Joko menggantikan Edy Rahmayadi yang mundur pada Kongres PSSI, Minggu (20/1). Sebagai wakil ketua umum PSSI yang paling tua, dia pun otomatis naik jabatan.
Dalam Kongres itu, Edy mundur karena menilai dirinya gagal menjalankana tugas sebagai ketua umum. Termasuk gagal mengatasi pengaturan skor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada persoalan yang begitu fenomenal. Dari suporter, pemain, sampai terjadi korban. Ada menyalahi hukum pengaturan skor dan sebagainya. Saya tidak tahu. 32 tahun saya jalani organisasi, PSSI ini paling berat yang saya alami," ujar Edy.
Terpilihnya Joko menjadi Plt ketua umum diyakini tak membawa perubahan lebih baik untuk PSSI. Januar pesimistis.
"Setelah Jokdri menjadi plt ketua umum, tidak ada rasa optimistis yang disampaikan oleh Jokdri. Di kongres tidak membahas match fixing, padahal match fixing itu melibatkan banyak kawan-kawna exco. Faktanya, exco itu bukan sesuau yang digdaya, kini mereka ditangkap-tangkapi," kata Januar dalam Mata Najwa PSSI Bisa Apa? Jilid 3 yang ditayangkan Trans7.
"Dalam pidatonya itu flat kayak normatif saja, Jadi saya rasa perlu KLB. Padahal, padk Edy mundur salah satunya karena kasus match fixing," ujar dia.
Dalam acara itu, anggota exco PSSI Gusti Randa menampik jika Edy mundur karena masalah pengaturan skor. Hingga saat ini, satu anggota exco PSSI, Johar Lin Eng, menjadi tersangka pengaturan skor di Liga 3. Tadi pagi, kepolisian menggeledah kediaman mantan exco PSSI Hidayat.