Presiden Madura United Achsanul Qosasi menilai Liga 1 2021 tak mungkin digelar jika terus tertunda sampai Bulan September. PSSI harus menyiapkan skenario itu.
Terkini, pemerintah baru saja memperpanjang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 hingga 2 Agustus. Dengan begitu, kompetisi kemungkinan baru akan digelar Bulan September dengan asumsi menunggu PPKM dicabut pada 2 Agustus.
Karena klub biasanya meminta waktu sekitar satu Bulan untuk menyiapkan tim. Dengan PPKM berakhir 2 Agustus, maka kompetisi baru digelar September.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun PT Liga Indonesia Baru (LIB) sebelumnya sudah menargetkan kompetisi Liga 1 2021 yang berjalan lintas tahun, berakhir pada pengujung Februari 2022. Artinya, semakin sedikit waktu tersisa untuk menjalan 1 musim kompetisi penuh.
Nah Achsanul Qosasi berharap PSSI menyiapkan skenario terburuk, yakni penghentian kompetisi. Tujuannya agar klub bisa menyiapkan berbagai hal, mulai dari penyesuaian nilai kontrak pemain, negosiasi dengan sponsor, hingga persiapan merancang bisnis menyambut musim selanjutnya.
"Yang kami harapkan dari operator (PT Liga Indonesia Baru) dan regulator (PSSI) adalah kepastian melalui beberapa skenario. Kita tahu ini tidak mudah, skenario yang dibutuhkan adalah resiko terburuk pun harus disiapkan. Sehingga klub tidak dalam posisi menunggu ketidakpastian," kata Achsanul Qosasi kepada detikSport.
"PSSI bilang ini liga akan jalan kalau pandemi landai, itu kan semua orang tahu. PSSI harusnya membuat penyampaian ke klub kalau sampai September liga tak bisa digulirkan dan PPKM tak dicabut, liga tak mungkin berputar," ujarnya.
"PSSI kan bisa berhitung. Liga itu 34 pekan, sementara kalau mulai September itu hanya tersisa 20 pekan sampai April. Kenapa 20 pekan? itu dikurangi lebaran dan PON, hingga libur tahun baru. Hitungan saya 20 pekan, kan nggak mungkin memutar kompetisi."
Dijelaskan Achsanul Qosasi, klub bakal menghadapi resiko besar saat kompetisi dihentikan nanti. Misalnya potensi dilaporkan oleh pemain asing ke FIFA terkait masalah gaji.
Tetapi jika PSSI sudah antisipatif, klub bisa meminimalisir resiko tersebut. Dengan PSSI melapor ke FIFA bahwa kompetisi sepakbola Indonesia tak bisa bergulir di masa pandemi, posisi klub tak akan selemah seperti pada edisi 2020.
"Kalau perlu, pekan depan sudah disampaikan ke klub kalau memang tak bisa menjalankan kompetisi. Agar menjadi acuan klub harus gaji pemain berapa persen. Sehingga klub bisa mencari cara buat cash flow, entah mencari pinjaman, menggadaikan rumah. Skenarionya begitu," tutur Achsanul.
"Sekarang kami menunggu begini kan sambil nego dengan pemain. Kalau liga nggak ada, diatur masalah gaji sama PSSI bahwa pemain cuma digaji 25 persen dan minta pemain nggak protes. Karena FIFA sudah tahu kondisinya setelah PSSI melapor kondisi Indonesia. PSSI harus menyampaikan ke semua klub. Dan semua klub harus seragam, kecuali klub kaya raya silakan yang mau tetap membayar 100 persen," ucap anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) itu.
"Ini menjadi pegangan buat klub menego ke pemain. Penjelasan dari PSSI ini juga menjadi bahan buat nego ke sponsor. Misal cair 10-15 persen lalu nego perpanjang sampai tahun depan. Banyak lah yang bisa dilakukan kalau ada kepastian dari PSSI."