Piala Dunia U-20 batal digelar di Indonesia. Ketum PSSI Erick Thohir berikan lima poin penting dari potensi sanksi FIFA dan jangan dulu mimpi tinggi-tinggi.
Piala Dunia U-20 sedianya digelar di Indonesia tepatnya di enam kota pada 20 Mei sampai 11 Juni. Apa daya, mimpi melihat para pemain muda berbakat dari seluruh dunia sirna sudah.
FIFA pada 29 Maret kemarin resmi mencoret status Indonesia sebagai tuan rumah. Piala Dunia U-20 rencananya akan pindah dimainkan di Argentina.
Jumat (31/3) Ketum PSSI Erick Thohir muncul ke publik setelah perjuangan melobi FIFA di Qatar dalam jumpa pers di Istana Negara. Usaha Erick gagal, Indonesia harus terima pil pahit.
Ada lima poin penting dari pernyataan Erick selepas Indonesia batal jadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Berikut lima poinnya:
1. Semoga sanksi FIFA tidak berat
Erick Thohir mengaku, FIFA belum memberikan sanksi. Namun dalam waktu dekat, Erick dan PSSI akan dipanggil lagi untuk menghadap untuk menerima hukumannya.
"FIFA sedang mempelajari dan mempertimbangkan sanksi untuk Indonesia," jelasnya di Istana Negara, Jumat (31/3).
"Saya menunggu undangan kembali dari FIFA setelah FIFA Council meeting beberapa hari ke depan. Saya siap kembali bertemu FIFA,'" tambahnya.
Ada dua sanksi menanti, yakni bisa jadi sanksi ringan atau sanksi berat. Kalau sanksi ringan cuma sebatas denda dan administrasi. Kalau sanksi berat, mari berdoa semoga tidak kejadian.
"Sanksi terberat, kita tidak bisa ikut kompetisi di seluruh dunia sebagai tim nasional dan klub, juga berarti kemunduran buat sepakbola Indonesia," ungkapnya.
"Kalau kena sanksi berat, ya kita berarti sendirian dari permainan, pembinaan wasit, pengembangan usia muda nggak tentu ke depannya, dan lainnya. Di Indonesia, sepakbola adalah mata pencaharian," paparnya.
2. Banyak intervensi
Erick Thohir menyebut, adanya intervensi sana-sini membuat FIFA akhirnya memberi hukuman alias membatalkan Piala Dunia U-20 di Indonesia.
"FIFA ini otoritas tertinggi sepakbola di dunia. Tentu dengan segala keberatan-keberatan (dari berbagai pihak-red) yang sudah disampaikan itu, tentu FIFA melihatnya sebagai sebuah intervensi," ujarnya di Istana Negara, Jumat (31/3).
"Banyak sekali FIFA menghukum kalau ada intervensi government," tegasnya.
"Host kontrak (komitmen tuan rumah-red) sebagai negara dan juga daerah penyelenggara adalah salah satunya menjamin keamanan. Tentu, itu yang jadi pertimbangan FIFA juga," lanjutnya.
Baca selengkapnya soal intervensi yang mana menyangkut dua gubernur selaku city host yakni Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Gubernur Bali Wayan Koster di sini.
(Halaman selanjutnya, poin 3 sampai 5)
(aff/yna)