Namun, keinginan membantu keluarga dan menata hidup lewat olahraga kini ia pelihara dan coba diwujudkan lewat ajang Homeless World Cup (HWC).
Anak kelima dari tujuh bersaudara tersebut pernah tinggal dalam perantauan di Jakarta pada tahun 2007-2009. Saat itu pemuda yang akrab disapa 'Pace' itu pun sempat mengenyam bangku kuliah di sebuah universitas swasta, mengambil jurusan Hukum. Tapi kuliahnya mulai kacau setelah ia mulai mengenal narkoba.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah kuliahnya di Jakarta terbengkalai sehingga drop out, Pace pun pindah ke Bogor pada 2010. Setahun di Kota Hujan pemakai anting-anting di kedua telinganya itu lalu kembali berkuliah. Kali ini ia mengmbil jurusan Broadcasting di Universitas BSI.
"Jauh sekali ya, Bang," ucapnya seraya tertawa, merujuk pada perbedaan jurusan kuliahnya yang pertama dan kedua. "Tapi passion saya mungkin bukan di kuliah."
Perkara passion itu pula yang lantas membuat kuliahnya di Bogor lagi-lagi tak berbuah ijazah. "Saya berhenti kuliah karena kakak mau S2 dan adik mau masuk kuliah. Saya juga merasa bersalah sudah menyia-nyiakan waktu dan uang kuliah. Memang hasrat saya sepertinya bukan di dunia kuliah," sesal anak pensiunan PNS tersebut.
Bagusnya, pada periode yang sama Pace sudah menjauhi ganja. Apalagi ia juga mulai lebih menekuni dunia sepakbola, khususnya futsal. "Kalau Sabtu Minggu main sepakbola tarkam (antarkampung). Per hari bisa dapat Rp 100 ribu, tapi kadang cuma dapat makan."
Pada tahun 2013 Pace pindah lagi Lombok dan main di klub futsal setempat. Pada periode ini ia juga mulai berusaha untuk tak lagi mengonsumi alkohol. "Sedikit-sedikit masih, tapi sangat jarang dan sedikit sekali," ceplosnya sambil tersenyum kecil.
Hidup berpindah-pindah seperti itu diakui Pace cukup membuat keluarganya, terutama ibunda tercinta, merasa risau. "Nyokap yang kuatir, tapi saya bilang, 'Saya ini laki-laki, tak mengapa, jangan terlalu dipikirkan'."
Keinginan kembali ke Papua tentu dimiliki Pace meski belum untuk setidaknya satu tahun ke depan. Ia terlebih dulu ingin eksis sebagai pemain futsal profesional. Keikutsertaannya di HWC pun diharapkan bisa menjadi titik balik kehidupan dan kariernya.
"Sejak September tahun ini saya bahkan sudah tak lagi merokok. Butuh proses memang, tapi perlahan saya kurangi dan saya memberi sugesti ke diri sendiri bahwa rokok itu membosankan dan bikin kepala pusing.
"Saya harap HWC ini jadi titik kebangkitan. Makanya saya ingin memperlihatkan bisa bersaing," imbuh pemuda yang ikut serta dalam HWC 2014 dengan status miskin kota tersebut.
Oya, setiap kali bertanding dan mengenakan seragam timnas, Pace segera melepas anting-anting di telinganya.
"Pulang dari sini saya ingin main futsal profesional. Belum tahu di Jakarta atau Lombok, tergantung tim yang ada nanti. Alangkah bahagianya jika bisa kerja sambil menyalurkan hobi. Habis itu baru kerja, di Papua sih sudah ada yang nawarin jadi tenaga honorer," bebernya penuh harap.

(krs/a2s)