Choirul Huda meninggal dunia usai bertubrukan dalam pertandingan Persela vs Semen Padang di Stadion Surajaya, Minggu (15/10/2017). Sempat dilarikan ke rumah sakit, nyawa kiper berusia 38 tahun itu tak tertolong.
Terkait insiden itu, penanganan Choirul Huda menjadi sorotan banyak pihak. Bagaimana proses pertolongan pertama sampai akhirnya dilarikan ke rumah sakit dinilai tidak sesuai standar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
PT Liga Indonesia Baru (LIB) selaku operator kompetisi Liga 1, sebenarnya membuat regulasi yang mengatur hal tersebut. Dalam BAB X Pasal 54 Regulasi Liga 1 soal medis diatur soal dokter dan fasilitas untuk mengatisipasi masalah cedera serius.
"Kalau seminar secara medis tidak ada, karena diregulasi sudah cukup jelas, harus ada dokter yang mendampingi, ada peralatan yang diperlukan dalam suatu pertandingan dan dari tahun ke tahun itu tidak berubah," COO (Chief Operation Officer) PT LIB Tigor Shalom Boboy menjelaskan kepada detikSport.
"Sudah selalu kami membahasnya dan mengingatkan, dari awal musim sampai evaluasi sudah diingatkan untuk hal-hal seperti ini. Tapi kadang-kadang dari klub-klub ini ada yang merasa "udahlah ngapain ada dokter, ngabisin biaya kalo pergi kemana-mana dan biayanya juga besar kalau menyiapkan alat-alat itu," Tigor melanjutkan.
Tigor menilai, ada banyak klub yang mengabaikan hal tersebut. "Ya hampir semua sih, ini cuma karena case-nya di Persela aja, coba kalo mau ngecek satu-satu, di setiap panpelnya, apa mereka sudah sediakan semua fasilitas yang sudah dipersyaratkan sesuai regulasi?" Tigor balik bertanya.
"Untuk per tim aja, kami tahu kok posisinya kadang-kadang, ada yang away gak ada, hanya ada di home. Tapi ini dalam posisi liga tidak mau mempermasalahkan siapa-siapa ya," ia menambahkan.
(rin/nds)