tahun dinilai berbakat, namun tiba-tiba mereka menghilang sebelum benar-benar matang.
"Inilah yang kami mau lakukan di sini. Kasus di Indonesia keberhasilan di usia dini, pas di usia 14-15 salah pergaulan, salah memilih teman, jadinya menghilang begitu aja. Jadi saya bersama Pak Ari (Ketua Sanggar Kegiatan Belajar Purwakarta) berpikir kalau anak-anak diikat maka kita bisa mengarahkan mereka menjadi pesepakbola," papar Alwi.
Untungnya SSB Asad sendiri mendapat dukungan penuh, baik dalam hal moril dan materil, dari Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi. Bahkan Asad ini dijadikan Pilot Project untuk misi Alwi dkk. membentuk sebuah akademi sepakbola yang benar-benar serius membina bakat-bakat muda di Purwakarta untuk menjadi pesepakbola nasional.
Akademi itu rencananya akan memakai nama "Akademi Jaya Perkasa" dan mempunyai pusat latihan tersendiri yang nantinya ditempatkan di daerah pegunungan di sekitar Purwakarta.
(mrp/mfi)