PSSI menggelar kongres untuk memilih ketua umum baru pasa Kamis (10/11/2016) hari ini di Hotel Mercury Ancol. Selain memilih ketum baru, agenda penting lainnya adalah pemulihan status klub dan individu yang sebelumnya dinyatakan terhukum oleh PSSI.
Tapi harapan bahwa kongres akan menjadi tonggak baru persepakbolaan Indonesia tidak terwujud. Proses rekonsiliasi dan upaya memperbaiki PSSI dianggap gagal terwujud.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kongres PSSI di Hotel Mercure, Ancol, hari ini, yang diharapkan menjadi era baru sepak bola Indonesia tampaknya Cuma basa-basi. Kongres yang dijadikan media untuk rekonsiliasi dan revolusi PSSI tak berjalan sebagai mana mestinya," tulis Save Our Soccer dalam rilis yang diterima detikSport.
Koordinator SOS, Akmal Marhali, malah menyebut negara telah dibohongi oleh PSSI melalui kongres yang kini masih berlangsung itu. Kongres juga disebutnya telah melakukan penistaan dan pembunuhan karakter karena klub dan individu yang sudah diundang kemudian malah diusir.
"Diundang untuk diusir. Ini penistaan. Negara dibohongi pakai Kongres PSSI atau Negara dibohongi Kongres PSSI?. Ini sudah pembunuhan karakter dan perbuatan yang sangat memalukan. Masih ada upaya-upaya kelompok tertentu untuk membuat Kongres ini hanya milik kelompok tertentu," seru Akmal.
Penolak tersebut berawal dari interupsi yang dilakukan Haruna Soemitro agar pembahasan soal pengembalian klub terzalimi dan exco terhukum tidak dilakukan saat Kongres. Hal itu kemudian berlanjut dengan pemungutan suara, yang menghasilkan 84 pemilik suara setuju tak dibahas. Hanya 14 suara yang setuju pengembalian klub dan pemulihan nama exco terhukum.
Karena pengembalian tujuh klub dan pemulihan nama baik tak disetujui, maka Pimpinan Sidang Plt Ketua Umum PSSI, Hinca Panjaitan, meminta ketujuh klub keluar dari area sidang, Begitu pun tiga (Djohar Arifin, Sihar Sitorus, dan Bob Hippy) dari tujuh exco yang kebetulan mencalonkan diri untuk keluar. Padahal, Djohar, Sihar, dan Bob sudah dinyatakan lolos sebagai calon oleh Komite Pemilihan yang dipimpin Agum Gumelar.
"Kongres menjadi ajang mempermalukan pihak-pihak yang sebelumnya memang sudah disepakati untuk dikembalikaan keanggotaannya maupun dipulihkan nama baiknya. Masih ada dendam di dalam kongres. Ini tak bagus buat perbaikan sepak bola Indonesia," lanjut Akmal.
Atas kasus tersebut, SOS melihat reformasi sepak bola Indonesia cuma fatamorgana. PSSI disebut akan kembali ke masa lalu. Siapapun kemudian yang terpilih sebagai Ketua Umum PSSI.
"Kita sudah mengorbankan diri disanksi FIFA selama satu tahun untuk suatu perubahan. Tapi, fakta di lapangan sepak bola Indonesia tak mau berubah. Reformasi PSSI yang diinginkan pemerintah telah gagal," kata Akmal. "Kongres ini hanya ganti casing. Software dan hardware tetap lama. Ini sangat berbahaya buat sepak bola kita," Akmal menegaskan. (din/rin)