Dari Dekat dengan Sekjen PSSI Ratu Tisha

Dari Dekat dengan Sekjen PSSI Ratu Tisha

Yanu Arifin - Sepakbola
Senin, 24 Jul 2017 13:24 WIB
Sekjen PSSI yang baru diangkat, Ratu Tisha (Hasan Alhabshy/detikSport)
Jakarta - Sekjen PSSI Ratu Tisha Destria bukan sosok baru di persepakbolaan Indonesia. Sejak duduk di bangku sekolah, rupanya ia sudah bergelut dengan si kulit bundar. Seperti apa ceritanya?

Tisha menduduki posisi sebagai sekjen PSSI sejak awal Juli. Ia terpilih melalui proses seleksi dengan predikat sangat layak versi Ketua Umum Edy Rachmayadi.

Tisha bukan sosok asing di sepakbola nasional. Ia sempat menjabat posisi direktur kompetisi Indonesia Soccer Championship 2016.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada 2017, ia kembali dipercaya menjadi direktur kompetisi Liga 1 dan Liga 2. Jabatan itu akhirnya ia tanggalkan saat terpilih menjadi sekjen.

Selain juga dikenal sebagai pendiri LabBola, kecintaan perempuan asal Banten ini pada sepakbola sudah muncul sejak duduk di bangku SMA.

"Awalnya di bola sejak SMA, mencoba serius di ekstra kurikuler yang saya geluti. Lalu berlanjut ke universitas, saat itu mengelola persatuan sepakbola ITB dan rupanya cukup menantang karena anggotanya bermain di Liga Persib dan Liga Mahasiswa Jawa Barat, jadi manajemennya kompleks karena juga harus mengurus keikutsertaan kompetisi dan lainnya," terang Tisha dalam wawancaranya kepada detikSport, pekan lalu.

"Mungkin juga karena sebagaimana masyarakat Indonesia pada umumnya ya, yang hidup di antara orang-orang yang freak sama sepakbola, nonton timnas lah atau nonton klub lah, cuma bedanya berusaha berkarya di dalamnya," perempuan berusia 32 tahun itu menambahkan.

Dari Dekat dengan Sekjen PSSI Ratu TishaRatu Tisha sudah aktif bergelut dengan sepakbola sejak bangku SMA (Hasan Alhabshy/detikSport)


Tisha sendiri mengaku heran dirinya bisa jatuh hati pada sepakbola. Padahal banyak olahraga lain, seperti bulu tangkis, voli atau basket, yang umumnya lebih dilirik perempuan.

"Saya tidak bisa menjelaskannya. Semua orang bisa berkilah dengan segala macam alasan, tapi menurut saya ketika kecintaan terhadap sesuatu tidak bisa didefinisikan, itulah filosofinya," Tisha melanjutkan.

"Mungkin momen datangnya lebih dulu sepakbola, kalau datang olahraga yang lain atau bidang yang lain mungkin jadinya berbeda. Tapi, ke saya itu momennya lebih dulu datang sepakbola," kisahnya.

Tisha bersyukur bisa dipertemukan dengan sepakbola sedari SMA. Sebab apa yang ia tekuni itu rupanya bisa mengantarnya mengemban amanat menjadi sekjen PSSI.

"Ya waktu SMA itu (momen sepakbola paling berkesan). Itu hal kecil, tapi menurut saya ketika itu saya sudah bersungguh-sungguh dalam hal yang rupanya menjadi tugas yang sekarang ini. Intinya apa yang sedang dilakukan itu harus maksimal, enjoy. Sederhana, cuma karena hal itu saya bisa sampai sini," lanjut Tisha.

Di posisinya sebagai sekjen PSSI, Tisha menyimpan dua harapan. Pertama membenahi organisasinya, lalu mengembalikan nilai-nilai luhur sepakbola itu sendiri.

"Yang pertama dari segi sepakbolanya sendiri. Bagaimana prestasinya, akselerasi organisasinya, valuasi kontribusi ekonominya terhadap masyarakat dan bisnis development-nya."

"Lalu untuk masyarakat. Karena ini olahraga yang paling banyak ditonton sejagat Indonesia, harusnya sepakbola bisa menerjemahkan tiga poin penting yakni menerima kekalahan, menghargai kemenangan, dan mengerti apa itu arti sportivitas," Tisha berharap. (din/cas)

Hide Ads