Pengamat sepakbola, Rayana Djakasurya, menilai Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan sudah bekerja bagus. Namun, masih saja ada orang yang tak senang.
Iriawan terpilih untuk memimpin PSSI pada 1 November 2019. Selama kepemimpinannya, Timnas Indonesia berhasil ke Piala Asia 2023, Tim Indonesia U-20 ke Piala Asia U-20 2023, tim U-16 juara Piala AFF yang digelar di Yogyakarta, Timnas putri Indonesia berlaga di Piala Asia 2022.
Itu adalah deretan pencapaian yang dipersembahkan dari seorang Iwan Bule sebagai Ketua Umum PSSI. Ada pula meroketnya peringkat Indonesia di FIFA.
"Data berbicara bahwa di eranya Iwan Bule memimpin PSSI sejak dia menjabat pada awal November 2019 lalu, kemudian dipotong oleh kevakuman persepakbolaan Indonesia karena adanya pandemi Covid-19, praktis dia bekerja dalam waktu yang sangat singkat, namun dia mampu mempersembahkan sederet prestasi bagi persepakbolaan Indonesia," kata Rayana Djakasurya, Kamis (15/12/2022) malam.
"Itu sebuah prestasi yang diakui oleh dunia, yakni FIFA, melalui sosok Mochamad Iriawan ketika memimpin PSSI, dirinya mampu merealisasikan perubahan grafik yang signifikan dan nyata bagi persepakbolaan Indonesia, tidak dibuat-buat, tidak menyogok orang FIFA, sekali lagi saya bilang ini prestasi dan semua masyarakat sepakbola Indonesia turut menikmati itu," sambungnya.
Rayana pun mengatakan jika Iwan Bule berjuang untuk memperbaiki persepakbolaan Indonesia. Memang belum sempurna, namun kerjanya dalam waktu yang singkat itu sudah sangat terasa bagus.
"Jelas hal itu terlihat dengan Timnas kita mengikuti berbagai kejuaraan level Asia. Kapan itu terjadi? ya, ketika FIFA melihat persepakbolaan kita acak-acakan kemudian masuknya Iwan Bule memimpin PSSI dan terjadilah prestasi-prestasi itu. Masyarakat sepakbola harus melihat ke arah itu," ungkapnya.
Pengamat sepakbola yang hampir 25 tahun tinggal di Italia itu dengan mengulik persepakbolaan dunia pun mengatakan bahwa tidak elok membawa-bawa nama Iwan Bule terkait tragedi Kanjuruhan. Menurutnya tidak ada kaitannya tragedi tersebut dengan sepak terjang yang selama ini telah ditorehkan Iwan Bule terhadap prestasi persepakbolaan Indonesia.
"Gara-gara masalah kelalaian Panpel di Malang, kok malah Iwan Bule yang disalahkan, bahkan tidak ada aturan mainnya bahwa dia harus digoyang dan mengundurkan diri karena dia tidak terlibat dalam terjadinya masalah tersebut."
"Kasihan dizalimi dia. Ga ada hubungannya, karena nanti setiap ada Ketua PSSI yang seumpamanya dibenci oleh seseorang atau kelompok, mereka akan goyang melalui masalah-masalah dengan membuat skenario lain, tidak boleh seperti itu, kapan majunya persepakbolaan kita, bahkan FIFA tidak menyebut bahwa organisasi PSSI seburuk itu," tuturnya.
"Tragedi Kanjuruhan itu terjadi setelah pertandingan berakhir 2x45 menit. Jadi, secara aturan itu bukan tanggung jawab PSSI. Makanya, saya menegaskan tidak ada alasan untuk menggantikan posisi Iwan Bule melalui KLB PSSI yang tidak melanggar statuta PSSI," kata Rayana.
Rayana mencontohkan dengan tragedi Heysel yang menelan 39 korban jiwa saat pertandingan Liverpool melawan Juventus. Dia menyebutkan dari tragedi Heysel itu tidak ada yang dituntut untuk mundur.
"Saat Tragedi Heysel itu kan tidak ada pemaksaan pergantian Ketua Asosiasi Sepakbola Inggris (FA). Begitu juga terhadap Presiden UEFA. Kasus bentrokan antar suporter tersebut diselesaikan dengan adanya perbaikan sarana Stadion Heysel dengan menghilangkan tembok pembatas penonton," ungkapnya.
"Seharusnya dalam kasus Tragedi Kanjuruhan sudah tuntas dengan dijadikannya panitia laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya dan operator kompetisi dalam hal ini Direktur PT Liga Indonesia Baru (LIB) sebagai tersangka. Tidak ada kesalahan PSSI apalagi sampai memaksa menggelar KLB untuk menggantikan posisi Iwan Bule yang jelas tidak bersalah dalam musibah tersebut," tegasnya.
Simak Video "Video: Kluivert Bakal Rombak Starting XI Timnas Lawan Jepang?"
(ran/mrp)