Insiden meninggalnya kiper Persela Lamongan, Choirul Huda, membuat penanganan medis di Liga Indonesia menjadi sorotan. Kiper Laskar Joko Tingkir itu tutup usai di umur 38 tahun, usai mengalami benturan di laga melawan Semen Padang, Minggu (15/10/2017).
Ada banyak pihak yang bilang bahwa penanganan medis Huda salah sejak awal, hingga tak bisa menyelamatkan jiwa kiper yang menghabiskan karier bersama Persela itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, tandu yang digunakan juga ada spesifikasinya. Tandunya harus berbentuk papan rata, dengan ada tali pengaman agar pemain tak jatuh saat dievakuasi.
Soal dokter yang harus ada di lapangan, UEFA mensyaratkan setidaknya juga harus ada dua orang. Satu bisa dokter tim yang ada di deretan bangku cadangan pemain. Satu lainnya berasal dari panpel, yang juga harus selalu di pinggir lapangan.
Ruang medis di stadion pun juga ada spesifikasinya. Tempatnya harus berada pada lantai yang sama dengan ruang ganti dan lokasinya pun berdekatan dengan ruang ganti pemain. Selain itu, luas ruangan harus cukup lega untuk melakukan penanganan medis.
Peralatan pertolongan pertama tak boleh ditawar. Yakni, pipa sebagai penanggulangan henti napas, amubag yang digunakan untuk memberi tekanan pada orang yang henti napas, masker, oksigen, penyangga leher, dan pemacu jantung menjadi peralatan minimal yang harus ada di pinggir lapangan.
Selain itu, ambulans harus siaga di pinggir lapangan. Di dalam ambulans itu juga harus ada setidaknya satu tenaga paramedis. Hal itu diperlukan sebagai langkah antisipasi kalau pemain membutuhkan penanganan lebih lanjut saat dibawa ke rumah sakit untuk penangan lebih lanjut.
(cas/fem)