Salawat Nabi yang Menyertai Semangat Anak-Anak SSB Banteng Muda

Salawat Nabi yang Menyertai Semangat Anak-Anak SSB Banteng Muda

Andi Abdullah Sururi - Sepakbola
Sabtu, 10 Okt 2015 09:40 WIB
Kota Batu -

Aqua Aqua Danone Indonesia bisa. Garuda Muda tak kenal lelah menjadi Indonesia. Kita satu tim luar biasa. Indonesia juara dunia. Allahumma sholli ala Sayyidina Muhammad ....

Ke-12 anak dari SSB Banteng Muda ini begitu lantang meneriakkan kata-kata itu. Sebuah yel-yel untuk memulai aksi, sebuah seruan untuk menyemangati diri mereka sendiri. Indra Sjafri tertawa kecil dibuatnya.

"Bagus, bagus," kata sang pelatih. "Salawat kepada nabi menjadi kekuatan sendiri buat kalian."

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lalu anak-anak itu mengambil posisi masing-masing di separuh lapangan. Coach Indra mulai memberi beberapa instruksi. Setiap dua anak berdiri berdekatan. Dua asisten pelatih turut mengawasi di sisi Indra.

"Passing pakai kaki dalam... bergerak ... bergerak ... Sentuhan satu-dua, sentuhan satu-dua. Ya, ya, begitu ... Passing untuk 3 meter, tendang (dengan kekuatan) untuk 3 meter. Bagus, bagus ..."



Pagi itu SSB Banteng Muda mulai menjalani training camp di Hotel Kusuma, Agrowisata, Kota Batu, Kabupaten Malang, sebagai persiapan akhir untuk menghadapi Final Dunia Danone Nations Cup (DNC), sebuah festival sepakbola anak-anak U-12 yang tahun ini digelar di Marakesh, Maroko, pada 22-26 Oktober.

Selama tiga hari detikSport mengikuti TC tersebut, menyaksikan tubuh-tubuh mungil yang rata-rata kulitnya menggelap karena sering main "panas-panasan", wajah-wajah belia yang lugu, yang setiap kali mendapat pertanyaan dari orang dewasa, mereka menjawab dengan merunduk, malu-malu, tapi sopan.

Tak cuma di lapangan, mereka begitu patuh pada setiap instruksi pelatih-pelatihnya. Sepertinya, mereka memang sudah dibiasakan untuk itu. Pada sesi materi di dalam kelas, tangan mereka selalu bersedekap di atas meja, memerhatikan penuh seksama setiap ucapan pelatih. Di ruang makan, tak ada anak yang memulai makan sebelum semua rekan mereka siap dengan hidangannya di atas meja. Lalu seorang dari mereka memimpin doa.

Danone Aqua, yang sudah menyelenggarakan Aqua DNC sejak tahun 2003, memberi fasilitas jempolan untuk mereka. Pada hotel bintang empat itu, satu kamar yang ukurannya terbilang besar, diperuntukkan dua anak. Kamar mereka bersebelahan satu sama lain, seperti halnya kedua asisten pelatih dan staf. Indra Sjafri, yang semula diberi kamar yang jaraknya cukup jauh, belakangan tak keberatan pindah ke dekat mereka.

Ke mana-mana, ngapa-ngapain, anak-anak selalu bersama-sama. Pada Jumat siang, mereka keluar kamar dengan berkain sarung, berbaju koko putih, berkopiah. Mereka berjalan beriringan menuju masjid hotel. Sejurus, anak-anak itu lebih terlihat seperti santri ketimbang calon pemain-pemain bola.



Anak-anak dari Sidoarjo, Jawa Timur, itu terpilih mewakili Indonesia di turnamen tersebut setelah menjadi juara kompetisi regional. Indra dipilih oleh Danone Aqua untuk memimpin bocah-bocah itu, meneruskan tugas yang tahun lalu diemban Jacksen F. Tiago.

Di Maroko nanti Indonesia akan berkumpul bersama 31 negara lain. Di babak awal mereka satu grup dengan Kanada, Hongaria, dan China di Grup G. Tahun lalu Indonesia menduduki peringkat ketujuh dunia, pada turnamen yang dimenangi Jepang.

Sehabis salat, Coach Rohmat terlihat agak gusar. Setelah anak-anak kembali ke kamar, dia meminta mereka berganti pakaian dan segera berkumpul di lapangan. "Lima menit balik ke sini, pakai sepatu, pakai kaus kaki," seru dia.

Kepada saya Coach Rohmat mengatakan, anak-anak akan diberi hukuman karena terlalu berisik selama berlangsungnya salat Jumat. Pelatih yang lain, Adi Putra Setiawan, memimpin hukuman itu: lari bareng mengelilingi areal hotel selama kurang lebih 15 menit. Anak-anak pun melakoninya tanpa nada mengeluh. Sesekali mereka berlari sambil bernyanyi-nyanyi. Ah, macam tentara saja.



Setelah keringat bercucuran, mereka berbaris. Rohmat memberi sebotol Aqua dan meminta anak-anak menghabiskannya secara adil, jangan sampai ada yang tidak kebagian. Sehabis itu Rohmat dan Setiawan, yang masih berkain sarung dan berpeci haji, memberi wejangan-wejangan, tanpa memarahi, dan juga sesekali mengajak bercanda. Anak-anak pun ceria lagi.

"Oke, habis ini kita makan siang. Setelah itu kalian bisa istirahat. Yang mau berenang, silakan. Habis itu istirahat di kamar. Nanti jam empat kita ke lapangan, latihan lagi setengah jam."





Sambil anak-anak makan, detiksport ngobrol-ngobrol dengan Rohmat dan Setiawan, tentang sistem pembinaan usia muda di negeri ini yang begitu-begitu saja dari dulu, yang tidak dikelola dengan baik, tetapi orang-orang selalu berharap Indonesia selalu bisa berprestasi tinggi di level internasional.

"Kadang-kadang saya berpikir, berdosakah kita melihat semangat anak-anak kita untuk bermain bola, bermimpi jadi pemain bola, tapi sesungguhnya kita yang sudah dewasa ini tidak memberi jalan yang benar kepada mereka, tidak membuat sistem yang pantas untuk anak-anak kita mewujudkan mimpi-mimpinya itu," ucap Rohmat.

"Kami, pelatih di SSB, tak berharap jadi terkenal, Mas. Kami hanya ingin mendidik anak-anak yang masih belia ini, termasuk soal kedisiplinan. Makanya, di SSB kami tak cuma mengajari mereka cara bermain bola, tapi juga sikap dan akhlak. Sedari kecil mereka terus kami ajarkan supaya tetap rajin salat, memulai sesuatu dengan berdoa, nurut pada orangtua, dan lain-lain. Mungkin hanya sebagian kecil saja dari mereka yang kelak bisa menjadi pemain profesional. Tapi paling tidak, mereka yang tidak jadi pun tetap bisa menjadi pribadi-pribadi yang baik," timpal Setiawan, mantan pemain Deltra Sidoarjo yang sudah 8 tahun menjadi pelatih SSB.

***

Jam empat sore, anak-anak sudah berada di arena latihan. Setelah instruksi singkat pelatih, mereka merapat, berdoa dan bersalawat nabi. Lalu menghambur ke lapangan.



====

* @sururi10

(a2s/krs)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads