Fachri sempat mengikuti seleksi timnas U-19 di bawah asuhan Indra Sjafri bersama 30 pemain lainnya. Ketika itu, skuat Garuda Muda sedang mencari pemain terbaik untuk menghadapi Piala AFF 2014.
Setelah tidak masuk dalam skuat Timnas U-19 yang menjuarai Piala AFF U-19, Fachri menjadi salah satu penggawa timnas U-21. Dia ikut membela timnas saat tampil di turnamen COTIF di Spanyol pada Agustus 2014, yang ketika itu dipimpin oleh Rudy Keltjes. Namun nasib malang harus diterimanya, dia mengalami cedera ligamen pada lutut kanannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Rudy, kejadian cedera yang menimpa Fachri merupakan tanggung jawab PSSI. Namun ketika itu, PSSI seolah tutup mata dan tidak peduli dengan Fachri. Dalam proses pemulihan melalui operasi, Fachri banyak dibantu oleh Sriwijaya FC yang ketika itu menjadi klub yang menaunginya.
"Sriwijaya sudah bantu melalui Pak Bambang (asisten manajer SFC U-21). Fachri sempat dioperasi di Palembang. Manajemen Sriwijaya FC juga sudah menghubungi PSSI, tapi mereka cuma bilang iya saja. Katanya mereka mau ganti biaya operasi, tapi sampai detik ini tidak ada sama sekali," lanjut Rudy.
Sampai suatu hari, mantan pelatih PSM Makassar ini tak sengaja bertemu langsung dengan Fachri di Surabaya. Ketika itu, Fachri menangis dan mengungkapkan perasaanya serta kondisinya kepada Rudy.
"Opa.. bagaimana ini saya harus bagaimana. Lutut saya sakit, tidak ada yang mau tanggung jawab. Bagaimana masa depan saya, saya masih mau jadi pemain bola," kata Rudy menirukan pembicaraanya dengan Fachri.
Rudy pun mencoba menyemangati Fachri dengan memberi dukungan moril. Dia meminta kepada Fachri untuk tetap optimistis bahwa cederanya bisa pulih.
"Cedera lutut itu memang lama sembuhnya harus ada penanganan khusus. Kalau tidak bisa bahaya, dia tidak bisa bermain bola lagi. Dia masih muda, masih punya harapan. Ketika itu, hatinya sakit sekali melihat dia menangis tapi tidak ada yang bertanggung jawab."
"Coba tanyakan kepada PSSI, lihat di mejanya Sekjen PSSI di situ ada bukti surat pembayaran operasi Fachri yang katanya mau diganti. Tapi sampai sekarang tidak ada. PSSI harus tanggung jawab, paling tidak memberikan perhatian," cerita Rudy.
Detiksport mencoba mengkonfirmasi persoalan ini kepada PSSI melalui Sekjen, Azwan Karim. Namun sampai saat ini tak ada tanggapan diberikan.
Akibat kondisinya tersebut, Fachri sempat beralih profesi sebagai seorang satpam di sebuah perusahaan di Surabaya. Dia memang diketahui berasal dari keluarga yang kurang mampu, ayahnya hanya seorang peracik jamu sementara ibunya hanya buruh penjahit sandal.
"Masalahnya adalah dia bukan dari kalangan orang mampu. Tapi dia punya semangat tak mau menyusahkan orang tuanya. Dia bilang mau bekerja jadi satpam waktu itu," lanjut Rudy.
Saat ini Fachri terus berjuang mengembalikan kondisinya seperti semula agar dia bisa tetap bermain bola, olahraga yang dia cintainya. Peruntungannya beranjak membaik setelah dia mendapat bantuan dari Pangkostrad, Letnan Jendral TNI Edy Rahmayadi. Letnan Jendral TNI Edy Rahmayadi, yang juga merupakan Presiden Direktur PS TNI datang membesuk pada akhir pekan lalu di RS Gatot Subroto. Kunjungan itu dilakukan beberapa hari setelah Fachri menjalani operasi keduanya di rumah sakit tersebut.
Kasus yang dialami Fachri sejatinya bukan pertama kalinya. Bek Persija Jakarta Alfin Tuasalamony juga sempat mengalaminya. Namun bedanya, dia mengalami kecelakaan ketika di luar lapangan yang membuat tulang kering di kaki kirinya patah.
Klubnya, Persija Jakarta juga sempat membantu namun tidak banyak. Sementara sekali operasi Alfin harus mengeluarkan uang sebesar Rp 50 juta hingga akhirnya dia mendapatkan bantuan dari penggalangan dana yang dilakukan rekan-rekannya melalui laga amal. (ads/din)