"Namun, kebijaksanaan serupa belum terlihat di Liga sepak bola nasional. Padahal hingga akhir pekan ini, terdapat sepuluh klub yang telah mengkonfirmasi kasus positif COVID-19 pada pemain dan ofisial," sambungnya.
Menurut Gabriella, penerapan sistem bubble pada paruh kedua musim Liga 1 akan membuat makin terbebani. Sebab bukan cuma soal tantangan fisik, tapi juga psikologis pemain akan terganggu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Sebab para pemain harus rela berpisah berbulan-bulan lamanya sementara di saat bersama harus tetap tampil bagus, agar membawa timnya menang. Belum lagi jika ofisial dan staf klub terpapar COVID-19, maka persiapan non-teknis klub akan terganggu.
PSIS Semarang kini jadi korban terbaru keganasan varian Omicron karena sejumlah pemain dan ofisialnya dinyatakan positif. Oleh karenanya, PT LIB diminta meninjau kembali pelaksanaan Liga 1 di tengah menanjaknya jumlah kasus virus corona.
"Melihat fakta-fakta di atas, rasanya iklim kompetisi Liga 1 tidak lagi kondusif dan jauh dari kata ideal. Selain terganggunya beberapa jadwal pertandingan, banyak klub yang kini memiliki fokus yang terbelah, tidak lagi hanya konsentrasi pada pertandingan namun yang tak kalah penting juga harus fokus pada pengawasan protokol kesehatan dan pemulihan pemain yang terpapar COVID-19. Sehingga banyak klub Liga 1 kesulitan untuk mengkondisikan dan menurunkan skuad terbaiknya ketika harus berlaga," papar Gabriella.
Pada saat yang cukup genting seperti ini tampaknya PT LIB perlu meninjau kembali pelaksanaan Liga 1 dengan mempertimbangkan aspek keselamatan dan kemanusiaan. Bagaimanapun, PT LIB memiliki tanggung jawab besar atas keselamatan para pemain, pelatih, ofisial klub, dan ofisial pertandingan," tutupnya.
(mrp/nds)