Sebanyak 12-14 pemain berebut bola. Pemain dari kedua tim berupaya menjebol gawang lawan. Mereka berlari sekencang-kencangnya. Kruk yang ada di ketiak kanan dan kiri atau di siku kanan atau kiri untuk menopang badan tak menjadi halangan.
Kiper yang bisa berdiri bebas juga sama-sama memiliki keterbatasan. Dia terpilih sebagai kiper dalam grup tersebut justru karena tak memiliki tangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Raja Sapta Oktohari Kembali Pimpin PB ISSI |
Gol-gol tercipta, muncul raut gembira. Kendati lebih sering meleset, tak ada luka mendalam dalam wajah-wajah mereka.
"Pemainnya amputasi kaki bawah lutut, untuk kiper amputasi tangan. Untuk anggotanya, Alhamdulillah, (ada yang) dari Riau, Kalimantan juga ada," kata Asep Nurholis, salah satu pemain INAF, yang dihubungi pasangmata.com, Rabu (31/7/2019).
Saat ini, INAF, yang didirikan pada Maret 2018 itu, memiliki anggota 16 orang termasuk pelatih. Kendati belum lama terbentuk, mereka telah menjalin jaringan dengan komunitas negara tetangga.
"Setahun yang lalu, kami menang melawan Malaysia, kami diundang ke Malaysia langsung di Johar Baru, untuk pendanaan kita masih mandiri ya, dari pemerintah juga belum ada suplai atau apa kita masih berjuang sendiri." ujar Asep.
Anggota Tak Dipungut Biaya
INAF terbuka bagi siapapun yang mengalami amputasi. Peserta tak dipungut biaya alias gratis.
"Silahkan yang mau ikut ya ayo gabung, kita tuh wadah satu-satunya sepakbola disabilitas di Indonesia," kata Asep.
Untuk mengasah kemampuan, INAF menggeber latihan sepekan sekali. Yakni, di Pusrehab Bintaro setiap Sabtu pukul 08.00 WIB.
"Kami latihan setiap hari Sabtu di Pusrehab Bintaro setiap pagi jam 08.00, Sabtu besok kalau enggak salah ada pengurus PSSI mau datang," Asep menambahkan.
(fem/fem)