Banyak yang memertanyakan putusan Bhayangkara ini mengingat lapangan sepakbola di PTIK dinilai belum begitu layak untuk mengadakan pertandingan berlevel Liga 1. Apalagi kapasitas penonton di stadion itu hanya 2.000-2.500 orang, berselisih sangat jauh dengan kandang-kandang tim Liga 1 lainnya.
Meski begitu, Direktur Teknik Bhayangkara FC, Yeyen Tumena, meyakinkan bahwa ada alasan khusus mengapa Bhayangkara cukup berani mengambil langkah ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Biaya pelaksanaan pertandingan sebuah stadion mencapai Rp 300 juta per pertandingan, sementara penghasilan yang didapat tidak sampai segitu. Hal ini lebih baik kami investasikan untuk membangun fasilitas sendiri, milik sendiri, sehingga kami tak perlu membayar tiap pertandingan," tambah Yeyen.
Ada kekhawatiran kondisi stadion menjadi tak memungkinkan terutama ketika melawan tim yang punya basis suporter yang sangat besar. Namun, Yeyen punya alibi tersendiri.
"Kalaupun misal ada kemungkinan melawan tim berbasis suporter banyak, perlu diingat kami sudah melawan Persija di Gelora Bung Karno, tim dengan jumlah suporter terbanyak di Jakarta. Kalau ditanya lawan Persib. Sudah tidak mungkin Viking atau Bobotoh bisa masuk karena masih daerah Jakarta. Jadi tidak ada alasan laga itu tak bisa dihelat di sini."
"Mungkin yang jadi pertimbangan nanti adalah hanya lawan Persebaya. Karena kami pernah lahir di Surabaya, apakah nanti akan tampil di sana atau tidak. Tapi, kembali pertimbangan kepada manajemen dan teknis lainnya."
"Soal Arema FC atau Madura United, kami sudah menganalisis maksimal hanya 700 orang dan dengan kapasitas 2000 kursi itu sudah lebih dari cukup," tutup Yeyen.
(mrp/din)