Indonesia kalah dari Malaysia di laga perdana Grup G Kualifikasi Piala Dunia 2022 di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SU GBK), Kamis (5/9/2019). Tim Merah Putih sebenarnya lebih dulu unggul di awal 2-1, namun kemudian Malaysia menambah dua gol sampai menit-menit akhir. Andritany Ardhiyasa dkk pun harus puas dengan skor 2-3.
Kekalahan menjadi bensin kericuhan suporter yang sudah muncul bahkan sebelum laga dimulai. Dari dalam stadion, kerusuhan menjalar hingga di luar SUGBK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penampilan kurang sip Timnas dikaitkan fisik buruk akibat jadwal padat Liga 1 2019. Dalam satu pekan, sebuah tim bisa melakoni pertandingan sampai dua atau tiga kali. Sementara, persiapan Timnas menuju pertandingan pertama di Kualifikasi Piala Dunia 2022 itu sangat pendek.
Pemerhati sepakbola, Akmal Marhali, menilai masalah itu hanyalah ulangan belaka. PT Liga Indonesia dan PSSI tak berniat untuk menjadikan catatan yang lalu-lalu untuk perbaikan.
"Jadwal padat, postur tubuh. Dua kambing hitam yang selalu muncul ketika timnas mengalami kekalahan. Saya pikir ini tidak bisa lagi dijadikan alasan. Lebih baik kami jujur, bahwa kualitas kami (termasuk kompetisinya) sudah kalah dengan negara tetangga. Kami hanya menang dari segi fanatisme penonton," ujar Akmal kepada detikSport, Jumat (6/9/2019).
"Tapi, buat cara main, perubahan taktik permainan, transisi saat menekan dan ditekan tidak berkembang. Kenapa? Karena sistem yang dibangun di kompetisi tidak mengarah ke sana. Terlalu banyak kelonggaran. Tidak ada sinkronisasi antara pelatih di timnas dan klub," ujar Akmal.
"Seharusnya di klub fisik sudah dibangun dengan baik, sepadat apapun jadwal. Inggris contohnya. Tapi, mereka mampu melakukan sinkronisasi dengan baik. Para pemain Timnas juga harus sadar ketika dipanggil masuk timnas mereka harusnya dalam kondisi fit 100 persen baik mental maupun fisik," dia menambahkan.
Makanya, Akmal tak heran dengan kekalahan Timnas dari Malaysia. Dia meminta Liga tak melulu mementingkan keuntungan material, bukan turut menyokong pembinaan demi Timnas Indonesia.
"Visi kompetisi kami yang sekadar jalan (apalagi dikaitkan juara setiap musim sudah ketahuan) secara tak langsung membuat pemain tidak punya mental bertarung, sebatas menjalankan rutinitas pertandingan yang akhirnya terdampak semuanya ke Timnas. Pelanggaran-pelanggaran tidak perlu seperti semalam adalah buah dari pembiaran di kompetisi. Kompetisi merusak timnas, bukan malah menjadi pondasi timnas," dia menambahkan.
(ads/fem)