Top Skorer Didominasi Pemain Asing, Ada yang Salah di Pembinaan Usia Dini

Top Skorer Didominasi Pemain Asing, Ada yang Salah di Pembinaan Usia Dini

Amalia Dwi Septi - Sepakbola
Kamis, 20 Okt 2016 12:16 WIB
Foto: Rengga Sancaya
Jakarta - Persaingan menjadi pencetak gol terbanyak di Torabika Soccer Championship (TSC) masih didominasi oleh pemain asing. Kondisi ini menjadi perhatian bagi eks striker timnas, Kurniawan Dwi Yulianto.

Dari 10 daftar top skorer TSC, Marcel Sacramento, penyerang Semen Padang menjadi yang tersubur dengan 16 gol. Di belakangnya ada Pablo Rodriguez dan Beto Goncalves dengan masing-masing 14 gol.

Pemain lokal tersubur adalah Boaz Salossa, yang ada di peringkat kedelapan dengan 11 gol. Lalu ada Cristian Gonzales dan Ferdinand Sinaga yang masing-masing mengoleksi 11 dan 10 gol.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kurniawan menilai ada yang salah dalam sepakbola Indonesia yaitu pembinaan usia muda yang tak berjalan. Untuk bisa menciptakan striker lokal, membutuhkan waktu bertahun-tahun agar bisa menjadi seorang pesepakbola profesional.

"Menurut saya tidak adanya kompetisi kelompok umur yang berjenjang yang rutin karena pemain muda butuh jam terbang. Jam terbangnya di mana, ya di kompetisi, bukan turnamen," ungkap Kurniawan kepada wartawan, Kamis (20/10).

Tak hanya itu, klub juga harus memiliki keberanian dalam memainkan pemain/striker muda. Dengan begitu, pemain tersebut memiliki jam terbang dan kepercayaan diri.

"Kemudian faktor pemain asing juga berpengaruh karena kesempatan pemain muda jadi lebih sedikit secara kebanyakan klub sekarang lebih sering memakai skema 4-3-3 atau 4-2-3-1 yang akhirnya hanya memakai 1 ujung tombak. Kalau jatah itu diambil pemain asing tentu jam terbang pemain kita jadi berkurang."

Untuk itu, ke depannya dia berharap PSSI bisa fokus dalam pembinaan usia dini. Calon Ketum PSSI tersebut juga sudah mencanangkan program membangun pondasi pembinaan.

"Pembinaan harus menjadi hal yang serius. Target saya untuk 5-10 tahun ke depan bagaimana membuat standarisasi mulai dari SSB, kemudian kompetisi kelompok umur yang berjenjang.

"Jadi regenerasi tidak terputus, ada keseragaman metode pelatihan untuk usia din sehingga filosofi bermain tim di Indonesia paling tidak sudah diajarkan dari mulai yunior dan itu akan menjadikan otomasisasi," imbuhnya.

(ads/a2s)

Hide Ads