'Anak Saya Hindari Gas Air Mata tapi Pintu Stadion Kanjuruhan Terkunci'

'Anak Saya Hindari Gas Air Mata tapi Pintu Stadion Kanjuruhan Terkunci'

Jemmi Purwodianto - Sepakbola
Senin, 03 Okt 2022 13:15 WIB
This picture taken on October 1, 2022 shows security personnel (lower) on the pitch after a football match between Arema FC and Persebaya Surabaya at Kanjuruhan stadium in Malang, East Java. - At least 127 people died at a football stadium in Indonesia late on October 1 when fans invaded the pitch and police responded with tear gas, triggering a stampede, officials said. (Photo by AFP) (Photo by STR/AFP via Getty Images)
'Anak Saya Hindari Gas Air Mata tapi Pintu Stadion Kanjuruhan Terkunci' (Foto: AFP via Getty Images/STR)
Jakarta -

Seorang ayah yang anaknya jadi korban Tragedi Kanjuruhan ceritakan momen mencekam. Anaknya mau keluar stadion demi hindari gas air mata, tapi pintunya terkunci!

Aremania bernama Muhammad Reko Septiyan (19) asal Manyar, Gresik. Reko mengalami patah tulang setelah terinjak-injak Aremania lainnya yang berusaha menghindar dari gas air mata yang ditembakkan polisi saat Tragedi Kanjuruhan setelah laga Arema FC kontra Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Sabtu (1/10) malam WIB.

Tulang kaki kirinya patah karena terinjak-injak, sehingga harus menjalani operasi di salah satu rumah sakit di Malang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Faisol, ayah Reko menceritakan kepada detikJatim, soal pengakuan kawan-kawan anaknya yang turut terjebak di tribun 12 Stadion Kanjuruhan. Tempat di mana gas air mata menghujani mereka.

ADVERTISEMENT

Dari teman putranya, ia mendapat cerita bahwa polisi menembakkan gas air mata secara langsung ke arah tribun tempat mereka berada.

"Menurut cerita teman-teman anak saya, saat kerusuhan terjadi polisi menembakkan beberapa kali gas air mata. Salah satunya ke tribun 12, tempat anak saya menonton pertandingan," kata Faisol, Minggu (2/10/2022).

Setelah gas air mata itu ditembakkan, banyak penonton yang pingsan karena sesak napas. Pekatnya asap gas air mata membuat penonton lain panik dan berdesakan mencari jalan keluar. Belum lagi, banyak penonton yang pingsan.

"Padahal yang ada di tribun itu, kan, aman-aman saja harusnya. Yang ramai, kan, di lapangan. Tapi kok yang di tribun juga ditembak gas air mata? Banyak yang pingsan karena sesak napas itu," tambah Faisal.

"Jadi gas air mata itu ditembak sana di tembak sini. Otomatis membuat asap gas air mata itu semakin berkumpul di tribun. Tentu hal ini membuat orang enggak bisa bernapas. Karena itulah orang-orang itu berdesakan mencari jalan keluar," tambah Faisol.

Saat penonton berupaya berlari menuju ke pintu keluar Stadion Kanjuruhan untuk mengambil napas, mereka berdesakan hingga saling dorong. Ada yang terjatuh hingga terinjak dan tertindih. Belum lagi, pintu keluar itu ternyata dalam keadaan terkunci.

"Jadi pintu keluar itu dalam keadaan terkunci. Membuat orang-orang itu jatuh, terinjak-injak hingga tertindih penonton lain. Itu yang membuat banyak korban meninggal. Ada yang kepalanya berdarah karena desakan hingga terbentur," tandasnya.

Hingga kini, PSSI, Kemenpora, kepolisian, TNI, sampai Pemprov Jatim sedang mengusut tuntas Tragedi Kanjuruhan yang menelan 125 korban jiwa meninggal dunia dan ratusan lainnya luka-luka.

Artikel ini telah tayang di detikJatim, baca selengkapnya di sini.

(aff/ran)

Hide Ads